Gwen menatap Jax yang berjalan dengan wajah yang merah. "Jax." Gwen mencekal tangan Jax tetapi Jax langsung menariknya.
"THAT F*CKING ASSHOLE KISSED MY WIFE!" kata Jax dengan keras sambil menunjuk ke arah pintu di mana Jay berada.
Gwen membulatkan mata mendengarnya dan langsung menoleh pada ruangan Jay ditempatkan. Jax terus melangkah dan pergi ke kamar untuk menemui Glitzy.
"Apa kata Jax?" tanya Morgan sambil berjalan mendekati Gwen, Morgan mendengarnya dan sedang meminta kepastian jika ia tidak salah mendengar.
Gwen menggeleng-gelengkan kepala dengan mata yang berkaca-kaca. "Jay sakit deh kayaknya, udah nggak bener dia. Jay..." Gwen terdiam sambil memejamkan mata dengan dadanya yang terasa sesak. "Itu anak kenapa, sih?"
Morgan menyentuh pembatas tangga dan meremasnya dengan kuat. "Jayden." gumam Morgan dengan kepalanya yang mulai pusing.
"Udah, udah gila dia. Masukin ke rumah sakit jiwa aja deh, bener-bener keterlaluan!" Gwen pergi menuju kamar dengan kedua matanya yang berkaca-kaca.
Jax duduk di tepi tempat tidur sambil memejamkan mata dan menggenggam tangan Glitzy yang ia tempelkan ke keningnya, merasakan pergerakan dari tangan Glitzy, Jax menjauhkan tangan Glitzy dari kening.
Glitzy membuka matanya dan terkejut sampai langsung duduk setelah sebelumnya berbaring.
"Hei, Sayang. Aku Jax, Jax, suami kamu."
Glitzy mulai menangis sambil menggeleng dan memeluk kedua kakinya.
"Aku Jax, liat, ini cincin nikah kita. Aku suami kamu, Jax, Jaxson." Jax tersenyum sambil menunjuk cincin pernikahan mereka. "Ini kamar kita, itu juga ada foto waktu kita nikah. Aku suami kamu, Sayang." Jax sempat menunjuk ke arah bingkai foto pernikahan mereka.
Glitzy menatap jemarinya lalu menatap foto yang Jax tunjuk, Glitzy beralih menatap Jax dan Glitzy kembali menangis sambil mendekati Jax, memeluk suaminya.
Jax menghela napas sambil memejamkan mata, membalas pelukan Glitzy dengan erat.
"Aku takut." bisik Glitzy.
"Kamu udah aman, kamu aman. Ada aku sekarang, kamu aman." Jax mencium kening Glitzy lalu mengusap-usap punggung perempuan itu.
"Jay jahat. Jay..." Glitzy terdiam dan tangisannya kian menjadi-jadi saat mengingat Jay menciumnya.
"Nggak perlu kamu ceritain, aku udah tau. Aku udah pukul Jay, tendang Jay, maki dia juga. Ada aku sekarang, ya? Kamu aman sama aku."
Glitzy menyembunyikan wajahnya di leher Jax dengan pelukannya yang mengendur karena lelah sendiri memeluk Jax dengan erat, tenaga Glitzy belum pulih sepenuhnya.
"Jayden mengalami stres berat dan jika tidak mendapatkan penangan lebih lanjut, akan menyebabkan depresi, Pak." kata seorang dokter pada Morgan.
Morgan diam, begitu juga dengan Gwen yang sedang berdiri di depan jendela berukuran besar.
"Penanganan lebih lanjut?" beo Morgan lalu mengangguk. "Tolong lakukan, Dok."
"Baik, Pak."
Morgan mengangguk dan menatap pengawal untuk mengantar sang dokter sampai ke depan rumah. Setelah dokter pergi, Morgan mendekati Gwen, menyentuh kedua bahu wanita itu.
"Kita nggak bisa biarin Jay gitu aja, Jay harus ditolong, aku nggak siap kalo Jay harus kayak Driz." ucap Morgan.
"Aku nggak yakin Jay jadi kayak gitu karena kita, awal mulanya karena Glitzy yang nikah sama Jax dan ternyata Jay belum move on." kata Gwen.
"Intinya Jay harus diobati. Jay di sini aja menurut aku, tetep dijaga karena kita juga harus awasi dia. Nanti kita kasih tau May."
"Jay kenapa?" tanya Jax yang baru saja datang.
"Kata dokter, Jay stres berat. Kayaknya Jay nggak perlu diasingkan, ya, kita obati dulu Jay dan abis itu kita pikirin soal sanksi untuk Jay. Jujur, Daddy nggak mau kalo Jay harus kayak Onti Driz." kata Morgan.
"Emang kenapa kalo kayak Onti Driz? Hitung-hitung karma karena dulu katanya Jay selalu ejek Onti Driz waktu lagi sakit." Jax pun pergi.
"Orang tua mana yang tega liat anaknya gila, Jax." gumam Morgan lalu menghela napas panjang sedangkan Gwen memilih untuk lebih banyak diam.
"Jay stres berat, jadi, Jay di sini dulu." kata Morgan pada May.
"Stres?" beo May.
Morgan mengangguk. "Nggak pasti stres karena apa, yang pasti, Daddy mau kamu tetep ada untuk Jay."
"Jadi, Jay beneran culik Glitzy?" tanya May.
"Waktu ditemuin, Jay lagi berdua sama Glitzy dengan keadaan Glitzy yang nggak baik-baik aja. Glitzy ketakutan, bahkan ngeliat Jax aja takut karena Glitzy pikir Jax itu Jay."
"Terus, Jay ada di mana sekarang?" tanya May lagi.
"Mau ketemu? Biar Daddy anter." Morgan yang sedang duduk beranjak dan berjalan lebih dulu.
May berjalan di belakang Morgan dengan perasaan yang campur aduk, May menatap Morgan yang berhenti melangkah di mana sepertinya mereka sudah sampai. Morgan mempersilakan May untuk masuk, hanya May.
May pun masuk dengan pintu yang ditutup oleh pengawal, May menatap Jay yang sedang duduk di kursi di mana ruangan yang tadinya kosong sudah diberi fasilitas layaknya sebuah kamar tidur.
May berjalan mendekati Jay yang sedang menatapnya. "Kamu lagi sakit katanya."
"Mereka yang sakit." balas Jay seraya mengambil sebatang rokok dan menyelipkannya ke bibir.
"Aku beneran mau kita cerai." kata May.
Qotd: kalo Jay sama May cerai, setuju?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Regrets [COMPLETED]
Teen FictionDi saat Jax dan Glitzy diselimuti kebahagiaan setelah resmi menjadi sepasang suami istri, di saat itulah Jay dan May merasakan penyesalan dan dipenuhi kekacauan.