Ne veux pas finir

13.2K 1K 57
                                    

.
.
.

"Hoek...hoek ugh..."

Brsshhh

Suara muntahan juga air yang mengalir dari wastafel memulai pagi hari di hidup Jeno yang baru, tinggal sendiri di apartemennya terhitung sudah seminggu lamanya ia meninggalkan rumahnya dan Jaemin, dan sesuai dengan janjinya dengan Jaemin dulu, hari ini ia akan berbicara pada kedua orang tuanya juga Jaemin tentang perceraian mereka, sesudah membasuh wajahnya dan mulutnya di depan wastafel, ia melihat perawakannya sekarang yang lumayan kurus, juga kulit pucatnya yang makin tidak berwarna. Jeno menyikap kemejanya dan melihat baby bump-nya yang sudah mulai muncul walau masih samar karena usia kandungan yang masih terhitung muda. Ia mengelus perut itu seakan mengelus bayi di dalamnya dengan lembut.

"Baby senang tidak hanya tinggal dengan Mama, Mama senang sekali ada baby di perut Mama, walaupun semua orang pergi dari Mama, tapi Mama tidak kesepian karena ada baby bersama Mama sekarang, jangan tinggalkan Mama ya baby, Mama sayang sekali dengan baby!."

Kira-kira itulah rutinitas Jeno di pagi hari, morning sick dan juga mengajak bicara bayinya, ia pun lalu bersiap untuk menuju ke rumah sakit dahulu sebelum menuju kerumah orang tuanya, ia tetap harus kontrol walaupun harus sendirian, Jeno juga sekarang lebih memilih pakaian yang longgar dan tidak menjepit perutnya, walau usia kandungannya belum terlalu lama dan perut yang belum terlalu besar, tapi Jeno tetap mengusahakan agar bayinya nyaman di dalam sana, kali ini Jeno memilih untuk memakai celana longgar dengan bahan karet dan juga kaos oversize putih dilengkapi dengan hoodie biru denim. Setelah siap dengan penampilannya pagi ini, ia memakai sling bag yang di dalamnya sudah terdapat dompet dan ponselnya, lalu menuju ke mobilnya yang berada di parkiran basemen apartemen, Jeno lalu mulai menjalankan pelan-pelan mobil itu untuk keluar dari sana.

.

"Bagaimana keadaannya?!."

"Baik."

"Katakan dengan jelas, jangan singkat seperti itu!."

"Kalau ingin tau lebih detail keadaan Jeno hyung, kau bisa langsung mengawasinya sendiri, atau kalau perlu jemput dia di apartemennya lalu rawat dia dan anak kalian bersama!."

"Kami sudah bercerai!."

"Omong kosong, kau bahkan belum mendaftarkan perceraian kalian ke pengadilan!."

Jaemin terdiam mendengar ucapan Jisung. Ya, dia memang belum menyerahkan surat perceraian itu ke pengacaranya untuk setelah itu diproses di pengadilan, entah kenapa Jaemin memang masih ragu tentang keputusannya kini.

"Hyung aku tau kau mulai mencintai, tidak maksudku menyukai Jeno hyung, tidak ada yang benar dan salah diantara kalian, kalian bisa saling belajar mencintai satu sama lain, apalagi kalian sekarang punya ikatan, bayi itu bayi kalian, dia adalah sumber pengikat diantara kalian berdua, tolong pertimbangkan ini hyung, kau tidak akan melangkah sejauh ini kalau kau tidak benar-benar menaruh perhatian pada Jeno hyung, kuharap kau tidak terlambat saat menyadarinya.

Jisung menepuk pundak Jaemin sebelum benar-benar berlalu dari ruang kerjanya. Jaemin menyenderkan tubuhnya di sandaran kursi sambil meletakkan lengan kanannya di keningnya, seketika ia teringat oleh kata-kata Taeyong tiga hari yang lalu bahwa kemungkinan Jeno menderita cedera kepala berat akibat luka di bagian belakang kepalanya yang terlambat diobati, sedikit rasa bersalah karena ia yang menyebabkan Jeno terluka saat itu dan ia mengabaikannya ditambah dengan kehamilannya sekarang. Jaemin pusing, ia bingung langkah apa yang harus ia ambil sekarang, lalu tanpa berpikir lebih panjang lagi, ia beranjak dari duduknya lalu melangkah keluar dari kantor, tujuannya saat ini adalah apartemen milik pria Lee itu.

.

Setelah mendapat antrian untuk kontrol kehamilannya, Jeno mendudukkan tubuhnya di bangku yang tersedia, ia abaikan tatapan-tatapan dari beberapa ibu-ibu yang duduk tidak jauh darinya, ia tidak terlalu peduli dengan omongan orang-orang tentangnya, yang saat ini ia pedulikan adalah kondisi bayi dalam kandungannya saat ini, berjarak satu bangku darinya, duduk seorang pria yang juga tengah mengandung yang memperhatikannya sejak Jeno duduk tadi.

"Lee Jeno."

Jeno tersentak dan seketika menoleh ke samping dan terkejut melihat Haechan, pria yang memperhatikan dan memanggilnya kini.

"Haechan?!."

"Kau h-hamil?!."

"Y-ya."

"Anak siapa, Lucas atau Jaemin?!."

Mungkin karena hormon kehamilan, Jeno agak tersinggung dengan ucapan Haechan saat ini, ia pun berdiri perlahan dan berjalan ke arah Haechan duduk.

"Apa maksudmu?!."

Haechan berdiri, dan saat ini posisi mereka saling berhadapan.

"Bukankah kau juga tidur dengan Lucas, jadi bukankah aku tidak salah bertanya anak siapa yang kau kandung itu!."

"Diam dan jaga ucapanmu!!!."

"Kenapa, apa kau malu sekarang Lee Jeno!."

"DIAM!!!."

Jeno yang emosi langsung pergi meninggal Haechan yang terpaku di posisinya saat ini. Dapat ia lihat tadi mata Jeno yang menahan tangis juga tubuh yang bergetar. Ia mulai merasa bersalah sekarang, untuk itu ia juga ikut pergi melangkah mencari Jeno yang tentunya sudah ada di parkiran mobil rumah sakit, beberapa saat kemudian ia menemukan Jeno yang membuka pintu mobilnya sambil memegang kepalanya seperti sedang kesakitan, Haechan berjalan agak terburu-buru untuk menyusul Jeno tapi sudah terlambat, mobil Jeno perlahan berjalan keluar dari parkiran, untuk itu Haechan segera menuju mobilnya untuk menyusul Jeno.

.

Beberapa kali Jaemin memencet bel apartemen Jeno tapi sudah beberapa menit tidak ada yang menbuka pintu tersebut, apa Jeno sedang pergi saat ini, ia lalu mulai melangkah keluar apartemen Jeno untuk menuju mobilnya. Hari ini adalah hari dimana Jeno akan mengungkapkan tentang perceraian mereka pada kedua orang tua mereka, jadi mungkin saat ini Jeno sedang berada di rumah keluarga Lee atau mungkin di rumah keluarga Na, jadi Jaemin memutuskan untuk menuju ke sana.

.

Jeno menangis, menahan sakit di hati dan kepalanya, setelah pertengkarannya dengan Haechan tadi sungguh semakin membuat lukanya semakin menganga, ia semakin disadarkan bila tidak ada yang mengharapkan kehadirannya di dunia ini, ia sudah benar-benar dibuang, ia ingin bertahan demi anaknya tapi kenapa rasanya sulit sekali, karena tidak terlalu memperhatikan jalan, ia tidak tau bahwa sekarang lampu lalu lintas menunjukkan warna merah, refleks Jeno menginjak kuat pedal rem mobilnya, membuat mobil itu berhenti secara mendadak dan sedikit berguncang, guncangan tadi membuat tidak hanya kepala Jeno yang sakit tapi juga perutnya, alhasil kedua tangan Jeno memijat kepala dan perutnya, berharap rasa sakit itu sedikit mereda, tapi bukannya mereda, tapi malah semakin sakit rasanya, perlahan keluar darah dari hidung dan juga di sela kaki Jeno, juga cairan bening dari telinganya, Jeno mulai sedikit demi sedikit kehilangan kesadarannya saat ini, tidak sengaja pula kaki Jeno menginjak pedal gas, membuat mobil itu berjalan perlahan di tengah lalu lintas yang ramai. Jeno belum sepenuhnya pingsan saat tiba-tiba muncul seseorang yang berjalan sedikit berlari di samping mobilnya sambil mengetuk-ngetuk kaca dan memanggil namanya.

"Jeno...Jeno...stop...berhenti...Jen apa kau bisa mendengarku?!!."

"H-haechan ugh~..."

"Hentikan mobilnya Jeno...berhenti...tolong...tolong...tolong hentikan mobil ini!."

Jeno semakin jauh dari kesadaran dan ia sepenuhnya pingsan saat beberapa orang berusaha menahan mobilnya agar berhenti, setelah sepenuhnya berhenti, seseorang memecahkan kaca pintu belakang mobil dan berhasil membuka pintu kemudi lewat sana, setelahnya seseorang itu membawa Jeno keluar dari mobil dan menggendongnya dengan panik ke arah mobilnya.

"Haechan kau ikut aku, jaga Jeno di belakang!."

"Y-ya."

















































TBC

Double up karena gw lg baek, dan beberapa readers rela mau daftar jadi art-nya nyenyo, wkwkwk ngakak banget baca komenan kalian🤣🤣🤣.

Nb: -Benci karakter boleh, tapi jangan benci personal ya
-More typo
-DLDR
-Sampai jumpa kapan-kapan🙏🙏🙏

Un Mauvais Amour (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang