CHAPTER 41: PEREMPUANKU

34 5 2
                                    

Jae membawa tas ransel di punggungnya yang berukuran besar, dia membawa banyak barang rupanya. Suara dari pengeras suara terdengar nyaring, dia memandang tiket di tangannya. Benar, dia sedang menunggu pesawatnya.

Kemarin, dia mendapat kabar bahwa perempuannya jatuh sakit. Mendengar hal itu, setelah kegiatan kala krisis usai dia langsung memesan tiket dari aplikasi online. Jadwal perkuliahan nya pun dia jadwal kembali untuk beberapa hari ke depan dengan mengambil kelas online.

***

Dasha membuka pintu gedung kala krisis, kelasnya berakhir dengan cepat maka dari itu sekarang dia langsung pergi untuk organisasi. Nana yang juga ikut bersama Dasha menunjuk kursi kosong.

"Kita duduk disana aja."

"Oke," Dasha menyetujui.

Dasha meletakkan tote bagnya di atas meja, dia memandangi satu-persatu mahasiswa lain yang satu ruangan bersamanya. Sepertinya para petinggi organisasi belum datang, pikirnya.

"Apa kita terlalu awal ya datangnya?" Colek Nana pada lengan Dasha.

Dasha melihat jam di tangan kanannya, "sepertinya."

Nana kembali mengambil ponsel yang tadinya dia taruh di meja. Sedangkan Dasha berusaha merapikan rambutnya yang mulai lepek karena hari sudah siang.

***

Pesawat yang ditumpangi Jae sudah sampai di bandara kota tujuan. Akhirnya setelah perjalanan beberapa jam Jae sampai juga, dengan langkah pasti Jae keluar untuk mencari taxi.

"Pak ke alamat ini." Jae menyerahkan secarik kertas kepada sopir taxi.

"Baik." Jawab sopir tersebut.

Bukannya Jae tidak hafal dengan alamat yang akan dia tuju, malah dia sangat hafal di luar kepala. Hanya saja dia merasa nyaman jika menuliskan di secarik kertas lalu memberikannya kepada sang sopir.

Mobil yang ditumpangi Jae melaju meninggalkan bandara. Hatinya sudah bergejolak pikirannya tak karuan setelah mendapat pesan yang mengatakan bahwa perempuannya kambuh.

Melewati sawah, dan hamparan pemandangan hijau serta pertokoan akhirnya Jae sampai di alamat tujuan. Dia segera mengeluarkan uang ratusan ribu untuk dibayarkan kepada sang sopir.

"Makasih pak." Ucapnya lalu keluar dari taxi, dan membawa tasnya kembali di bahunya.

Aroma khas kemenyan meruak memasuki indra penciuman Jae. Tanpa mengetuk gerbang dia masuk ke dalam rumah khas bali.

"Pak apa kabar?" Tanyanya begitu memasuki ke dalam halaman rumah tersebut.

Seorang pria paruh baya yang duduk di sisi pendopo rumah menengok ke belakang. Senyumnya mengembang membuat tanda keriput di sebelah matanya terlihat saat menemui Jae datang.

Pria paruh baya tersebut menghampiri Jae dan memeluknya, "kabar bapak sangat baik."

"Apa bapak baik-baik saja?" Tanya Jae begitu sang bapak melepaskan pelukannya.

Pria paruh baya tersebut mengarahkan Jae agar masuk terlebih dahulu ke dalam rumahnya, "Kemana dia pak?" Tanya Jae.

"Duduk dulu, bapak bikinin minum oh iya tas kamu taruh di kamar dulu." Ucap bapak lalu berlalu menuju ke arah dapur.

Jae memang sering kemari, dan jika kemari dia biasanya menghabiskan waktu berhari-hari maka dari itu ada kamar khusus yang di siapkan untuk Jae saat dia datang menginap. Tak merasa sungkan Jae langsung meletakkan tasnya ke kamar tamu yang biasa dia tenpati.

Seusai dia taruh tas tersebut diatas kasur Jae kembali keluar. Dia menuju kamar yang tak jauh posisinya dari kamar tamu yang biasa dia tempati. Dia mengetuk dulu pintu tersebut sebelum memasukinya.

Titik Rasa | Jung Jaehyun (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang