Chapter 43

682 174 102
                                    

Nggak berasa yak nembus 52 vote 😌😌 seneng ya kalian kalo next tiap hari. Nggak pp Kak Ris jabanin. Yg penting vote dan komen yaaaa!!!

***

“Ercher, kau tidak apa-apa?” tanya Terra begitu sudah memastikan mereka berada di kamar Ercher di paviliun. Setelah melepaskan pelukan, Terra langsung meraih tangan kanan Ercher dan melihat garpu tertancap di telapak tangan pria itu.

Awalnya Terra skeptis, ia tidak percaya garpu bisa melukai seseorang. Tetapi benda itu bisa jadi senjata di tangan seorang kesatria.

Ercher menggeleng, kemudian memegang garpu dan menariknya begitu saja. Darah keluar dari luka telapak tangannya. Terra meringis seolah luka itu ada di tangannya.

“Aku akan cari sesuatu untuk lukanya.” Terra baru saja hendak berbalik tepat saat Ercher kembali menarik tangannya dan memeluk dari belakang.

“Jangan pergi. Di sini saja.”

Terra membeku. Apa hanya perasaannya saja? Ercher jadi makin menempel padanya setelah yang terjadi ke kamarnya tempo hari.

“Jangan ke sana.”

Terra tidak menjawab. Ia hanya merasa bahwa Ercher memeluknya semakin erat. Perasaan posesif mendera Terra. “Aku hanya akan mencarikan sesuatu untuk menghentikan darahmu.”

“Tidak mau,” jawab Ercher. “Aku tidak butuh.”

Terra berbalik sambil mengendurkan pelukan Ercher. “Tanganmu harus diobati.”

“Bisa sembuh sendiri.” Ercher mengangkat tangannya pada Terra.

Ah, sialan. Pria ini sangat batu. Apa salahnya membiarkan Terra keluar sebentar untuk mencari obat atau sesuatu yang bisa mengikat tangan Ercher agar darahnya berhenti mengalir.

“Jangan pergi,” kata Ercher lagi. “Aku suka Kakak.”

“Jangan sekarang, lukanya harus di—”

Terra terbelalak saat tiba-tiba Ercher mengangkat wajahnya dengan kedua tangan, kemudian mendaratkan ciuman di bibir Terra. Ha? Apa yang terjadi?

“Diam,” gumam Ercher yang lebih terdengar seperti desisan tepat di depan bibir Terra. “Nanti Kakak bisa bersama mereka kalau pergi. Kakak tidak boleh jauh-jauh.”

Tubuh Terra gemetar. Meski ia mendapat julukan anak nakal, tetapi itu adalah ciuman pertamanya. Ercher mencurinya tanpa izin. Membuat Terra kesal.

“Apa yang kau lakukan padaku?” ucap Terra di balik gigi-giginya yang terkatup rapat. Dengan rasa marah ia menarik kerah baju Ercher agar pria itu kembali menunduk padanya. “Jangan melakukannya tanpa izinku, sialan.”

“Boleh jika Kakak menginzinkan?”

Terra memutar matanya ke sana-kemari karena gugup. Wajahnya sudah mulai terasa panas, telinganya juga. Apa mungkin sekarang ia memerah karena malu atas pertanyaan Ercher?

“Jill dan Pheliod tidak boleh.”

“Ha! Kau pikir aku akan mengizinkan mereka menciumku?” pekik Terra tak terima.  Mereka akan mati jika melakukannya, meski mereka mencuri kesempatan.

“Aku boleh?”

Terra membuang wajah. “Tidak boleh.”

Ercher tersenyum, lalu mengangkat tangannya yang terluka ke wajah Terra.

Terra terkejut, langsung meraih tangannya Ercher dan melihatnya. Luka bekas garpu yang menancap itu tiba-tiba hilang. Bagaimana bisa? Tidak mungkin.

“Ba-bagaimana bisa? Ercher, lukanya tiba-tiba hilang. Benar. Malam itu wajahmu juga terluka. Bagaimana bisa hilang begitu saja? Kau tidak melakukan sesuatu yang—”

The Baron's Heart (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang