QUENZA|23

1.2K 93 39
                                    

Happy reading
.
.
.
.

"Hiks... Hiks... Hiks..."

Quenza menangis sembari tersenyum miris mengingat pertengkaran barusan. Siska mendekap erat tubuh Quenza menyalurkan kekuatan sembari mengelus rambut Quenza dengan lembut. Usapan demi usapan mampu membuat Quenza sedikit tenang.

"Za ... Kamu sama Devan tadi bertengkar gara-gara apa?" tanya Siska menghentikan usapan.

"Sebenarnya hanya salah paham mah." balas Quenza setelah meminum air putih yang dibawakan oleh bi Saroh.

"Tadi kan temen Quenza yang pindah dijerman menelfon Quenza, ngabarin kalo besok dia mau balik ke Indonesia." jelas Quenza diangguki Siska.

"Emang ya itu anak sukanya ngambek mulu ... kek itu," pekik Siska melirik sekilas kearah Kevin yang fokus pada laptopnya.

Quenza terkekeh mendengar perkataan ibu mertuanya yang menyindir suaminya. Kemudian ia melamun memikirkan perkataan yang tadi Devan lontarkan sebelum ia pergi. Ada rasa cemas dan khawatir terhadap pernikahan dimasa yang akan datang.

Siska menyadari akan sikap Quenza yang diam saja, ia bisa menebak bahwa menantunya itu tengah melamun memikirkan masalahnya tadi. Ia berdehem membuyarkan lamunan Quenza.

"Ekhem."

"Udah nggak usah dipikirin, nggak baik untuk kesehatan bayi yang ada dikandungan kamu ... Biar mamah yang bicara sama Devan." ujar Siska menenangkan sang menantu. Quenza mengangguk sembari memeluk Siska.

"Sekarang kamu istirahat udah malem." ujar Siska melihat Quenza yang tampak kelelahan.

"Malam mah ... Pah,"

Quenza mengangguk kemudian berdiri melangkah ke arah anak tangga menuju lantai. Siska menatap sayu punggung Quenza yang mulai menjauh.

"Ck. Anak papah itu memang keras kepala ... Mamah capek ngadepin dia," ujar Siska kesal menghadapi sikap keras kepala anak semata wayangnya.

"Terus mamah maunya gimana?" balas Kevin mengerutkan dahi.

"Entahlah mamah pusing!" pekik Siska pergi meninggalkan Kevin yang menggelengkan kepala.

-----------

Di restoran cepat saji, Aldi duduk melamun sembari mengaduk jus yang tadi ia pesan. Tak lama kemudian seorang menghampirinya dan menarik kursi didepannya dengan kasar membuat sang empu tersentak menatap orang tersebut.

"Why?"

Aldi melihat ekspresi wajah Devan seperti orang marah besar, tapi gara-gara apa? Ia sungguh tidak faham dengan hidup sahabatnya itu.

"Quenza selingkuh." ujar Devan mengada-ada padahal ia belum tau faktanya.

Aldi membelalakkan mata."Lo serius! Jangan ngadi-ngadi lo,"

Aldi masih tidak percaya dengan apa yang barusan Devan sampaikan. Ia tahu sifat salah satu sahabatnya itu dengan istrinya sama-sama tidak ingin mengalah. Ia menggelengkan kepala sembari mengetik nama seseorang di ponselnya.

Dret...Dret...

Quenza: Halo, kenapa di?

Aldi: Lo nggak papa?

Quenza: Hehe, lo nanya gue? Pasti Devan disana kan?

QUENZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang