🌿25*⁀➷

15 2 0
                                    


"Pacar, Dafikah gimana?" tanya Ardan mendekati Areta yang sedang berdiri didepan tenda.

"Dia terluka. Batinnya," jawab Areta menatap Ardan sedih. Ardan memeluk Areta dan mengusap rambut Areta.

"Duh cup cup jangan nangis. Tenangin diri kamu dulu hm," Ardan mengusap airmata Areta.

"Ta-tapi Dafikah teman aku, mereka kejam sama dia! Aku benci!" kata Areta mengepalkan kedua tangannya. Ardan menggenggam tangan Areta, perlahan melepaskan kepalan tangan Areta. Ardan paham situasinya tapi dia juga tidak bisa untuk ikut campur. Hanya satu cara yang mungkin bisa mengembalikan keadaan seperti sebelumnya.

"Coba tanya Dafikah, mau bicara sama Ifon gak?"

Areta menggeleng. Jangankan dengan Ifon, dengannya saja Dafikah hanya diam. Dafikah hanya merespon perkataan dari Saskia. Dafikah dengan pandangan kosong yang kadang mengangguk atau menggeleng ketika ditanya. Hal ini yang membuat hati Areta dan Saskia sakit.

"Duh susah kalau kayak gini. Alea ada disini juga?" tanya Ardan. Areta kembali menggelengkan kepalanya.

"Hm yaudah, untuk sementara kamu ikut ke tendanya Alea aja gimana? Berikan waktu untuk Dafikah. Mau?" tawar Ardan. Areta hanya diam. Ardan membawa Areta bersamanya.

Acara menjelajah yang direncanakan terpaksa ditunda. Angkasa juga paham dengan kondisi pelik saat ini. Tapi mereka tetap harus menjelajah meskipun di malam hari.

"Gila lu? Ini udah malam cuy," kata Vinzo berdiri didepan Angkasa. Angkasa sudah mengatakan jika dua jam lagi mereka akan menjelajah dengan kelompok yang sudah ditentukan.

"Ini wajib dan lagipun tadi siang gak jadi kan? Kalian cowok kok penakut,"

"Bukan gue! Tapi anak cewek noh, lu pikir mereka berani ke tengah hutan gelap begini? Malah gak dibolehin bawa senter!"

"Gue gak larang pakai senter."

"Oh bolehkah? Yaudahlah gas!" teriak Vinzo dengan riang. Vinzo suka dengan hal yang menantang. Tadi dia protes karena dia pikir mereka dilarang pakai senter sehingga itu akan menyulitkan kaum wanita. Perhatian sekali ketua kelas satu ini.

"Kalian akan berurut memasuki hutan. Karena tadi siang ada kendala, menjelajah kita lakukan sekarang. Jangan gegabah dan menyombongkan diri, tidak ada dari kalian yang tahu hutan ini. Tetap kompak dan bekerja sama. Kalian dengar?!"

"Dengar!"

"Baik, dimulai dari tim Ardan dkk, untuk tim selanjutnya segera menempati posisi dibelakang tim Ardan," Angkasa dengan sabar mengatur adik kelasnya yang jauh dari kata patuh.

"Lu darimana aja tadi Le?" tanya Ardan menarik rambut panjang Alea. Mereka sudah memasuki hutan dengan Ardan dan Alea berjalan didepan.

"Ke sungai, kebelet." Alea menjawab pertantaan Ardan tanpa menoleh sedikitpun.

"Jutek amat lu!"

"Bodo ah! Kalian curang," kata Alea mempoutkan bibirnya.

"Lah? Bocah ngapa dah?" tanya Ardan heran kepada Indah, Fely dan Wita. Mereka bertiga serentak mengangkat bahu karena tidak tahu permasalahan Alea dan Ardan.

"Eh maaf gue baru ingat kalau kalian anak Ips, gue pikir tadi teman sekelas gue. Nama kalian siapa? Gak lucu banget kalau gue di tim kalian tapi gak tahu nama anggota tim sendiri," ucap Ardan tersenyum manis.

"Fely,"

"Indah,"

"Wita,"

"Oh okey, nama gue Ardan."

"Sok ramah lu taik kucing!" Alea menoyor Ardan dengan ranting kecil.

"Bilang aja lu sirik siluman udang," balas Ardan.

Friend? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang