Relation amicale

9.5K 666 12
                                    


.
.
.

"Renjun hyung!."

"Hmm."

"Renjun hyung!!."

"Apa???."

"Lihat aku?!."

"Apasih bocah?!."

Renjun akhirnya mendongakkan kepalanya dari ponsel dan menatap Chenle yang sedang tersenyum manis sekaligus meringis di hadapannya. Chenle sedikit gugup dengan Renjun yang sekarang ini sedang menatapnya galak.

"Kenapa malah diam?!."

Chenle mengerucutkan bibirnya dan kembali memandang Renjun dengan mata berkaca-kaca, membuat Renjun kaget sekaligus khawatir dengan perubahan mood Chenle yang cepat sekali.

"Kau kenapa, aduh jangan menangis!."

"Hiks."

"Chenle-ya~..."

Renjun berpindah duduk di samping Chenle dan membawanya ke pelukan, mengelus rambut Chenle yang menenggelamkan kepalanya di leher Renjun.

"Mau apa, katakan aku akan berusaha melakukan apapun keinginanmu, ngudam ya, mau aku telfonkan Jisung?!."

Chenle masih tetap menangis walau lirih, Renjun tidak bisa berbuat apapun selain menunggu Chenle tenang dan mengungkapkan keinginannya. Chenle sedang hamil muda, membuatnya lebih sensitif dari biasanya. Tangisan Chenle perlahan berhenti hanya menyisakan sesenggukan kecil. Ia lalu melepaskan dirinya dari Renjun.

"Sudah nangisnya, mau apa hmm?, maaf ya tadi tak acuh padamu?!."

Chenle menggelengkan kepalanya sambil menunduk. Membuat Renjun merasa bersalah, seharusnya ia lebih peka dengan keadaan Chenle sekarang.

"Jangan gitu, aku tidak akan marah, aku akan kabulkan semua keinginanmu, tapi jangan yang sulit ya!."

Chenle akhirnya berani menatap Renjun, masih dengan pout di bibirnya.

"Kangen Mommy~..."

Renjun tertegun, tau pasti siapa yang dipanggil 'Mommy' oleh Chenle.

"Ingin bertemu Haechan, sekarang!."

Chenle mengangguk tapi kemudian menggeleng, membuat Renjun gemas.

"Katanya kangen, kenapa tidak mau bertemu hmm??."

"Mau tapi takut~..."

"Denganku, kita temui bersama, mau ya?!."

Setelah terdiam cukup lama, Chenle mengangguk dan tersenyum senang.

"Tapi ijin Jisung dulu sana, aku juga akan menghubungi Guanlin!."

"Oke!."

.

Haechan berjalan di trotoar jalan yang cukup sepi dengan kruk yang membantunya, setelah kurang lebih berjalan dari apartemennya, ia akhirnya sampai juga di halte bus dan memdudukkan tubuhnya di bangku yang tersedia, ia hanya sendirian saat ini, belum ada orang lain yang mendiami halte tersebut dari tadi. Sudah hampir setengah jam, tapi bus yang ia tunggu-tunggu belum juga terlihat, ia menghela nafas bosan sekaligus bosan, takut terlambat ke tempat kerjanya. Tiba-tiba datang sebuah mobil dan berhenti tepat di hadapannya, Haechan mengernyitkan dahi, tidak mengenali pemilik mobil tersebut, hingga ia membulatkan matanya melihat dua orang yang keluar dari dalam mobil, ia bergerak gelisah dan secara refleks berdiri, tapi malah jatuh tersungkur ke depan, kedua orang tadi memekik kaget dan berlari membantunya duduk, karena posisi Haechan yang jatuh terjerembab, setelah Haechan duduk, salah satu dari keduanya langsung memeluknya erat sambil menangis.

Un Mauvais Amour (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang