21

13.3K 1.6K 22
                                    

Setelah lebih dari 10 tahun berteman dengan Gemi, aku nggak menyangka bahwa dampak buruk dari pertemanan kami baru terasa di hari ini.

Kalau saja aku nggak menanggapi obrolan gilanya, tragedi hutan gundul nggak akan pernah ada.

Arrggghhhh. Mau teriaaakkk.

Sebelumnya, aku sempat khawatir kalau mas Bumi akan tinggal sampai acara Seruni. Syukurlah, selesai makan siang, dia pamit pulang.

Kalau nggak.. ketar-ketir, men. Mau taruh dimana muka polos bak bayi tanpa dosaku ini?

Asli deh. Citra anggun dan penuh wibawaku di mata mas Bumi kayaknya langsung ambles saat itu juga. Nggak lagi-lagi deh guyonan porno begitu.

Malam ini, tepat pukul delapan malam, aku udah diberikan nikmat yang luar biasa; udah mandi, pakai skin care, dan bersiap untuk tidur.

Aku mengatur suhu pendingin ruangan menjadi 27 derajat celcius. Ah, pas. Nyaman. Aku nggak akan bisa tidur kalau suhunya terlalu dingin.

Sejurus kemudian, aku menarik selimut. Wait.. rasanya benar-benar aneh saat tanganku menarik selimutku.

Rasa kantukku mendadak hilang saat kembali menyadari sesuatu yang berkilau di jari manis tanganku. Aku lihat lagi cincin berdasar dari emas putih itu. Tanpa sadar, aku menghela nafas.

Mau dibawa kemana, ya, cincin ini?

Aku melepas benda logam itu, dan mulai mengamatinya. Nggak sadar, aku menghela nafas yang cukup panjang.

Eh tapi, omong-omong soal cincin, saat aku berkunjung ke rumah mas Bumi seminggu lalu, aku benar-benar jelas melihat ada sebuah cincin yang melingkar di jari manisnya. Sumpah. Aku yakin banget, aku nggak salah melihat. Tapi, pas acara tadi, pas aku mencoba menyematkan cincin untuk mas Bumi ke jari manis tangan kirinya, cincin itu musnah. Aku cari di tangan sebelah kanan pun juga nggak tampak.

Anjrit. Jadi overthinking. Apa sebelumnya, mas Bumi udah pernah lamar seseorang sebelum aku?

Kalau belum pernah, cincin saat kami bertamu kemarin dari siapa dong?

Kalau udah pernah, kenapa sekarang dia malah melamarku?

Asli. Bingung.

Begini nih kalau nggak kenal sama calon suami sendiri.

Apakah aku membuat keputusan yang tepat?

Misal, nih, misaaaaal..

Batal nih. Nggak lanjut ke tahap pernikahan. Apakah aku masih bisa melanjutkan kehidupanku dengan kembali normal?

But there is no way for turning back.

Ya Allah, Arawinda akan benar-benar menikah.

Siapkah aku?

Siapkah mas Bumi?

Siapkah kami?

Bagaimana dengan mentalku?

Bagaimana dengan perasaanku yang sebenarnya? Apakah aku benar-benar harus menjalankan ini semua?

Satu hal yang perlu aku tekankan adalah aku nggak ingin mempermainkan sebuah hubungan antar manusia. In this case; sebuah pernikahan. Jadi.. aku harus benar-benar mempertimbangkan bahwa jika aku melanjutkan pertunangan ini sampai ke pernikahan, ya aku akan mempertahankan hal yang udah aku lakukan; pernikahan. Bagiku, menikah itu adalah tanggung jawab seumur hidup, dan hanya maut yang menyelesaikan.

Hanya saja.. di case pernikahan ini, orangnya adalah mas Bumi. So.. should I?

Argh.

Bayangin kami berdua jadi suami-istri, tinggal serumah, terus berumah tangga saja membuatku mules semules mulesnya.

9096 (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang