29.

7.7K 789 24
                                    

Btw aku mau meluruskan kalau Radit itu 100% normal ya, he's not a gay omg you guys 😭. Sorry but I'm not into bl and those kind of things😢🙏

____

"you good?" Aerin menatap Radit yang tengah memasang dasi di depan cermin.

"What?" Tanya cowok itu sambil menatap Aerin dari pantulan kaca.

"Em- Lo inget yang semalem?"

Alis cowok itu mengkerut.
"Tentang? did I hurt you or-?" Cowok itu membalikkan badannya cepat menghadap Aerin dengan raut muka cemas.

"No- no, you're not ofc. Maksud gue yang kita omongin semalem?"

"Gue cuma inget kita ngomongin tentang Daffin?" Tanya cowok itu pada dirinya sendiri sambil sedikit mengerutkan kening.

"Eum oke-y" ucap Aerjn sedikit ragu.

"What's wrong?"

"Nothing's wrong ofc"
"hurry! We're late" ajak Aerin agar cowok itu berhenti memperlambat situasi dan segera bergegas berangkat sekolah.

"Chill girl, no one will scold us"

Aerin memutar kedua bola matanya lalu segera menarik Radit untuk keluar dari kamar mereka menuju keluar rumah.

___

"Ck, geseran bisa ga sih?" Protes Aerin saat Daffin semakin mepet ke tubuhnya. Mereka tengah menonton film di ponsel Aerin sekarang.

"Ga bisa liat atuh neng kalo jauhan"

"Ish, ga nyaman"

"Giliran Radit aja boleh mepet-mepet" ucap cowok itu dengan muka cemberut.

"Ya beda lah, dia kan-"
ucapan Aerin terpotong.
Benar juga, Aerin baru sadar mengapa dirinya yang kurang suka berdekatan atau bersentuhan dengan orang lain tak menampik segala kedekatannya dengan Radit? Bukankah ia dan Radit sebelumnya merupakan orang asing?

"Eh gila gue lupa belom ngerjain pr biologi, saking asik nonton film ini. Mana bentar lagi guru nya masuk"
Gusar cowok itu menyadarkan Aerin dari lamunannya.

Aerin menatap cowok itu malas.
"Yaudah kerjain, malah ikut nonton"

"Nyontek dong hehe"

"Ck, makanya gausah sok sok an mau minum padahal ga kuat alkohol" cibir Aerin.

"Apaan, gue kemarin khilaf aja, gatau tiba tiba kobam"

"Cih, alasan"

"Mana bukunya, buru" ucap cowok itu tak sabar, Aerin tahu cowok itu sedang mengalihkan pembicaraan.

"Ck, nih"

"Thank you sweetheart"

"Ngomong Lo gitu depan Radit"

"Hehe ga beranilah"

Aerin menoleh ke kanan dan ke kiri mencari seseorang.
"Radit mana sih, masa izin dari pas pelajaran tadi sampe istirahat belum balik balik juga?"

"Cie kangen"

Aerin mengalihkan pandangannya dari layar ponselnya kemudian menatap cowok disampingnya datar.

Fokus Aerin tiba-tiba teralih pada tulisan cowok itu. Lekukan tiap huruf yang cowok itu tulis sangat indah, dan mengingatkannya pada tulisan di buku 'reminiscent' yang ia lihat kemarin.

Astaga, mengapa ia tak mengingatnya. Jelas tulisan di buku kemarin sama persis dengan tulisan Daffin, pantas saja ia merasa sedikit familiar dengan tulisan indah tersebut.

Aerin menatap cowok di sampingnya dengan pandangan curiga. Ia sangat yakin sekarang, ada sesuatu yang Radit dan Daffin sembunyikan. Tapi apa?

"Gue tau Lo nyembunyiin sesuatu"
Ucap Aerin tiba-tiba.

"Hah? Maksud Lo?" Tanya cowok itu tanpa menatap Aerin, terus menulis jawaban, masih belum memahami situasi.

"Buku reminiscent, dengan tokoh utama Aerin dan Dafiin"
ucap Aerin tegas.

Cowok di samping Aerin tiba-tiba terdiam mendengar itu, pena yang berada di genggaman cowok itu terlepas.

Daffin menatap kaget kearah Aerin, kentara sekali raut muka cowok itu terkejut mendengar ucapan Aerin.

"Tell me or I'll hurt myself" ancam Aerin pada cowok itu, Aerin tahu cowok itu pintar berbelit dan pasti akan mencari bermacam-macam alasan untuk menghindar dari pembicaraan ini. Aerin benci hal rumit dan cowok ini seringkali memperumit segala hal.

Aerin benar-benar sedang butuh jawaban dari semua kebingungannya selama ini, tentang mengapa ia berada disini, mengapa dari sekian banyak orang, cuma ia dan Radit yang masuk ke dunia cermin ini, tentang mengapa ia merasakan berbagai macam perasaan aneh selama disini, orang tuanya, adiknya, teman-temannya. Semua terasa sangat nyata.

Ia. Butuh. Jawaban. Itu.

"Gue megang cutter Daffin" ancam cewek itu lagi saat melihat Daffin hanya diam mematung menatap Aerin.

"Lo gila, no Aerin!"

"Tell me now Daffin!"

Cowok itu menatap Aerin ragu, mulutnya sedari tadi terbuka lalu menutup kembali, mencoba merangkai kata yang akan ia keluarkan. Mereka berdua terdiam menatap satu sama lain.

"Thats my book" ucap cowok itu pelan, memulai pembicaraan.

"I made that-" ucapan cowok itu terhenti, ragu ingin mengatakan kelanjutan nya atau tidak.
"--and I made you"

Aerin menatap cowok itu dengan kening berkerut. "What do you mean?"

"I made you, Lo adalah karakter fiksi dan gue yang buat Lo"

Aerin tertawa canggung sambil menatap cowok itu.

"Haha Lo bercanda kan?--" tawa Aerin terhenti saat melihat raut serius cowok itu, Aerin sangat mengenal betul segala ekspresi cowok itu. Dan cowok itu-- Benar. Benar. Serius.

"Gue ga mungkin fiksi, Lo yang fiksi Daffin, Lo yang berasal dari dunia cermin dan gue berasal dari dunia asli" kekeh Aerin, menolak percaya.

"No, it's you. Lo yang fiksi Aerin, dan gue yang buat karakter Lo, gue yang buat novel dengan pemeran utama Aerin Sanariqa dan Daffin Abimana"
Tegas cowok itu.

"Lo gila"

"I'm not, I speak honestly"

"No, you're not. You're liar" elak Aerin, suara cewek itu sedikir bergetar.

Cowok itu menatap Aerin dalam.

"Gue-- ga mungkin fiksi kan?" Lirih Aerin bertanya pada dirinya sendiri.

Jika memang ia karakter fiksi yang diciptakan cowok itu, Lantas mengapa semua yang ia rasakan sangat nyata? Orang tua nya? Adiknya? Teman-temannya? Tidak mungkin semua itu fiksi kan?

"Lo-- gila" lirih Aerin pada cowok itu. Aerin berdiri dari duduknya, lalu berjalan keluar kelas dengan pandangan kosong.

___

26 Juli 2022

Somewhere in Neverland [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang