34

2.3K 146 2
                                    

Aerin mendudukkan dirinya di ranjang singel miliknya. Ia menatap langit-langit memikirkan apa yang Jungkook katakan. Ia menatap keluar jendela kamarnya, ada perasaan ingin pergi dari kehidupan Jungkook dan memulai kehidupan yang baru di tempat lain. Namun hatinya seperti menolak untuk meninggalkan lelaki itu.

Ia merebahkan dirinya di ranjang. Menatap jemari tangannya yang terdapat sebuah cincin pemberian dari Jungkook. Aerin melepas cincin itu lalu melemparnya ke sembarang arah. Ia menekuk lututnya dan memeluknya. Air matanya kembali mengalir membasahi pipinya.

"aku merindukanmu" batinnya.

Di sisi lain, selepas kepergian Aerin Jungkook langsung bergegas ke kantor polisi. Namun polisi menolak laporan Jungkook karena Jungkook tidak memiliki bukti kuat. Jungkook meminta untuk divisum dan meminta hasilnya langsung. Namun semua itu tidak bisa secepat yang Jungkook inginkan. Jungkook mengacak rambutnya frustasi. Ia mengendarai mobilnya kembali ke rumah.

Setibanya di rumah Jungkook merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Nyeri di seluruh tubuhnya terasa lebih sakit dua kali lipat dari sebelumnya. Ia meringis karena bekas pukulan lelaki itu benar-benar terasa sakit di tubuh Jungkook.

Jungkook meraih ponsel di sakunya. Ia berusaha menelepon Jae namun sudah tidak aktif. Ia menelepon Aerin untuk membantunya, namun Aerin menolaknya karena mereka tak punya cukup bukti untuk melaporkan lelaki itu.

•••

"kau mau apa, sialan?!" ucap Jae berteriak.

Lelaki itu membuka baju yang menempel di tubuhnya. Jae memalingkan wajahnya, ia menangis sejadi-jadinya. Dalam hatinya terus memanggil sang ibu.

Lelaki itu mendekat ke arah Jae lalu menarik dagu wanita itu untuk menatap ke arahnya. Jae menutup matanya, ia enggan menatap wajah lelaki di depannya.

"sayang ayolah lihat aku!"

"aku mencarimu kemana-mana dan sekarang aku menemukanmu, aku tak akan melepasmu lagi"

Jae menghempas tangan lelaki itu. Lelaki itu terkekeh pelan lalu mendorong tubuh Jae hingga wanita itu terbaring di atas ranjang. Jae berusaha untuk bangun dari tidurnya namun lelaki itu langsung menindih tubuh Jae.

"jangan!"

Lelaki itu membuka pakaian yang menempel pada tubuh Jae secara paksa. Jae berusaha mendorong lelaki itu namun tenaganya jauh lebih kecil dibanding lelaki itu.

"nikmati saja milikku, kau pasti merindukannya, kan?"

•••

Jae membuka matanya perlahan, sekujur tubuhnya terasa sakit. Kepalanya pening karena semalaman menangis, ia mengedipkan matanya beberapa kali, menyesuaikan cahaya matahari yang masuk menyorot setengah dari wajah cantik wanita itu.

Jae menatap sekeliling, semua masih sama. Ini adalah tempat yang dulu menjadi tempat paling nyaman baginya namun kini menjadi tempat yang paling ia benci. Ia menarik selimut yang tergeletak di lantai lalu menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut itu.

Tak lama Jae mendengar suara langkah kaki. Ia kembali menutup matanya, tubuhnya gemetar ia takut jika lelaki itu kembali melakukannya.

Lelaki itu menyibak selimut yang menutup tubuh Jae lalu menarik Jae untuk duduk. Jae menatap lelaki itu.

"kau kehabisan tenaga, aku tak bisa kenikmatan saat kau tak ada tenaga, cepat makan!" ucap lelaki itu sembari memberika sepiring makanan untuk Jae.

Jae menunduk lalu menatap makanan itu. Lelaki itu keluar dari kamar. Jae menatap pintu yang tertutup, ia kembali menangis. Ia meletakan makanan itu di atas nakas. Jae menatap sekeliling, kamar ini terlihat berubah seratus delapan puluh derajat.

My Client (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang