35

15.5K 1.8K 108
                                    

"Menurutmu dia marah nggak?" Tanyaku.

Gemi yang sedang menyendok serealnya seketika mengernyit. "Untuk?"

Aku mengenyahkan pundak. "Dia kayak sebal aja mukanya."

Kami sedang membicarakan Arga dan peristiwa semalam. Semalam, entah kenapa tidurku jadi kurang nyenyak. Awalnya biasa saja, tapi pagi ini, rasanya seperti ada sesuatu yang menggelayuti batinku.

Gemi ikut-ikutan mengenyahkan pundaknya. "Kalau pun dia marah, dia nggak punya hak untuk marah. Maksudmu, dia marah karena kamu akan menikah?"

Aku diam saja.

"Nggak makes sense. Dia punya pacar, Ra.." cibir Gemi.

Aku mengangguk lemah. "I know.."

Gemi sektika berdecak heran. "H-berapa jam lho, ini.. masih banyak hal yang harus kamu pikir dan siapkan."

Okay. Gemi benar.

Aku pun kembali melanjutkan sarapanku dalam diam.

"Aku nanti pulang sebentar ambil perlengkapan. Langsung ketemu di hotel aja nggak pa-pa, ya?"

Aku mengangguk.

Suasana kembali hening, dan aku kembali dalam pikiranku lagi.

"Ra.." tegur Gemi. "Kenapa, sih?"

Ya Tuhan. Kayaknya emang aku salah udah undang Arga ke acara pengajian semalam. Kalau tahu akan begini, aku minta dia untuk datang ke acara resepsi aja. Menjelang akad begini, pikiranku jadi nggak keruan.

"Did I do something wrong?" Tanyaku.

"Nggak ada yang salah dengan pernikahanmu besok. Emangnya kamu akan menikah sama suami orang?"

Aku menatap tajam kepada Gemi. "Ke Arga.."

Gemi menghela nafas. "Ra.. no offense, ya.." dia menoleh ke sekeliling. "Kamu akan menikah, lho. Sampai kapan kamu akan terus-terusan merasa khawatir tentang Arga?"

Aku menunduk. "Aku nggak khawatir.. aku cuma kepikiran."

"Kepikiran apa?"

"Insting gilaku merasakan kalau Arga nggak setuju dengan pernikahanku ini, deh.."

Gemi melotot. "Kalau nggak setuju, terus kenapa?"

"Arga 'kan salah satu teman dekatku, Gem. Gimana deh perasaanmu kalau melihat teman dekatmu akan menikah?"

Gemi menepuk punggung tanganku, dan segera menunjuk dirinya sendiri. "Aku kurang senang apa?"

"Kamu 'kan beda.."

Gemi kembali menghela nafas. "Ya, karena dulu, kamu ada perasaan sama Arga."

"Dulu?"

Gemi melotot. "Sekarang, kamu masih berharap, ya, sama Arga?" Tembaknya.

Aku gelagapan. "Bukannya masih berharap."

"Terus apa?" Cecar Gemi.

Aku bergeming. Aku juga nggak tahu kenapa aku bisa sampai terlalu larut dalam pikiranku tentang pembicaraan kami semalam.

"Apa pun yang kamu pikirkan sekarang, please let them go. Akadmu besok pagi." Gemi menyudahi sarapannya. "Mungkin, di waktu lalu, aku masih bisa memaklumi fakta bahwa Arga adalah salah satu kelemahanmu."

Aku mendongak, dan langsung menatap Gemi.

"But not today. Situasinya sekarang udah berbeda."

Aku menghela nafas yang cukup berat. Aku emang seharusnya nggak memikirkan tentang Arga lagi, tapi.. kenapa semua hal tentang orang ini seperti otomatis berenang-renang di kepalaku?

9096 (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang