🌿30*⁀➷

12 2 0
                                    


Saskia mematung setelah mendengarkan ucapan dokter yang menangani Dafikah.

"Pasien banyak kehilangan darah. Kedua matanya sudah tidak berfungsi dan dengan sangat menyesal saya mengatakan bahwa pasien akan mengalami buta permanen."

"Apa golongan darahnya?" tanya Areta lirih.

"AB,"

"Darah saya sama dengan pasien. Ambil darah saya," ucap Gin datar lalu pergi bersama dengan dokter tadi.

Grep

Areta hampir saja jatuh jika bukan Ardan yang memeluknya dari belakang. Alea menunduk sedih. Dia sedih karena tidak bisa membantu Dafikah. Sedangkan Saskia masih berdiri kaku. Dia menatap ruangan Dafikah dengan tatapan kosong.

"Ini pembunuhan," desis Saskia.

...

Dua bulan kemudian

Setelah kejadian mengenaskan itu, Dafikah koma selama dua bulan. Sekarang hari pertama dia kembali sekolah.

"Pii!!" teriak Saskia yang melihat Dafikah pertama kali. Mereka berpelukan.

"Kangen banget sama lu," ucap Saskia mengeratkan pelukannya. Dafikah terkekeh geli.

"Yang penting sekarang gue udah balik lagi kan?" Saskia mengangguk senang.

"Pii," Alea dan Areta yang berada dibangku mereka terkejut melihat Dafikah didepan mata. Mereka tahu kalau Dafikah sudah sembuh namun mereka tidak tahu kalau hari ini Dafikah kembali sekolah.

"Gak mau pelukan sama gue juga?" tanya Dafikah merentangkan kedua tangannya. Hal itu membuat Areta dan Alea memeluk Dafikah erat.

"Wow udah masuk aja lu Pii?" tanya Vinzo. Dafikah mengangguk sambil tersenyum. Teman sekelasnya yang lain memeluk Dafikah hingga seseorang masuk ke dalam kelas.

"Gue mau ketemu sama siswi yang pembunuh itu," ucapnya melihat Dafikah.

"Siapa?" tanya Dafikah.

"Biarin aja dia, kalau dilawan ntar gilanya nular ke kita," kata Alea menarik tangan Dafikah pelan.

"Oh pembunuh, enak banget lu! Cuma dirawat terus bisa sekolah lagi. Sepupu gue mati! Lu pembunuh!" tuduh Cyndy menunjuk Dafikah.

"Eh kecebong, gue males berantem sama lu ya. Tuh congor lu dijaga kek!" Saskia menatap Cyndy sinis.

"Teman kalian pembunuh masih aja dibela,"

"Lu punya otak kan? Pake buat mikir. Logika nya kalau lu jadi gue, apakah gue si pembunuh atau sepupu lu itu? Lu malu akui dia sepupu sebenarnya kan? Dia gangguan jiwa. Gak ada yang peduli dengannya. Setelah dia pergi baru lu dateng ngaku sebagai sepupu nya." Dafikah menghampiri Cyndy.

"Tahu alasan dia benci ke gue apa? Dia iri lihat gue yang disayang keluarga." Dafikah berbisik pelan membuat Cyndy merinding.

"Lagian masalah itu udah beres. Lu ngapain ungkit-ungkit lagi? Kalau aja sepupu lu masih ada, mungkin gue yang balas kelakuan dia sama temen gue," ucap Saskia dengan nafas memburu.

"Bahkan setelah kematiannya aja rasa benci ini masih ada," sambung Areta memperlihatkan sebuah foto yang penuh dengan coretan. Foto Fahira.

"Dia terlalu-"

"Lu anak Ips ngapain disini? Setiap hari gue lihat muka lu! Bikin muak aja!" dengus Vinzo ke arah Cyndy.

"Gue kesini gak ada urusannya sama lu," balas Cyndy.

"Dia teman gue," sambung Putri.

"Pantesan," sindir Dafikah dkk serentak.

"Gue gak peduli bacotan lu, oh iya bukannya kakak sepupu lu juga mati ya?" tanya Cyndy menyunggingkan senyum miring.

Friend? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang