4

17.7K 1.8K 106
                                    

"Yang ini untuk Ibu Arawinda Puspa yang terhormat," kata Didi sambil menyerahkan sepucuk kertas undangan pernikahan.

Aku yang sedari tadi sibuk dengan layar monitor di depanku, seketika mendongak. "Siapa nih? Nikah lu?" Aku meraih kertas itu, dan menelaahnya.

Didi menggeleng. "Ya kaliiiii.." dia langsung menyebelahiku. "Rival anda yang menikah, ibuuuu.." dia berbisik manja ke telingaku.

Aku segera membuka plastik yang membungkus undangan atas nama Kiran Soeprapto dan calon istrinya. Hari Minggu besok dia akan melangsungkan pernikahan. Aku mengenyahkan undangan tadi ke sisi meja.

"Bagus deh." Tukasku. "Aku jadi nggak perlu repot-repot nanggepin kalo ada yang bilang, "sekarang rival, besok sakral" lagi."

Didi berdecak. "Bisa gini, ya. Nikahnya sebelum presentasi."

"Emang kenapa?" aku sedikit sensitif kalau ada yang menyinggung tentang presentasi.

Dia memandang sekeliling. "Nggak takut? Semangat penganten baru. Masih membara-membaranyaaaa.." ujar Didi sambil memaju mundurkan pinggulnya.

Aku terbahak puas. Orang gila.

Orang gila itu adalah Dipta Hamid. Atau biasa dipanggil Didi Hadid. Nggak, bukan aku atau bahkan anak-anak kantor yang menamainya. Dia sendiri yang berinisiatif self branding dengan nama itu.

Didi adalah salah satu junior cowok yang cukup dekat denganku. Namanya doang yang cowok banget, aslinya teteup sabun colek.

"Lau sendiri kapan mau nikah, ceu?" Lanjutnya.

Aku mengenyahkan pundakku. "Besok kalau Nicholas Saputra berhasil jadi Brand Ambassador kita." Jawabku sekenanya.

Didi mendengus. "Berat ah, ceu.."

Aku bekerja di sebuah perusahaan multinasional yang bergerak dalam bidang busana seperti baju, celana, sepatu, tas, dan lain-lain. Markasnya sih ada di Semarang, karena pendirinya adalah orang Semarang. Tapi, produk-produknya sudah dipasarkan online hampir di seluruh Asia. Kalau store offline-nya sih sudah ada hampir di seluruh mall Indonesia. Cuma ya itu, markas besarnya hanya ada di Semarang. Agak riweuh kalau semisal butuh untuk acara visit ke store-store yang berbeda provinsi.

"Ntar makan siang dimana?" Tanya Didi.

Aku berpikir sebentar. Aku lagi pingin yang pedas dan berkuah. "Pempek yuk," ajakku.

Didi mengangguk.

"Oke. Mau pempek mana? Di mall atau di Musi aja?"

Didi tampak berpikir.

"Kelamaan lu ceuuu.. kayak mikir jodoh." Cibirku.

Rekanku itu nyengir. "Eyyyymmmmmmberrrr.. mikir mau makan apa aja lama, apalagi mikir mau menghabiskan sisa hidup dengan siapa.." jawabnya nggak kalah heboh. "Mall aja lah," tukasnya.

Aku mengangguk. "DP Mall, ya.. mau cek sekalian nih Kelana Trousers yang kemarin heboh di TikTok.."

Didi yang semula sedang sibuk menata rambutnya, langsung menatapku sinis. "Bahkan kita tuh makan di luar untuk istirahat sejenak dari dunia pekerjaan lho. Dan anda dengan santainya bilang sekalian mampir ke store?"

Aku nyengir. "Ya, gimana dong. Satu tempat 'kan?"

"Kadang aku mikir, kalau manusia-manusia lain tuh dalam sehari cuma dikasih jatah waktu 24 jam, kamu doang yang sukarela request untuk jatah 48 jam." Didi sampai berdecak heran.

"Lebay.. lebay.." kataku sambil mengkibaskan tanganku. "Ya, gimana dong, satu detik pun tetap berharga untukku yang lincah ini." Kataku sambil sedikit berjoged, meskipun masih dalam posisi duduk.

9096 (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang