23

13.1K 1.9K 61
                                    

Siang ini, setelah drama surat dispensasi dan background foto, kami langsung balik lagi ke KUA untuk memberikan pra syarat dokumen yang belum sesuai tadi. Kalau dipikir-pikir, capek banget sih riwa-riwi hari ini, tapi hasilnya nggak mengecewakan; secara administrasi, pernikahan kami udah terdaftar dan selesai diproses hari ini juga. Ya, meskipun kami berdua harus rela mengorbankan waktu makan siang untuk sedikit lebih lama tertahan di KUA.

Dan.. kok ada rasa puas dalam diriku, ya, mengetahui agenda hari ini udah dilaksanakan semua.

Cih.. Arawinda.. si paling nggak siap menikah, tapi triggered total waktu dokumen-dokumen prasyaratnya ditolak KUA.

Sekarang, aku dan mas Bumi sedang makan siang di sebuah kedai makanan Jepang yang ada di daerah Puri Anjasmoro. Kami sengaja memilih tempat yang nggak terlalu jauh dari KUA karena udah lapar banget.

Mas Bumi mengambil posisi untuk duduk berhadapan denganku.

Setelah memesan makanan, aku justru memperhatikannya. Sedari pagi tadi, sampai saat ini, aku bisa menilai bahwa mas Bumi itu orangnya nggak terlalu banyak bicara. Sekali bicara, pemilihan katanya juga cenderung singkat dan nggak basa-basi.

Sadar sedang aku perhatikan, dia justru menengok ke sekelilingnya. "Kamu lihatin apa?" Tanyanya polos.

Aku menggeleng ringan. Kayaknya akan membutuhkan banyak waktu dan tenaga untuk mengenal sosok mas Bumi. Nggak mau kenalan juga nggak bisa, orang besok jadi suami. Masa nggak kenal suami sendiri.

Dengan mantap, aku menunjuknya.

"Aku kenapa?"

Aku ingin langsung to the point aja. Nggak lama, aku menjeda karena ocha dingin milik kami berdua baru saja datang.

"Mas keberatan, nggak, kalau kita bikin prenuptial agreement?"

Mas Bumi yang sedang meneguk ocha dinginnya, seketika menatapku. "Perjanjian pranikah?" Dia mengartikannya.

Aku mengangguk.

"Untuk?"

"...ya, in case ada apa-apa pas kita udah menikah. Agreement itu untuk melindungi aku dan mas Bumi juga." Jelasku.

Mas Bumi tampak berpikir. "Kamu yakin?"

Tanpa berpikir, aku mengangguk lebih mantap.

"Aku sedikit skeptis, tapi nggak pa-pa kalau kita mau coba."

"Kenapa skeptis?"

Mas Bumi mengambil dua pasang sumpit dan dua sendok dari tempatnya, kemudian meletakan salah satu dari masing-masing alat makan tadi di hadapanku setelah sebelumnya mengelap sisi-sisi sendok dengan tissue.

"Prenuptial itu memang sifatnya bebas. Isinya sesuai dan sesuka kita malah. Tapi, tetap saja, pertanggung jawabannya berlaku di mata hukum."

Aku meraih satu sendok dan sepasang sumpit yang diberikan mas Bumi. Kenapa orang ini perhatian sekali sampai ke hal-hal kecil.

"Terus, apa isinya nanti?" Tanya mas Bumi.

Aku nggak tahu, dia beneran nggak paham atau sedang menguji pemahamanku.

"Ya.. kewajiban kita sebagai suami-istri nanti, kemudian konsekuensinya bagaimana kalau ada yang melanggar, terus penghasilanku dan penghasilan mas Bumi itu bagaimana, pengeluarannya akan ada—" aku sedikit terhenyak karena menyadari mas Bumi sedang menatap fokus kepadaku. Hampir nggak berkedip. "Ya, umumnya berisi tentang perihal finansial saat berumah tangga nanti." Argh. Buyar. Nggak tahu lagi mau ngomong apa.

Jadi haus. Minum dulu.

"Perihal finansial, ya.." ulang mas Bumi.

Wait.

9096 (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang