Part▪︎18

70 6 0
                                    

Bila manusia dihadangkan sebuah kenyataan, di situlah harapan akan memilih akhirnya akan bagaimana, entah bahagia atau justru kesedihan yang dipupuk luka. Benar kata orang, berharap pada manusia tidak akan menjamin bahagia, namun bila berharap pada Allah luka itu akan digantikan oleh sesuatu yang terbaik. Kenyataan kali ini yang didapatkan Hasbi semakin menyadarkan dirinya, bahwa perasaan yang dirasakan kini adalah sebuah kesalahan. Hasbi harus menanggung akibat dari menyimpan perasaan.

Di kamar yang bercat putih gading itu, netra Hasbi terfokus pada sebuah tulisan di layar ponselnya. Tulisan yang sangat sulit untuk Hasbi dapatkan, karena ter privasi dalam sebuah aplikasi. Namun, atas izin Allah dan bantuan informasi dari Kirana, Hasbi bisa membaca tulisan tersebut.

Jejak-jejak perasaan Ahwa kepada Gus Zain, semua tercurah dalam tulisan yang kaya akan diksi guna menyembunyikan arti tersembunyi. Inilah kenyataan untuk Hasbi. Sebenarnya, ia tidak kaget lagi, tapi ia semakin berpikir untuk menjadi jembatan Ahwa menyampaikan tulisan-tulisan tersebut pada orang yang dituju, yaitu Gus Zain.

Sebuah ide muncul di antara bergulatnya pikiran dan hati. Hingga pada malam itu juga, Hasbi tergerak melakukan ide tersebut. Ia melaksanakan dengan niat baik, bukan maksud dendam atau sakit hati. Mungkin saja Allah sudah mentakdirkan Hasbi sebagai penyampai dari sucinya cinta dalam diam itu.

Hasbi menghubungi Gus Zain melalui pesan pribadi. Sangat kebetulan sekali malam ini Gus Zain sedang diperbolehkan memegang ponsel oleh pihak pondok, karena memang sudah dijadwalkan setiap akhir pekan.

Hasbi:
Assalamualaikum, Gus. Maaf, apa njenengan sekarang tengah sibuk?

Tak lama ada balasan dari Gus Zain, yang membuat semakin antusias untuk berlanjut ke topik intinya.

Gus Zain:
Waalaikumsalam. Tidak. Kenapa, Bi?

Hasbi:
Gini, Gus. Saya mau izin buat publikasikan sebuah tulisan di akun medsos jurnalistik. Ada tulisan yang bagus ini. Saya kirimkan bagian awal tulisannya, ya?

Gus Zain:
Boleh, silakan.

Melihat peluang, akhirnya Hasbi segera mengetik ulang bagian awal dari tulisan yang memiliki kisah menarik tersebut. Ia harap langkahnya ini mampu menyatukan yang memang seharusnya bersatu.

Sekitar sepuluh menit mengetik ulang dan menjadikannya file. Ia pun mengirimkan file tersebut pada Gus Zain.

Hasbi:
Bagaimana menurut, njenengan?

Belum ada balasan, namun pesan tersebut dibaca oleh Gus Zain. Mungkin pria itu tengah membacanya. Apakah Gus Zain akan menyadari arti di balik tulisan tersebut? Tentu jika itu terjadi, akan lebih memudahkan Hasbi.

Beberapa menit kemudian terdapat balasan. Hasbi seketika mengucapkan syukur karena Gus Zain telah mengizinkannya untuk mempublikasikan tulisan tersebut. Katanya, akun medsos jurnalistik pun adalah milik Hasbi jadi Hasbi bebas membuat dan memposting tulisan, asalkan tidak keluar jalur.

Malam itu juga Hasbi menyalin tulisan-tulisan tersebut tanpa izin dari si penulisnya, namun ia akan menyertakan nama pena Ahwa di bagian akhir begitu pun dengan namanya.


***


"Ya ampun!"

"Uhuk!" Es jeruk yang masuk ke tenggorokan Ahwa seolah akan keluar kembali karena seruan Kirana yang tiba-tiba. Ahwa menepuk-nepuk dadanya agar meredakan rasa tersedaknya. "Kenapa, sih, Kir? Ngagetin aja."

Determinan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang