"Mau langsung ketemuan disana aja, mbak?" Tanya Seruni. Dia tampak udah mandi, berdandan rapi, dan mengatur rambutnya.
Sementara di sisi lain meja makan ini, jangankan mandi, aku bahkan belum sepenuhnya membuka mata. Kemarin rasanya capek banget. Selesai presentasi di kantor, langsung check up, kemudian mampir ke vendor foto untuk ambil foto yang udah dicetak dan dipigura. Belum hari ini aku udah harus share link undangan. Untung undangan fisik untuk para sanak saudara, kerabat, dan rekan Papa dan Mama udah dibantu kirim oleh Seruni seminggu lalu.
Sambil menguap, aku mengangguk.
Pagi ini, aku dan Seruni ada jadwal final technical meeting dengan Wedding Organizer yang udah mengurus segala persiapan pernikahan kami berdua. Sebelumnya, Seruni dan Nawasena udah wara-wiri technical meeting dengan beberapa vendor terkait. Aku sempat diajak untuk.. ya, supaya tahu udah sampai mana progressnya. Tapi, aku udah berkomitmen dan nggak ingin membuat Seruni semakin pusing, jadi, aku tetap dengan pendirian awalku; samakan saja dengan punyamu. Lagi pula, aku hanya memerlukan hasil akhirnya saja 'kan setelah semua vendor dikumpulkan, dan Wedding Organizer menyelesaikan.
Ya, meskipun sampai sekarang, aku juga masih nggak menyangka; aku akan menikah satu hari persis sebelum Seruni. Rasanya benar-benar aneh saat harus mempunyai hajat besar dalam dua hari berturut-turut.
Final Technical meeting dengan Wedding Organizer yang dilaksanakan pada pukul 10 pagi nanti akan dihadiri oleh Seruni-Nawasena, aku-mas Bumi, Mama-Papa, orang tua Nawasena, dan orang tua mas Bumi. Oh iya, jangan lupakan para bridesmaid Seruni yang entah berapa jumlahnya, dan groomsmen-nya Nawasena yang entah siapa saja. In addition, aku udah minta Gemi untuk ikutan hadir kalau dia nggak sibuk. Sementara mas Bumi.. dia nggak bilang apa-apa sih mengenai groomsmen atau apa pun itu.
"Mbak.." Seruni kembali memanggilku.
Aku menoleh.
"Mbak.. deg-degan, nggak?" Dia tampak ragu saat mengatakannya.
Aku mengernyit. "Untuk?"
"Empat hari lagi, mbak menikah."
Seperti disentil oleh sesuatu, aku seketika terhenyak. Beberapa hari sebelum menikah, wajib deg-degan, ya?
Karena nggak merasakan apa pun yang berarti di dadaku, aku menggeleng. "Nggak." Jawabku.
Suasana kembali hening.
Kalau kalian berpikir obrolanku dengan Seruni terkesan awkward, bisa jadi kalian benar. Jauh sebelum ini semua, pada dasarnya, aku dan Seruni memang sejarang itu mengobrol. Ditambah pula dengan situasi yang seperti ini.. ya, aku jadi semakin enggan berinteraksi dengan Seruni. Semenjak rencana pernikahan kami berdua, aku merasakan tembok besar di antara kami berdua semakin tinggi.
Karena Seruni terlihat enggan melanjutkan obrolan, aku segera membereskan piring sarapanku yang udah kosong, dan bersiap untuk mandi. Udah pukul delapan pagi, aku harus segera bersiap.
Sesaat kemudian, saat aku aku sedang meletakkan piring dan hendak mencucinya di wastafel, Seruni kembali menegurku dari meja makan.
"Ada telepon mbak.." katanya sambil mengamati ponselku yang sedang bergetar di atas meja.
"Dari?" Seruku dari area cuci piring.
"Nomor." Jawab Seruni.
Karena belum jadi menyalakan air untuk mencuci piring, aku beralih menghampiri ponselku.
Saat membaca nomor yang tertera di layar, aku segera mengangkatnya.
"Pagi, mas.. udah. Aku tinggal mandi saja terus siap-siap. Iya, jam 10. Kalau repot, aku bisa jemput kesana. Oooh.. iya.. mbak Wulan juga. Ati-ati di jalan, mas.." sambungan selesai. Barusan mas Bumi telepon untuk mengabari bahwa mbak Wulan dan bayinya; Yudhistira ingin sekalian ikut, jadi mereka langsung berangkat ke venue. Oke deh, berarti aku gabung ke mobil Papa saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
9096 (Complete)
Romance(DALAM PROSES PENERBITAN) (BEBERAPA PART DIHAPUS) - "Aku hamil, Pa.." Kata Seruni. Shit. Aku hampir meloncat dari sofa karena saking kagetnya. Papa seketika melotot. "Runi, kamu jangan bercanda, ya!" Adikku menghela nafasnya. "Kita semua kumpul kaya...