Happy reading
.
.
.
.Ting...
Suara notice ponsel berlogo apel milik Quenza menampilkan chat di aplikasi hijau. Tangannya terulur memencet lencana tersebut mendapati chat dari Sisil yang tidak bisa ikut untuk menjemput sahabatnya yang besok pulang dari Jerman.
Si silmon 🌿: Sorry za, besok gue nggak bisa ikut ke bandara.
Zaza🍒: Lah kenapa?
Si silmon 🌿: Sorry, gue ada acara keluarga.
Zaza🍒: oh, gue kira lo kenapa gitu. biar gue aja sama Jesica yang jemput Satria,
Silmon 🌿: oke, gue tutup dulu bye.
Quenza kembali meletakkan ponselnya di atas nakas samping tempat tidur. Kepalanya mendongak setelah merasa ada seseorang yang mengamati pergerakannya. Yup, Devan. Laki-laki itu bersandar pada tembok sembari melipat kedua tangannya.
"Dari Sisil," ujar Quenza melirik jam dinding yang berdetak menunjukkan pukul 22.30, namun mata yang membesar dan ekspresi wajah seperti orang panik membuat sang suami sontak melirik kearah jam dinding tersebut.
"Why?" Devan mendekatkan wajahnya tepat di depan wajah Quenza.
"Liat jam setengah sebelas," balas Quenza menunjuk jam dinding dengan wajah bebelac.
"Terus?" Devan menahan tawanya melihat wajah polos sang istri yang menggemaskan.
Quenza bergegas menggulung dirinya dengan selimut. "Hah! Besok kan gue jemput Satrianto bisa telat gue,"
"Lucu banget sih istri Devan." ucap Devan terdengar berat.
Quenza membuka pelipis mata dengan senyuman indah yang tersungging di bibir. "Istri siapa dulu dong! pak ketu!"
"Pak ketu? Gue bukan ketua kelas atau ketua rt?" ujar Devan tersenyum jahil, menjahili istrinya yang suka marah.
"Devan!" pekik Quenza membalikkan badan melihat Devan yang tersenyum lebar.
"Apa sayang??"
Devan menggesek hidungnya dengan hidung Quenza. "Gemes banget sih, jangan marah-marah dong. Nanti cantiknya ilang,"
Devan mendekatkan wajah ke perut Quenza."Baby, liat mama kamu marah sama papa." ujarnya seakan-akan mengadu jika sang mama marah kepada papanya, terhadap anaknya yang masih sebesar sebiji jagung.
Quenza memutar bola malas. "Astaga, papa Devan emang anaknya ngerti?,"
"Hehehe ...pasti ngerti, ya nggak boy." balas Devan seakan sudah mengerti jika sang anak pasti laki-laki.
"Terserah yang mulia, dan yang jelas anak ini girl!" ucap Quenza malas menghadapi perkataan Devan yang membual.
"Nggak! Harus boy." pekik Devan.
"Girl." Quenza menggertak gigi menatap tajam Devan.
"Mau boy atau girl nggak masalah, yang penting sehat." ujar Quenza mencari jalan tengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
QUENZA
Teen Fiction[SEBELUM MEMBACA DIHARAPKAN FOLLOW DULU, TERIMAKASIH] Quenza Putri Alexandra, siswi berambut panjang tergerai, berhidung mancung. Memiliki hobi membaca novel dengan genre yang berbeda-beda, terlebih cerita sedih. Namun, ia tak menyangka jika alur h...