Aku baru saja sampai rumah.
Saat menengok ke jam dinding kamar, hampir pukul enam sore.
Sekarang, aku lapar banget. Padahal saat makan siang tadi, aku nggak merasakan lapar sama sekali dan hanya memakan dua potong biskuit gandum yang biasanya aku sering stock di meja kerjaku.
Makan nanti saja deh. Aku harus bebersih make up dan mandi dulu.
Tiba-tiba, pintu kamarku diketuk.
"Aku boleh masuk, mbak?" Suara Seruni.
Aku mengesah. Aku sedang nggak ingin berinteraksi dengan masing-masing anggota keluargaku. Apalagi Seruni.
Tapi, pada akhirnya aku mengiyakannya untuk masuk ke dalam kamarku.
Saat pintu dibuka, dia dengan canggung berjalan masuk.
Aku dan Seruni bisa dikatakan seperti kakak beradik perempuan pada umumnya. Saat kecil, kami akrab. Tapi, semuanya mulai terasa canggung saat kami berdua masuk di usia remaja.
Seruni hanya selisih dua tahun lebih muda dariku. Seharusnya, karena usia yang nggak terpaut terlalu jauh, kami bisa sedikit relate. Nyatanya, nggak sama sekali.
Semakin hari, aku semakin menyadari bahwa kami benar-benar berbeda. Kalau ditanya alasannya, aku juga nggak paham karena apa. Padahal saat kami kecil dulu, ya masa-masa TK hingga awal tahun di SD lah, kami berdua benar-benar akrab dan nggak ada canggung-canggungnya sama sekali.
"Ada apa?" Tanyaku langsung.
Adikku masih berdiri di tengah-tengah pintu.
"Masuk aja, nggak pa-pa, Run.." ujarku.
Seruni menurut.
Padahal kalau aku pikir-pikir, Seruni itu bisa dikatakan seorang adik dengan kategori yang manis dan penurut. Aku nggak pernah tuh sampai saat ini bertengkar sampai saling memaki, atau bahkan jambak-jambakkan.
Aneh, nggak? Atau justru, normal?
"Seruni ganggu mbak Ara, nggak?" Dia memilih untuk duduk di kursi kerjaku yang berada di sudut ruangan.
Aku menggeleng.
Hening.
Hanya ada aku yang menatap lurus kepada Seruni, sementara adikku itu manik matanya sedang berkeliling.
"Kamu udah makan?" Tanyaku.
Seruni menoleh, dan segera mengangguk. "Udah.. aku lapar terus sekarang."
Ya, gimana ya, 'kan kamu sedang hamil, Seruni. Di dalam tubuhmu ada satu orang lagi.
"Budhe Surti masak soto ayam, mbak.. kalau mbak belum makan.." ujarnya.
Aku mengangguk. "Aku gampang."
Entah kenapa, aku tersenyum. Kehamilan Seruni memang di luar rencana, bahkan di luar ikatan yang sah, tapi nggak ada yang lebih penting dari fakta bahwa adikku ini dalam keadaan mengandung yang sehat.
"Aku boleh tanya sesuatu nggak mbak?"
"Boleh, Run.. tanya aja.."
Dia berdeham sebentar, kemudian dengan perlahan menatapku. "Maaf kalau aku nanyanya kurang sopan, tapi apa mbak Ara nggak ada rencana untuk menikah?"
Ya, aku udah menduga dia akan menyinggung hal ini sih.
"Ada, Runi.." jawabku.
Seruni menghela nafas lega. "Syukurlah kalau mbak Ara memang ada rencana untuk menikah.."
Aku mengernyit. "Iya, tapi nggak sekarang.."
Seruni mengangguk. "Iya, aku paham. Seenggaknya, mbak Ara ada rencana untuk menikah. Aku nggak pingin, akibat perbuatanku dengan mas Sena, mbak Ara jadi skeptis tentang pernikahan."
KAMU SEDANG MEMBACA
9096 (Complete)
Romance(DALAM PROSES PENERBITAN) (BEBERAPA PART DIHAPUS) - "Aku hamil, Pa.." Kata Seruni. Shit. Aku hampir meloncat dari sofa karena saking kagetnya. Papa seketika melotot. "Runi, kamu jangan bercanda, ya!" Adikku menghela nafasnya. "Kita semua kumpul kaya...