QUENZA|29

1K 38 3
                                    

HAPPY READING
.
.
.
.

---✧---✧---

Terik matahari memancarkan cahaya yang panas seperti membakar kulit. Tiga orang lelaki berdiri mengangkat tangannya di ujung alis menghadap kearah tiang bendera. Kerutan di dahi muncul bukan karena dia sudah tua atau apalah itu, namun karena sinar matahari yang menyilaukan mata.

"Bolos yuk." Kedua lelaki itu menoleh kearahnya.

Fian mengelap keringat yang bercucuran di dahinya. "Mana lapar lagi perut gue." ucapnya mendengar suara perutnya yang keroncongan.

Devan melangkah mengambil tas yang tergeletak di bawah pohon. Lelaki tersebut melangkah pergi meninggalkan kedua temannya yang senantiasa hormat pada tiang bendera. Manik keduanya menoleh menatap kepergian Devan yang mulai menghilang dari pandangannya.

"Lah, mau kemana tuh anak." ujar Fian mengerutkan dahi.

Sementara Daniel, lelaki yang berdiri di sampingnya melangkah berjalan kearah pohon beringin. Mengambil tas yang tergeletak di bawah pohon lalu pergi begitu saja meninggalkan Fian yang kebingungan. "Lo mau kemana?" pekik Fian.

"Bolos!" Daniel melangkahkan jenjang kakinya pergi dari lapangan.

"Niel tungguin gue!" pekik Fian menyambar tas hitam yang tergeletak di bawah pohon. Untungnya tidak ada guru yang melihat mereka bertiga bolos.

---✧---✧---

Devan duduk seorang diri di atas rooftop dengan posisi selonjoran. Wajah yang memerah akibat kelamaan terkena sinar matahari dengan seragam yang tampak urakan. Tak lupa sebatang rokok yang di hisapnya sedari tadi. Manik mata yang terpejam menikmati terpaan angin yang berhembus menerpa wajahnya.

Ting...

Suara notifikasi berasal dari saku celana abu-abu Devan. Tangannya yang berurat tergerak merogoh saku sembari mengucek mata yang sudah menjadi kebiasaannya dari kecil. Lelaki tersebut tampak membelalakkan mata dengan sempurna dengan garis rahang yang tegas. Bisa dibayangkan betapa terkejutnya lelaki itu saat membaca pesan dari seseorang yang sangat ia kenal.

Berdering...

Aldi

Devan: Di, lo dimana?

Aldi: Biasa.

Devan: Anak-anak bolos?

Aldi: Hm, kenapa? Tumben lo nelpon gue?

Devan: ada hal penting yang ingin gue sampaikan ... Kumpulin anak-anak lainnya, gue ke sana sekarang.

Aldi: Hm.

Devan beranjak dari tempat duduknya kemudian melangkahkan jenjang kakinya meninggalkan lantai rooftop. Lelaki tersebut menggerutu pelan kala manik matanya melihat lelaki berkumis tebal yang bersedekap tangan sembari tersenyum seperti psikopat.

"Mau kemana hm? Bolos?" Devan tersenyum kikuk sembari menggaruk tengkuk lehernya. Lelaki tersebut tampak merinding melihat wajah gurunya yang seperti ingin membunuhnya.

"Tau aja pak, permisi pak."

Pak Supri menahan kerah seragam Devan."Eits ... ikut bapak dulu ke bk," titahnya.

"Udah di tungguin bu Susi, emang nggak kangen?" pak Supri lantas mengangkat alisnya sebelah dengan bibir yang menyeringai tipis. Lain halnya dengan lelaki di hadapannya yang cengengesan mendengar nama guru pembina di bk yang terkenal galak. Dulu dirinya memang menjadi langganan di bk. Dengan berjalannya waktu ia kadang berubah menjadi murid yang teladan namun juga masih bandel seperti biasanya.

QUENZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang