Alat makan dari perak yang belum pernah kulihat seumur hidup kini berbaris di atas meja. Makanan mewah yang belum pernah kumakan terhidang di depanku. Buah-buahan segar yang hanya bisa kudapat jika pergi ke kebun keluarga kini berada dalam genggamanku. Juga ruangan yang luas dan berkilau yang biasanya hanya aku lihat dalam buku dongeng. Kini, bisa aku masuki sesuka hati.
Aku tak pernah menyangka kalau kehidupan seorang ratu kekaisaran ternyata semewah ini. Aku bisa makan semua makanan yang aku suka. Aku juga bisa menggunakan alat makan mewah ini. Belum lagi ruangan yang begitu indah ini. Dengan lampu kristal yang menggantung di atasnya.
Hal yang seperti ini jelas tidak selevel dengan seorang baron yang mengumpulkan hartanya demi membuat putrinya bisa memberikan upeti untuk jadi putri mahkota. Argh! Kalau mengingat hal itu lagi, aku rasanya ingin jadi pemberontak! Bisa-bisanya ayahku membuat aku makan sayur sisa semalam yang dipanaskan. Tapi, aku tidak menduga kalau semua harta itu ternyata akan berguna sesuai tujuannya. Haha, hidup memang dipenuhi rahasia, ya.
Aku memasukkan potongan daging ke dalam mulutku. Aku tersenyum. Daging ini benar-benar enak. Rasanya lembut dan meleleh di mulut. Aku tidak keberatan kalau harus makan ini seumur hidupku.
Aku menatap Chandler yang duduk di hadapanku. Yah, kami berdua sedang makan malam bersama sesuai janji kami tadi.
Aku tidak tahu apa yang salah. Tapi, Chandler sedari tadi hanya diam saja. Dia juga menghela nafas berkali-kali. Padahal, biasanya dia akan mengucapkan kalimat yang menggelikan. Ini mungkin terdengar sedikit aneh. Tapi, Chandler yang diam saja itu lebih terasa menakutkan.
"Apa anda baik-baik saja, Yang Mulia?" tanyaku.
Chandler menatapku, "Tidak! Ada banyak hal yang aku pikirkan dalam kepalaku!"
Wuah, aku pikir dia akan berbohong dan mengatakan kalau dia baik-baik saja. Tidak aku sangka Chandler akan menjawab dengan jujur.
"Apa anda mau menceritakannya pada saya?"
Chandler menatapku serius.
"Jika anda tidak keberatan! Saya bisa jadi pendengar dan penasehat yang baik. Katanya masalah akan terasa lebih ringan jika diceritakan pada orang lain. Daripada menanggungnya dengan satu pundak, bukankah lebih baik dengan dua pundak?" kataku sembari melambaikan kedua tanganku.
Hening. Chandler masih menatapku dengan serius
Kenapa dia harus menatapku dengan serius begitu?! Aku kan jadi merasa tidak nyaman.
"Kalau anda keberatan, anda tidak perlu cerita pada saya! Haha...."
Chandler bangkit dari kursinya. Dia kemudian berjalan menuju ke arahku.
Eh?! Apa yang mau dilakukan Chandler? Apa mungkin...
Chandler duduk di sampingku. Meninggalkan kursi dan mejanya yang masih berisi potongan daging.
"Apa Theaku benar-benar mau mendengarkan masalahku?" tanyanya dengan wajah melas.
Aku mengangguk.
Pluk!
Chandler meletakkan kepalanya di atas bahuku. Aku tersentak. Gila! Kenapa pria ini bertindak secara tiba-tiba begini dan mengangetkanku?! Aku ingin melempar kepala ini sembarangan. Tapi, begitu melihat ekspresi wajah Chandler yang terlihat lesu, aku mengurungkan niatku.
Sebenarnya, apa yang membuat Chandler jadi seperti ini? Apa mungkin ada masalah dengan para petinggi kekaisaran.
"Yang Mulia...." kataku pelan.
Chandler membenamkan wajahnya, "Tidak! Seperti ini saja dulu! Wangi Thea membuatku nyaman!"
Apa dia ini anjing? Kenapa mengendusku?
Aku menatap rambut hitam Chandler. Tercium aroma mawar dari sana.
"Apa mungkin ada masalah dengan para petinggi? Apa mungkin mereka menolak perubahan undang-undangnya?" tanyaku ragu.
Chandler menggeleng, "Tidak! Mereka tidak akan berani menolaknya karena aku sudah menempelkan pedang di leher mereka."
Haha, apa sih yang aku tanyakan?! Jawabannya kan sudah jelas.
"Kalau begitu, apa yang membuat anda jadi seperti ini?"
Chandler mengangkat kepalanya. Dia menatapku. Alisnya terangkat. Wajahnya muram. Dia terlihat seperti anak kecil yang sedih karena mainan kesayangannya rusak. Terlihat lucu.
Apa yang baru saja aku pikirkan?!
Apa aku baru saja berpikir kalau pria gila yang berada di bawah pengaruh ramuan cinta ini lucu?!
Astaga, Thea! Kau pasti sudah gila! Sadarlah! Di hadapanmu ini adalah Chandler. Dia adalah orang yang membunuh kakaknya sendiri agar bisa naik takhta. Bagaimana mungkin orang yang sekejam itu kau bilang lucu? Tapi, dia juga orang yang sama dengan orang yang menyelamtkan seorang anak laki-laki yatim piatu di tengah perang. Sebenarnya, sisi Chandler mana yang benar?
"Ini semua soal Abel. Apa aku terlalu keras padanya? Dia harus belajar dan berlatih tiada henti. Bahkan, dia sampai mendapatkan kekerasan karenanya. Aku melakukannya karena asal-usul Abel. Jika dia tidak membuktikan dirinya layak, aku takut para bangsawan akan menggoyahkan kedudukannya seandainya aku mati." kata Chandler dengan nada yang putus asa.
Aduh! Ayahnya ingin memberikan semua yang terbaik untuk anaknya. Dan, anaknya ingin melakukan yang terbaik untuk ayahnya. Yang seperti ini sih keterlaluan sekali! Padahal, mereka hanya tinggal berterus terang untuk menyelesaikan masalah ini.
"Saya tahu jika orang tua selalu ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Tapi, terkadang mereka lupa, yang menurut mereka terbaik, belum tentu demikian." kataku.
Manik mata Chandler membulat. Alisnya turun.
"Saya sudah bicara pada Pangeran Abel. Katanya, Pangeran akan melakukan apapun sekuat tenaga. Jadi, daripada anda memaksa beliau melakukan banyak hal. Bagaimana jika anda membiarkan Pangeran melakukan yang dia mau? Anda hanya harus percaya pada kemampuan pangeran." kataku lagi.
Chandler mengangguk. Dia menatapku. Bibirnya terangkat. Tangannya menggenggam erat tanganku. Tanpa memberiku waktu untuk menolak, Chandler mengecup punggung tanganku.
Wajahku seketika merona.
"Aku akan bicara pada Abel nanti. Terima kasih atas saranmu, sayang!"
Aku mengangguk.
Kami berdua kembali makan. Chandler tetap duduk di sampingku. Dia sesekali memotongkan daginya untukku. Bahkan, juga menyuapiku. Ini memang sedikit berlebihan. Tapi, aku menyukainya. Rasanya seperti ada yang memperhatikanku. Walau, perhatian itu tidak tulus.
Aku sedang membaca buku di atas kasurku ketika Abel datang. Arla dan Erla langsung menyambut pangeran putra mahkota itu dengan ramah. Sepertinya, tidak semua orang di istana ini benci pada Abel.
"Nona Elixi!" panggil Abel lemah.
Aku menutup halaman buku. Kemudian, duduk di pinggir kasur bersama dengan Abel.
"Iya, Pangeran?"
"Anu... Terima kasih karena sudah bicara pada ayah!" katanya dengan kepala menunduk. Tapi, aku bisa melihat kalau dia tersenyum.
"Ayah bilang kalau saya boleh melakukan apa yang saya mau. Saya tidak perlu berlatih dan belajar seharian lagi."
Kepala Abel terangkat. Dia menatapku, "Terima kasih!" katanya dengan wajah yang sumringah.
Manik mataku membulat. Tanpa sadar, aku langsung memeluk Abel.
"No-no-nona Elixi...."
"Sebentar saja! Kalau anda ingin membalas budi pada saya, biarkan saya memeluk anda!" kataku sembari menggosokkan pipiku di rambut Abel. Rambut anak ini punya aroma mawar yang sama dengan Chandler.
Mereka berdua sama-sama lucu dan manis!
Abel tersenyum. Entah karena aku memeluknya. Atau, karena perasaan tulusku tersampaikan padanya. Yang jelas, sejak hari itu Abel jadi lebih sering menemuiku. Hubunganku dengan Chandler juga lebih hangat.
Aku....
Apa aku boleh menerima semua kehangatan ini?!
KAMU SEDANG MEMBACA
Emperor, Please Obey Me!✔
Fantastik[Bukan Novel Terjemahan - END] Kaisar gila itu menyukaiku karena ramuan cinta. Dan, sekarang efek ramuannya sudah hilang. Aku bisa melihat tiang gantung di alun-alun ibukota. Apa yang harus aku lakukan?!?!?! Start: 20 April 2022 End: 7 Agustus 2022