🌿1➷

75 5 0
                                    


"KEPADA PEMBINA UPACARA HORMAT GERAK!"

"TEGAP GERAK!"

"Dewan guru berkenan untuk meniggalkan lapangan,"

"Upacara selesai masing-masing pemimpin barisan membubarkan barisannya,"
...

"Huh kapan kita upacara dibawah Ac?" tanya Saskia mengipasi lehernya yang penuh dengan keringat.

"Sejak kapan emangnya ada peraturan gitu?" tanya Dafikah si gadis mungil namun cerewet.

"Ya itu makanya gue tanya kapan kita bisa upacara di bawah Ac biar adem,"

"Itu maunya lu!" sahut Ardan berdiri di depan Saskia dan Dafikah. Ardan tadi bertugas menjadi pemimpin barisan kelas XI Ipa 1.

"Nyambung aja lu Black," balas Saskia malas. Dafikah terkikik geli melihat raut wajah Ardan yang kesal. Dari banyaknya siswa di SMA Golden ini cuma Saskia yang memanggilnya Black.

"Gue punya nama, Ardan ganteng. Jadi stop manggil gue black. Buta mata lu ya? Kulit gue sama sekali gak gelap!"

"Terserah gue dong manggil lu apaan. Masih untung gue panggil black lu!"

"Terserah."

Ardan menghampiri geng nya, geng Vincenzo dan pergi menuju kantin. Sudah hal biasa bukan sehabis upacara, semua siswa menyerbu kantin.

"Dah yuk ah gerah gue. Ke kelas aja sambil nunggu mereka berdua," ucap Saskia merangkul Dafikah. 'Mereka' yang dimaksud adalah Alea dan Areta. Tadi sebelum upacara selesai Alea menarik tangan Areta meninggalkan lapangan.

Di lain tempat, terlihat Alea yang masih memegang perutnya.

"Sakit banget," keluh Alea.

"Beneran pms emang?" tanya Areta menatap Alea yang menahan sakit perutnya.

"Yaiyalah, gak mungkin gue nipu lu," balas Alea sewot.

"Trus kenapa lu narik gue? Kan ada anak Osis yang bisa nemenin lu uks,"

"Jadi lu gak mau nemenin gue?"

"Kagak! Sensian amat lu,"

"Mending kita disini aja deh gak usah ke uks atau ke kelas. Males banget liat muka pak Tong tong pagi begini," ucap Alea yang kembali mengoleskan minyak kayu putih ke permukaan perutnya.

"Hm gue juga males sih. Paling males lagi kalau lihat geng Vincenzo. Recok banget mereka bertiga,"

"Udah biasa gue mah," balas Alea mengeluarkan handphone miliknya.

"Itu kan lu! Eh chat duo jablay gih, minta tolong izinin kita ke Pak Tong Tong,"

"Ini gue mau chat mereka,"

"Ini gue mau chat mereka,"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*abaikan jam*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


*abaikan jam*

Saskia meletakkan hp nya lalu mencari wajah sang sekretaris.

"Itu noh sih Wiwi lagi di luar sama geng nya," tunjuk Dafikah.

"Ngapain sih mereka di luar. Gue mager manggilnya,"

"Teriak aja, suara lu kan hampir sama kek Vinzo. Toa."

"Sembarangan ya kalau ngomong,"

Dafikah berjalan keluar memanggil Wiwi sang sekretaris.

"Kenapa?" tanya gadis keriting itu tanpa menghampiri Saskia.

"Alea sama Areta izin ke uks," jawab Saskia singkat. Semua penghuni kelas udah tahu kalau Saskia dan Wiwi tidak akur.

"Trus?" tanya Wiwi bingung.

"Bego ya lu! Izinin lah ke guru! Percuma banget lu jadi sekretaris,"

"Hubungannya mereka gak masuk kelas sama gue apa!"

"Lu-"

Ucapan Saskia terpotong karena guru sudah masuk kelas. Kelihatannya Alea dan Areta salah. Bukan Pak Tongtong yang masuk jam ini tapi buk Mahgena. Guru paling julid dan anti toleransi siswa.

Saskia dan Dafikah refleks menepuk kening mereka berdua. Mereka saling menatap iba memikirkan nasib kedua temannya nanti.

"Kenapa muka kalian seperti itu?" tanya Buk Mahgena.

Semua siswa menggeleng ragu. Ada dua masalah sekarang. Pertama, sang juara kelas saat ini sedang tidak berada di kelas alias Alea dan Areta. Kedua, geng Vincenzo juga sepertinya terlambat masuk. Semua siswa pasrah kalau mereka akan menerima surat panggilan untuk orang tua lagi.

"Aneh-aneh aja kelas ini. Kenapa sepi sekali? Mana absennya? Bagi yang terlambat atau tidak masuk kelas saya, saya akan mengurangi nilai mereka."

"Ardan Sebastian."

Kelas menjadi hening. Ardan belum masuk kelas bersama Ifon dan Vinzo.

"Oh anak ini lagi yang telat masuk kelas di jam saya ya. Ok!"

"Effan Magapon!"

"Magafon buk,"

"Oiya Magafon, mana anaknya?"

Kelas hening kembali. Saskia menatap malas tempat duduk geng Vicenzo. Emang gak ada jera mereka.

"Oohh jadi mereka bertiga gak masuk? Termasuk si ketua geng nya itu? Si papan zodiak?"

"Farhan Vinzo buk," sahut Saskia malas.

"Nama mereka aneh semua,"

"Mata ibuk yang aneh," gumam Dafikah.

"Margaretha stepaktani? Ini namanya lebih aneh,"

"Terserah ya buk," ucap Saskia pelan. Padahal buk Mahgena sudah menggunakan kacamata tapi selalu salah menyebut nama siswa.

"Mana yang namanya Margaretha?"

"Izin buk sama Alea, mereka di uks buk," ucap Rafika.

"Uks mana? Saya sudah keliling melihat Uks. Semuanya kosong! Kamu nipu saya?" tanya buk Mahgena melotot ke arah Rafika.

Dafikah menelan air liurnya dengan susah. Ia menatap Saskia yang berada disamping kanannya. Meminta tolong.

"Tapi tadi mereka izin ke uks buk, kami gak tahu uks yang mana," sambung Saskia pelan.

Tok tok tok

"Masuk, Siapa kamu?"

"Alea buk,"

"Saya Margaretha buk," sambung Areta.

"Tapi tadi teman kalian bilang, kalian ke uks?" tanya buk Mahgena memicingkan matanya.

"I-iya buk, sekarang perut saya sudah tidak sakit lagi. Jadi saya masuk kelas," jawab Alea cepat.

"Hm, untuk kali ini saja saya maafkan!"

Saskia dan Dafikah menghela nafas lega. Hampir saja mata ibuk itu keluar menatap mereka tadi.

"Untung lu chat gue, males banget kena ceramah dia," bisik Alea kepada Dafikah. Jadi posisi duduk mereka ada di depan bangku Saskia dan Dafikah. Alea duduk tepat di depan Dafikah dan Areta di depan Saskia alias paling sudut kelas.

Buk Mahgena pun melanjutkan absen lalu membahas pelajaran sebelumnya.
































jangan lupa voment nya guys

.・。.・゜✭・.・✫・゜・。.

Friend? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang