20

15.2K 1.8K 88
                                    

"MASA AKU BILANG IYA, SIH?!!!!"

Gemi seketika menepuk jidatku. "Kamu ini sakit apa gimana?"

Aku langsung mengusap jidatku yang berubah panas setelah perlakuan Gemi.

"Mana ada orang ngomong nggak sadar? Orang nggak tidur, orang nggak pingsan. Memangnya kamu dihipnotis?!!!"

Aku memekik pelan. "Nggak mungkin!!!"

"Perlu aku putarkan instastory-nya Tiara lagi?" Dia meraih ponselnya.

Aku mengikuti gerakan tangan Gemi. Dia sedang membuka aplikasi Instagramnya.

"Iya, nyet. Kamu bilang iya!!!" Imbuhnya semakin kesal.

Aku memejamkan mataku. "Langsung iya?"

"Ya, emang ada iya apa lagi?"

Aku menghela nafas panjang. Ada apa, ya, kok aku sampai bisa mengiyakan. Dengan microphone. Berdiri. Di tengah-tengah para keluarga. Disaksikan mereka semua.

"Iya, Arawinda bersedia menerima lamaran mas Bumi." Samar-samar, aku kembali mendengar suara yang mungkin sudah kali ke sepuluh diputar oleh Gemi sampai detik ini.

"Argh.. matiin." Aku meronta.

"Apa aku download sekalian, ya?" Celetuk Gemi.

Aku melotot kepadanya.

"Jaga-jaga kalau kamu kumat lagi. Belum ada semenit, udah balik nanya, "masa sih? Masa sih? Masa aku bilang iya sih?" Sinting kamu, Ra.." Gemi merangkulkan lengannya di pundakku. "Orang ganteng emang suka bikin lupa diri, Ra.."

Aku langsung melepaskan rangkulannya. "Siapa?"

"Mas Bumi mas Bumi-mu itu."

"Emang dia ganteng?"

Gemi mendengus. "Emangnya nggak?"

Aku sejenak berpikir. Ya, setelah kami sempat mengobrol dengan jarak yang cukup dekat, kalau aku perhatikan, mas Bumi bisa dikategorikan ganteng. Dia punya rahang yang tegas, tulang hidungnya tinggi, dan, argh, aku sebelumnya nggak menyangka kalau cowok dengan garis mata yang kecil bisa semenarik ini. Hal yang jarang aku temukan ganteng, ternyata boleh juga.

Maksudnya boleh juga?

Err.. maksudku, ya, oke.

Skip. Bukan itu masalah utamanya.

Aku dan Gemi seketika merebahkan diri di ranjang. Aku sudah menghapus make up-ku. Mengganti bajuku dengan kaus longgar, dan celana santai. Masih ada tiga jam lagi menuju acara lamaran Seruni dan Nawasena.

Karena sedikit mengantuk, aku memejamkan mata.

"Kalian kenal darimana sih?" Tanya Gemi.

Aku menghela nafas. "Penting?"

Gemi beringsut di lenganku. "Tinder, ya?"

Aku meringis. "Kamu sekarang kalau gila emang total ya."

Gemi nyengir kuda.

"Dia tetanggaku." Aku meletakkan lenganku di atas kening. "Tetangga di Griya Asri dulu. And we are not that close.."

Gemi mengangguk, tapi nggak langsung berkomentar.

"Nggak komen?" Sergahku sambil menoleh kepadanya.

"Kamu udah ngincer dia dari lama, ya?" Katanya sembari menatap lurus ke langit kamar.

Aku bersungut. "Kamu nggak dengar dia ngomong apa waktu ngelamar?"

Gemi tampak terhenyak. "Aku kira.. kamu yang minta dia ngomong begitu."

9096 (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang