18

13K 1.9K 245
                                    

Aku berani bersaksi bahwa nggak ada yang lebih awkward dari situasi saat ini. Ya, atau memang suasana sebuah acara lamaran memang seharusnya seperti ini?

Aku duduk di sebuah kursi. Kursi ini diletakkan di baris paling awal, bersama dengan dua kursi lain di sisi kanan dan kiriku. Aku duduk di antara Mama dan Papa.

Sementara di seberangku tepat, yang terpisah oleh sebuah meja berukuran sedang, duduklah mas Bumi beserta pak Adimas dan bu Adimas di sisi kanan dan kirinya.

Acara belum dimulai, tapi perutku rasanya melilit nggak keruan.

Aku yang sedari tadi setengah tertunduk, mencoba memberanikan diri untuk melihat apa yang sedang ada di depanku; mas Bumi. Dia benar-benar tepat berada di depanku.

Pagi ini, dia mengenakan atasan kemeja batik dengan warna dasar hitam, dan bermotif merah muda yang entah bagaimana, terlihat senada dengan kebaya yang aku kenakan. Dan.. Kemeja itu terlihat fit di badannya. Dia punya postur badan yang sangat oke, astagaaa..

Heh?

Fokus, Raaaa..

Kenapa malah jadi merhatiin hal-hal yang nggak penting?

Sesaat setelah aku menyadari bahwa acara akan segera dimulai, Mama menggenggam tanganku. "Lihat ke depan, nduk." Kata beliau.

Aku.. yang nggak tahu kenapa jadi dag-dig-dug saat disuruh menatap ke depan, mendadak salah tingkah. Ya, gimana nggak salah tingkah, yang ada di depanku juga sedang menatapku?!?!?!?

Asdfghjkl banget.

Saat mata kami berdua nggak sengaja bertemu, mas Bumi terlihat mengucapkan sesuatu.

"Sudah sarapan?" Kira-kira begitu yang bisa aku tangkap dari gerak mulut mas Bumi.

Aku mengangguk.

Dia mengacungkan satu jempol tangannya.

"Bismillahirrahmanirrahim.." ucap pembawa acara pada pagi hari ini. Dia adalah Tiara; sepupuku, yang didapuk langsung oleh Seruni untuk menjadi pembawa acara pagi hari ini. Tiara ini adalah anak dari adik Mama; om Indra. Dia ini lulusan Ilmu Komunikasi dan udah sering membawakan acara-acara resmi, termasuk acara lamaran seperti ini.

Saat Tiara mengucapkan rangkaian kalimat pembuka, aku kembali nggak fokus. Mataku berkeliling. Pagi ini, memang nggak sampai para tetangga datang dan meramaikan, hanya keluarga intiku dan mas Bumi. Dariku, hanya ditambah Gemi dan bu Surti. Sementara dari mas Bumi, aku melihat suami mbak Wulan beserta seorang laki-laki yang bisa jadi kerabat mas Bumi.

Acara dilanjutkan dengan doa bersama. Pada bagian ini, aku benar-benar berdoa dengan sungguh-sungguh agar pagi ini, aku diberikan hasil yang terbaik. Ya, terbaik untukku dan mas Bumi.

Semoga misi rahasia kami berdua berhasil.

Aamiin.

Berdoa selesai.

***

Aku pikir, proses tembung ini akan disampaikan oleh perwakilan dari keluarga mas Bumi dulu; bisa jadi pak Adimas, seperti yang aku sempat lihat di Youtube. Iya, si norak Arawinda sempat searching bagaimana sih prosesi acara lamaran itu. Nyatanya, proses tembung justru langsung dilakukan oleh mas Bumi sendiri.

"Untuk mas Bumi Adikara, silahkan disampaikan.." ujar Tiara sembari mempersilakan mas Bumi untuk mengambil microphone yang ada di depannya.

Yup, bisa ditebak. Degup jantungku langsung nggak keruan temponya. Kayak mau dilamar beneran aja.

Mas Bumi mengangguk, kemudian meraih microphone tadi. "Bismillahirrahmanirrahim.." ucap mas Bumi.

Entah perasaanku saja, atau suasana di ruangan seluas ini seketika berubah menjadi hening?

9096 (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang