57

4.5K 740 102
                                    

"Abel, apa saya boleh masuk?" tanyaku sembari mengetuk pintu kamar Abel pelan.

Hening.

Tidak ada jawaban.

Aku mendorong gagang pintu kamar Abel. Aku tersentak begitu melihat Abel terduduk di balik tempat tidurnya. Kepalanya menunduk. Tangannya memeluk lutut. Dia terlihat sangat sedih.

Aku berjalan perlahan. Lantas, bersimpuh di hadapan Abel. Tanganku mengusap rambut Abel lembut. Dia mengangkat kepalanya. Aku tersenyum.

"Apa Nona Thea akan mati?" tanya Abel lirih.

Aku diam. Tidak tahu harus menjawab apa.

"Bukankah semua orang memang akan mati?" tanyaku sembari mengusap pipi Abel yang semakin gemuk.

Abel menundukkan kepalanya. Aku masih tersenyum. Ini pertama kalinya aku menghadapi seorang anak yang sedih. Anak-anak didikku dulu selalu ceria dan ramah. Aku jadi tidak tahu harus menghadapi Abel seperti apa. Semoga saja ucapanku tidak membuatnya sakit hati atau jadi membenci Chandler. Orang yang harus dia benci adalah aku. Karena, aku sudah menipu semua orang.

"Tidak mau! Tidak boleh! Nona Thea tidak boleh mati!" teriak Abel kencang.

Dia langsung menangis. Kelopak mataku turun. Melihat Abel seperti ini benar-benar membuat hatiku sakit. Aku juga tidak ingin mati. Aku juga ingin terus bersama Abel. Tapi, aku tidak bisa. Aku tidak boleh jadi egois.

"Abel, walaupun saya mati, saya akan tetap berada di sisi Abel. Jadi, Abel tidak boleh sedih. Saya akan bertemu ibu anda dan menceritakan betapa hebatnya anda." kataku, berusaha menghibur Abel yang kini menangis.

"Nona Thea kan juga ibu saya!" katanya tegas.

Aku tersenyum. Senang rasanya karena melihat Abel mau mengatakan kalau aku adalah ibunya dengan tegas.

"Abel juga putra saya yang paling berharga!" kataku sembari menarik Abel dalam pelukanku.

"Apa ayah menghukum nona karena saya? Saya tidak keberatan melepas gelar putra mahkota jika saya punya adik nanti. Tapi, sebagai gantinya, tolong jangan mati! Saya tidak mau kehilangan ibu saya lagi!" katanya terisak.

Aku tersenyum getir.

"Tidak! Bukan salah Abel. Saya sendiri yang salah."

"Kalau salah kan bisa minta maaf. Saya yakin kalau ayah akan memaafkan Nona Thea!" katanya.

Aku melepas pelukanku pada Abel. Kedua tanganku berada di atas pundaknya. Manik mata biruku menatap Abel lamat-lamat. Aku ingin melihat wajah manisnya untuk terakhir kali sebelum aku mati.

"Abel, tidak semua kesalahan bisa selesai hanya dengan kata maaf. Walau orang itu sudah minta maaf. Tapi, luka yang dia sebabkan masih terasa."

Ah, benar juga! Bagaimana perasaan Chandler saat melihat seorang wanita asing yang pernah membasahi punggungnya dengan air liur tiba-tiba berada di sampingnya ketika ia terbangun? Apalagi, dengan fakta kalau dia menikahi wanita itu karena efek ramuan cinta. Parahnya, ramuan cintanya malah bukan untuknya. Tapi, untuk ksatria inti yang paling ia percaya. Kalau aku jadi Chandler, hukuman mati saja belum cukup. 

"Saya akan meminta pada ayah untuk memaafkan anda! Saya akan merengek. Saya akan memohon agar anda bisa selamat!"

Tangisan Abel semakin deras.

"Abel! Tidak perlu. Anda tidak perlu melakukan apapun. Kalau anda ingin saya mati dengan tenang, berjanjilah kalau anda akan jadi kaisar yang hebat di masa depan!" kataku sembari tersenyum.

Dulu aku selalu berpikir untuk mati agar bisa terbebas dari semua ini. Tapi, begitu tahu aku akan benar-benar mati, rasanya menyedihkan.

Kalau aku mati, aku harus berpisah dengan semua orang, kan? Ayah. Ibu. Flo. Abel. Dan, Chandler.

Tidak! Aku tidak boleh sedih karena berpisah dengan Chandler.

Ini untuk yang terbaik.

"Saya ingin Nona Thea jadi ibu saya!"

"Ibu!!!" teriak Abel. Dia langsung memelukku.

Aku tersenyum. Akhirnya Abel mau memanggilku Ibu. Aku jadi merasa sangat senang. Mau mati sekarang pun rasanya tidak masalah.

"Abelku yang manis dan berharga!"

Aku balas memeluk Abel. Kelopak mataku berair. Aku mati-matian menahan air mata agar tidak jatuh. Aku harus bersikap biasa saja di depan Abel. Aku tidak mau membuatnya makin sedih. Abel sudah terlalu lama menderita selama ini.

Abel terus memelukku sampai akhirnya dia tertidur. Aku dengan perlahan merebahkan tubuhnya di atas kasur. Tanganku menarik selimut. Sebelum pergi, aku mengecup kening Abel lembut. Juga mengusap rambutnya.

Dalam sisa waktu hidupku selama 3 hari, aku akan berpamitan pada orang yang berharga dalam hidupku. Satu hari akan aku gunakan untuk berpamitan dengan ayah. Satu hari berikutnya pada ibu. Lalu, hari terakhir akan aku gunakan untuk berpamitan pada Flo. Dengan begitu, aku bisa mati dengan tenang.

"Selamat tinggal, Abel!" kataku sembari berlalu pergi.

Aku memarik gagang pintu itu. Kemudian, menutupnya pelan.

"Thea!" kata seseorang yang aku kenal.

Aku menoleh. Dugaanku benar.

Chandler.

Apa yang dia lakukan di sini? Dan, kenapa dia memanggilku 'Thea'? Aku pikir dia akan memanggilku Nona Elixi seperti yang dia lakukan saat berteriak padaku tadi.

"Salam Yang Mulia Kaisar! Semoga berkah dewa selalu menyertai anda!" kataku sembari membungkukkan badan dan menarik kedua ujung gaunku.

"Aku membatalkan hukumanmu!" kata Chandler tegas.

Aku mengangkat badanku. Wajahku penuh dengan tanda tanya? Kenapa dia tiba-tiba bisa berubah secepat ini? Bukankah baru tadi pagi dia semangat sekali ingin membunuhku?

"Kau akan tetap jadi pengasuh Abel." katanya lagi.

Wajahku berubah cerah. Apa artinya aku masih bisa bersama Abel lebih lama? Tapi, apa yang membuat Chandler berubah pikiran? Dan, kenapa dia bisa tahu kalau akulah orang yang bertanggung jawab atas Abel sekarang? Apa dia masih mengingat semua hal ketika dia dalam pengaruh ramuan cinta? Tapi, wajah Chandler masih terlihat dingin. Dia tidak terlihat seperti orang yang malu atas semua hal menggelikan yang pernah dia lakukan. Ah, mungkin Chandler bertanya pada Maybelin atau pelayan kembar.

"Terima kasih banyak, Yang Mulia! Saya akan mengurus berkas perceraiannya dengan senang hati." kataku.

"Apa maksudmu dengan perceraian?" tanya Chander. Wajahnya nampak semakin dingin. Bukan hanya wajahnya, udara di sekitar kami juga ikut terasa dingin.

Apa Chandler marah? Tapi, apa yang menbuatnya jadi semarah ini? Apa karena dia tidak ingin kami bercerai? Tapi, Chandler tidak punya alasan untuk tetap berada di sisi gadis gila sepertiku. Akan lebih baik baginya menceraikanku dan mencari istri baru. Pasti ada banyak gadis yang mengantre untuk menggantikan tempatku.

Apa karena dia menyukaiku? Tapi, sejak kapan? Aku tidak merasa kalau aku sangat spesial sampai bisa membuat patung es bernyawa ini jatuh cinta padaku.

"Bukankah anda meminta saya untuk bercerai dan jadi pengasuh Abel saja?"

"Tidak! Kau akan tetap jadi istriku! Kita baru menikah 3 hari. Apa yang akan ada di pikiran para petinggi dan penguasa daerah kalau kita bercerai setelah aku menodongkan pedang di leher mereka untuk mengubah undang-undang agar kita bisa menikah? Selain itu, Abel sepertinya sangat menyukaimu."

Ah, pikiran bodoh apa yang ada di pikiranku? Mana mungkin Chandler mau mempertahankan pernikahan palsu ini karena dia menyukaiku?

Aku... benar-benar seperti orang bodoh.

"Kalau begitu, kapan kita akan bercerai?" tanyaku lagi.

"1 tahun lagi. Tidak! Itu juga masih terlalu cepat. 5 tahun! Mari kita berpisah setelah 5 tahun!" kata Chandler tegas.

Aku menjawab lirih, hampir berbisik, "Baiklah!"

Kalau aku mengambil hati Chandler selama aku hidup di sini, apa aku akan punya kesempatan? Argh! Tidak! Aku tidak boleh melakukan hal bodoh seperti itu.

Aku harus melepaskan Chandler. Karena sejak awal, dia memang bukan milikku.

Emperor, Please Obey Me!✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang