🌿11⁀➷

20 3 0
                                    

Dafikah Alviningsih Billkin

Masa lalu Dafikah

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Pagi yang mendung tak urung membuat si gadis kecil menatap jendela kamarnya. Setiap pagi akan selalu seperti ini. Tidak, gadis itu bukan bersedih melainkan sedang termenung.

"Mereka mainnya asik sekali," lirihnya pelan melihat anak-anak seumurannya sedang bermain.

Cklek

"Loh adek udah bangun?" ucap mami berjalan menghampiri anak gadisnya dan menyingkap tirai jendela. Si gadis kecil mengangguk dan menatap mami nya.

"Pagi ini cuacanya mendung, mungkin sebentar lagi hujan. Oh iya adek ayo sarapan ke bawah," ucap mami nya menggandeng si gadis kecil yang berusia enam tahun.

Di bawah terlihat papi nya yang masih asik mengetik di atas laptop miliknya. Dan ketika melihat putri kesayangannya turun, dengan segera menutup laptop dan menyambut putri kecilnya itu.

"Anak papi cantik sekali pagi ini," ucap papi lalu menggendong Dafikah.

"Harus dong, anak mami sama papi harus cantik," balas Dafikah dan tersenyum manis. Alvin dan Pillya mencubit kedua pipi Dafikah yang chubby.

"Sakit mi," Dafikah mempoutkan bibirnya lucu.

"Iya maafin mami ya, ayo kita sarapan. Setelah itu anak gadis mami langsung mandi ya," ucap mami mengambil sarapan buat Dafikah.

...

Dafikah menangis setelah turun dari mobil dan memasuki rumahnya. Ia tidak peduli dengan tamu mami dan papi nya. Dafikah langsung menuju ke kamar yang berada di lantai dua.

Pillya yang melihat putrinya menangis langsung berdiri ingin ke kamar Dafikah.

"Em tante biar aku aja yang tanya Dafikah ya. Aku sudah lama tidak menemuinya," ucap keponakan Pillya dan Alvin. Alvin menganggukkan kepalanya dan membiarkan Gin menghampiri putrinya. Gin tersenyum senang dan segera ke lantai dua tepatnya ke kamar adik sepupu kesayangannya.

"Gin sangat penyayang sama anak kecil," celetuk Pillya.

"Tapi dia hanya sayang kepada putri kecil kita. Kamu jangan cemas, aku yakin Dafikah baik-baik saja," ucap Alvin menenangkan sang istri yang khawatir melihat Dafikah menangis.

Tok tok tok

"Hai adik kecil, apa kakak Gin boleh masuk?" tanya Gin di depan pintu kamar berwarna ungu, warna kesukaan Dafikah.

Karena tidak mendengar sahutan dari si pemilik kamar, Gin membuka pintu kamar perlahan. Pertama kali yang ia lihat adalah Dafikah termenung di depan jendelanya untuk kesekian kalinya.

"Halo Pii, apakah Pii tidak rindu dengan kakak Gin?" ucap Gin yang sudah berdiri di samping Dafikah. Dafikah menolehkan wajahnya dan menatap Gin dengan airmata yang masih mengalir.

"Hei sayang, kamu kenapa?" ucap Gin khawatir. Pasalnya sangat jarang ia melihat Dafikah menangis.

"Aku anak terbuang ya kak?" tanya Dafikah pelan. Gin tersentak kaget mendengar ucapan Dafikah.

Friend? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang