CHAPTER 42: SHUTTLECOCK

30 5 1
                                    

Dasha mengerjapkan matanya, jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Benar Dasha baru saja bangun tidur, akhir-akhir ini tubuhnya merasa tidak bisa diajak kompromi sama dengan otak dan hatinya.

Hari sudah berganti minggu, setelah satu hari kemarin Dasha bermalas-malasan, tidak mandi seharian, hanya berdiam diri di kamar, makan hanya sekali itu pun dia makan mie instan. Dan untuk hari ini Dasha juga masih enggan keluar dari kamar asramanya.

Rambutnya pun berantakan, tidak Dasha sisir seharian. Kamarnya pun dia biarkan acak-acakan biasanya saat dia sudah bangun pagi, langsung melipat selimutnya dan membersihkan kamar tapi hal itu tidak dia lakukan lagi hari ini.

Dasha bangkit dari arah tempat tidur menuju ke cermin panjang, dia lihat pantulan dirinya. Sama persis seperti seseorang yang tengah depresi.

Tok.. Tok..

"Sha lo masih tidur?" Teriak Nana dari balik pintu kamarnya.

Dasha memandang ke arah pintu, dia bingung harus membuka pintu atau tidak karena dia masih malas untuk bertemu manusia lain. Tapi Nana di luar sudah menggedor pintu tak karuan, terpaksa Dasha membuka pintu kamarnya agar tidak mengganggu tetangganya yang lain.

"Ada apa?" Tanyanya langsung pada Nana.

Nana memandang jijik ke arah Dasha, "iuh.. Lo dari kemarin belum mandi?"

Dasha hanya menjawab dengan menganggukkan kepalanya.

"Lo kemarin kemana aja? Gue telpon nggak diangkat." Nana langsung masuk ke kamar Dasha tanpa izin.

"Ih.. Sha lo kenapa sih? Kamar lo berantakan banget!" Belum sempat Dasha menjawab, Nana kembali protes.

"Na gue lagi stress, jadi daripada gue tambah stress akibat ocehan lo mending lo diam aja atau lo kembali ke kamar lo." Dasha sungguh sangat capek memikirkan hidupnya yang sudah berat ditambah dengan dia yang sekarang bisa galau karena cowok.

"Daripada lo stress mending lo keluar!"

"Nggak! Mending gue lanjut tidur." Dasha menolak mentah-mentah saran dari Nana dan dia kembali naik ke kasurnya menutup tubuhnya dengan selimut.

Dengan sigap Nana membuka selimut Nana, "tidak baik Sha, ini itu hari baik, lo pasti bentar lagi ada yang ajak keluar."

Suara notifikasi terdengar dari ponsel Dasha setelah Nana berucap hal tersebut barusan.

Dari balik selimut Dasha mengecek ponselnya. Nana pun masih berkacak pinggang memandang temannya yang masih tertutup oleh selimut.

Pesan tersebut berasal dari Winwin, dia mengajak Dasha untuk jalan. Dasha menimbang-nimbang apa dia harus membaca pesan tersebut menerima ajakan Winwin keluar atau menolaknya.

"Sha lebih baik lo terima aja, lagipula lo mau galau-galau nggak jelas gini yang ada lo malah stress." Seperti cenayang Nana yang tahu bahwa Dasha menerima ajakan dari seseorang untuk keluar.

Dasha membuka selimutnya memandang Nana yang tersenyum menggoda ke arahnya, "Jangan-jangan ini ulah lo!"

"Hah? Ulah gue? Emang gue kenapa?"

"Nggak perlu pura-pura, lo kan yang nyuruh kak Winwin."

Nana membelak tak percaya "Oh rupanya Kak Winwin yang ajak lo keluar."

"Benar kan pasti lo?"

"Jadi orang jangan suudzon, nyimpan nomornya aja nggak." Nana langsung mengambil ponsel yang berada di tangan Dasha.

"Hei lo mau ngapain?" Dasha berteriak histeris dan berusaha mengambil ponselnya kembali dari Nana.

"Yess! Terkirim." Nana menunjukkan layar ponsel ke arah Dasha, dengan menyetujui ajakan Winwin.

Titik Rasa | Jung Jaehyun (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang