Kamar apartemen Rum sama besarnya dengan punyaku. Hanya saja, ruangan ini dipenuhi kehangatan, optimisme dan kestabilan. Kamarku, ruangan yang butuh renovasi nuansa. Kami biasa makan bersama jika sedang sama-sama senggang. Dan karena sekarang aku menganggur, aku hanya akan menunggu jika Rum senggang. Siang ini, Rum mengundangku ke kamarnya. Ia bilang ia sekaligus butuh bantuanku untuk memilih tempat penginapan dinasnya.
"Aku rasa ini cocok. Dari segi harga, jarak dan fasilitas, semuanya lumayan. Kau juga mau menyimpan sebagian honormu, kan?"
Rum mengamati layar laptopnya di pangkuanku. Aku mengambil kantong keripik, lalu makan.
"Oke. Yang itu saja."
Aku menyerahkan laptop itu, lalu Rum mulai mengerjakan sesuatu sambil bersandar di sofa. Sementara itu, aku duduk di seberang Rum sambil makan keripik dan menikmati langit dari jendela. Hari yang menyenangkan.
"Will, kau sudah mulai melamar pekerjaan lagi?"
Rum tiba-tiba bertanya. Aku menoleh singkat. "Belum."
"Mau coba di kantorku? Mereka sedang membuka lowongan administrator. Siapa tahu kau berminat."
"Hmm..."
Aku bergumam panjang. Rum melirikku tanpa mengangkat kepala dari layar laptopnya. "Coba lamar saja dulu, Will."
Tak ada tanggapan. Langit yang biru terang dilintasi awan kelam di mataku.
"Will, apa kau tahu? Ibumu mengirimiku pesan. Dia mengundangku ke acara ulang tahun ayahmu."
"Oh, benar. Aku baru mau bilang."
"Jadi, kau akan datang?"
Dua awan abu-abu gelap.
"Kau akan datang?"
Rum menyingkirkan laptopnya ke sisi. "Will, itu acara keluargamu. Aku datang atau tidak, tidak penting. Yang penting itu kau harus datang."
Petir baru saja menyambar.
Rum melanjutkan, "Kau sudah saatnya mengubah perilaku di keluargamu, Will. Aku sudah mengenalmu lama, dan aku merasa, semakin ke sini, hubungan kalian malah semakin renggang."
"Aku yakin bahwa sebagian besar alasan kau memutuskan bertindak seperti tiga minggu yang lalu adalah karena masalah keluargamu. Iya, kan?"
Aku ingin keluar.
"Aku tidak mau kau mengalami hal serupa, Will. Aku temanmu, sangat menyayangimu. Kau harus segera menyelesaikan masalahmu. Kalau kau butuh bantuan, aku selalu ada di sini."
"Maaf." Cuma itu kata yang keluar dari bibirku.
Rum makin serius menghadapiku.
"Selama ini aku sering menasihatimu, mengarahkanmu untuk bertindak sesuatu, bahkan aku juga ikut dekat dengan keluargamu. Aku lakukan itu agar aku bisa menjadi jembatan antara kau dan orang tuamu, agar kalian semakin dekat. Tapi kejadian kemarin membuatku sadar bahwa semua upayaku sia-sia. Aku sedih, prihatin, bingung, dan cemas terhadapmu, tapi kalau kau sendiri tidak mau berubah, aku juga tidak bisa berbuat apa-apa."
"Rum, aku tidak bermaksud begitu." Aku membantah cepat.
Rum menggeleng. "Begini saja. Aku kemarin punya ide. Bagaimana kalau mulai sekarang, kita menetapkan tenggat waktu?"
"Tenggat waktu?"
"Iya." Rum menegakkan punggungnya. "Jadi, aku mau memberimu waktu satu tahun untuk menjadi dekat dengan keluargamu. Aku rasa, kalau kita punya tenggat waktu, kita jadi terpacu untuk mencapai target, benar? Nah, kali ini, targetnya hubungan kalian. Kalau setelah waktu satu tahun tidak tercapai, aku akan berhenti membantumu soal ini. Aku rasa, aku sudah sangat lelah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Semidevil
RomanceWilhelmina singkat saja dipanggil Will, sesingkat dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Baginya, jiwanya telah lama mati. Ia telah kehilangan motivasi, semangat, dan minat terhadap hal-hal yang ia sukai sebelumnya. Malam itu, Will sudah siap unt...