Saat itu matahari bersinar terlalu terik. Bulir-bulir udara menguap. Aspal terpanggang, jemuranku matang. Tetapi cuaca di hati dan otakku mendung. Kelabu dan dingin. Awan-awan menggelayut berat. Aku nyaris telah kehilangan akal.
Aku larut dalam penyesalan. Terus terbenam di dasar tak berujung. Terus tenggelam di tanah tak berembun. Tubuhku kering. Jiwaku kerontang. Nyawaku tinggal selinting.
Aku tak mau lagi hidup. Seluruh ragaku kosong. Nyaris melompong. Lahar panas mengalir deras dari ubun-ubun hingga mata kaki. Kental, menegangkan tiap syaraf, laksana batalion prajurit berbaris menuju perang. Tuhan, kenapa Engkau belum juga memberiku keinginan terbesarku? Apakah doaku berlebihan?
Hasrat hidupku.
Aku ingin bertanya, di mana Engkau? Pernahkah Kau mendengar doaku? Atau Kau hanya berpura-pura? Pada hari yang terik itu, kupercayai Dia telah bersikap tak acuh padaku. Aku, hamba-Nya yang tidak penting.
Di saat aku menyerah begitu, aku malah jatuh terduduk dan berdoa. Roda kehidupan terus berputar. Ada kalanya kita di atas dan kita di bawah. Semoga hari ini adalah titik terendahku, sehingga esok aku tak perlu merasakannya lagi.
.
.
.Pic on header: https://pin.it/2kWRRlx
KAMU SEDANG MEMBACA
Semidevil
RomanceWilhelmina singkat saja dipanggil Will, sesingkat dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Baginya, jiwanya telah lama mati. Ia telah kehilangan motivasi, semangat, dan minat terhadap hal-hal yang ia sukai sebelumnya. Malam itu, Will sudah siap unt...