🌿29*⁀➷

13 2 0
                                    

.
.
.
.
.

"Guys, temenin gue dong. Gue kebelet," Bunga membangunkan Saskia dan Areta yang tertidur. Sekarang sudah jam dua pagi jadi wajar saja semuanya masih tertidur dengan nyenyak.

"Areta aja noh, gue ngantuk Nga," kata Saskia menjauhkan tangan Bunga dari selimutnya.

"Ish, Areta temenin gue dong. Gue kebelet banget huaa," Bunga hampir menangis karena tidak tahan lagi.

"Hm, iya bentar," Areta mengucek matanya pelan lalu ia menatap Bunga heran.

"Kenapa?" tanya Bunga.

"Kok lu dudukin Dafikah?" tanya Areta panik. Posisi tidur mereka itu Bunga sebelah kiri, disebelahnya ada Saskia, Dafikah dan Areta sebelah kanan. Jadi saat ini Bunga duduk ditempat seharusnya Dafikah tertidur.

"Nggak kok, gue gak dudukin Dafikah. Emang dia tidur disini?" tanya Bunga heran. Ditenda mereka hanya dapat cahaya minim jadi karena Bunga tadi buru-buru gak sempat mikir.

"Trus tuh anak kemana?" tanya Areta panik. Seketika kantuknya menghilang.

"Njir dia hilang?" tanya Bunga yang ikutan panik. Saskia langsung duduk mendengar percakapan Areta dan Bunga.

"Sial! Kok bisa hilang sih?" tanya Saskia mengikat rambut panjangnya lalu memakai hoodie dengan cepat. Areta juga memakai jaket lalu keluar dari tenda.

"Mungkin dia ke sungai sendirian? Yuk kesana!" Bunga lari duluan ke arah sungai. Dia tidak bohong kalau dia mau buang air kecil.

Saskia mengambil senter dan lari mengejar Bunga, tapi seseorang menghalangi jalan mereka.

"Pii..." panggil Saskia lirih melihat Dafikah berada digendongan seseorang.

"Dafikah kenapa?" tanya Areta semakin panik melihat kondisi mengenaskan Dafikah.

Flashback

"Eungh," lenguh Dafikah ketika merasakan dingin yang menembus kulitnya.

"Bangun lu!" teriak seseorang membuat Dafikah membuka matanya. Dafikah terkejut karena dirinya saat ini dalam keadaan terikat.

"Sudah bangun? Gimana aksi lu tadi siang? Udah ngerasa hebat banget ya?" tanya seseorang itu, Fahira.

"Lu ngapain ikat gue hah?!" Dafikah berusaha melepas ikatan ditangannya.

"Ow owh lu pikir gue bakal takut kalau ku teriak gitu? Gue bisa aja ceburin lu ke sungai ini. Tapi gue ada permainan yang lebih seru daripada itu," Fahira tersenyum manis. Jantung Dafikah berdetak kencang karena senyuman itu mengingatkan nya dengan Fahira kecil. Senyum jahat dan manipulasi.

"Lepasin gue," ucap Dafikah datar. Dafikah tidak boleh lemah kali ini.

"Nanti setelah gue puas main sama lu," balas Fahira mendekati Dafikah.

Fahira mengeluarkan jarum kecil dan menunjukkan jarum itu tepat dihadapan Dafikah.

"Ini benda yang terakhir sebagai penutup permainan kita. Gue taruh disini," Fahira menaruh jarum kecil itu disamping Dafikah. Dafikah sudah menggigil ketakutan. Pikiran buruk sudah menghantuinya. Melihat hal itu, Fahira tertawa kencang. Derasnya aliran sungai membuat suara mereka berdua teredam.

"Gue salah apa sama lu? Kenapa lu bisa benci banget ke gue?" tanya Dafikah pelan. Percuma pura-pura kuat saat ini. Kondisi Dafikah jauh dari kata baik.

Crash

"Akh," Dafikah merintih kesakitan ketika perutnya ditusuk pisau. Fahira menusuknya lebih dalam.

Friend? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang