"Itu kan bukan urusan kita," sela Igrisa pada Keir. "Masalah yang ada di sini saja sudah membuat pusing. Jangan urusi masalah orang lain."
Setelah itu Keir tidak bersuara lagi. Dalam hati Ercher menyetujui apa yang dikatakan oleh Igrisa. Bukan berarti ia tidak peduli pada Tristan. Akan tetapi, bagaimanapun masalah yang orang itu hadapi, dia tidak akan mati. Karena Tristan itu sama seperti Ercher. Sebab dendam yang mereka bawa, dari itu Reid tidak membiarkan mereka mati begitu saja.
Sekarang ada hal yang jauh lebih genting. Yaitu racun yang ada di dalam gelas Terra.
"Sepertinya kau tidak suka apel, ya," sindiri Igrisa pada Terra yang sejak tadi belum menyentuh gelas jusnya sama sekali. "Sayang sekali."
Terra tersenyum. "Saya bisa minum apa pun, Nyonya. Bahkan racun. Jus apel bukan masalah untuk saya."
Igrisa langsung menatap tajam pada ucapan Terra. Memang ia sengaja menyindir wanita itu dengan menyebut-nyebut racun. Wanita itu menunggu Terra meminum jusnya.
Tanpa ragu Terra memegang gelas dan mengangkatnya. Sedangkan Ercher malah menahan hasrat untuk menepis gelas itu dari tangan Terra, tetapi langsung dilirik tajam. Mereka tidak bisa menggelakan rencana di sini. Apa yang akan terjadi selanjutnya, biarlah terjadi.
Vanilla yang berdiri di sisi Jeni, melihat Terra mendekatkan gelas ke mulutnya jadi meremas gaun dengan kuat. Ia takut setengah mati. Rasanya mau berteriak menghalangi Terra, kemudian pasrah untuk mati karena dituduh meracuni Terra.
Bibir Terra menyentuh gelas dan mulai minum jus apel itu hingga tandas. Di tegukan terakhir Terra langsung mengerutkan keningnya. Kemudian menyeringai pada Igrisan yang terseyum lebar.
Sialan kau Igrisa!
Gelas yang Terra pegang langsung jatuh ke lantai. Pandangannya buram dan tenggorokannya seakan terbakar. Tidak. Ini bukan racun yang sebelumnya Vanilla berikan pada Terra. Ini berbeda. Racunnya jauh lebih kuat dari yang sebelumnya.
"Nona!" Jeni berteriak melihat Terra nyaris jatuh dari kursinya.
Dengan mata memerah dan berair Terra menatap marah pada Igrisa.
"Apa yang terjadi!" Keir langsung berdiri.
Jill yang juga menyaksikan mendorong kursi. Sama halnya seperti Keir, pria itu juga bertanya-tanya. Kenapa Terra? Harusnya Ercher 'kan?
Sialan!
Kalau tahu begini Jill tidak akan menukar racunnya. Malah ia akan mengambil racun dari Vanilla dan membuangnya. Jill pikir racun yang dikatakan oleh Igrisa pada Vanilla itu akan digunakan untuk Ercher. Rupanya tidak. Kenapa jadi Terra?
"Nona!" Jeni memeluk Terra. Menatap sisa pecahan gelas. Karena terlalu sering dengan Terra, ia juga jadi bisa tahu tentang racun. "Ada yang menaruh racun di gelas Nona!"
"Kakak!" Ercher mendekat.
"Racunnya ... berbeda," bisik Terra pada Ercher dengan segenap kekuatan yang ada.
Ercher langsung menatap pada Igrisa yang berdiri dengan panik. Wanita itu menukar racun yang sebelumnya.
"Vanilla yang bertugas untuk jusnya 'kan?" tuduh Igrisa.
Vanilla yang langsung ditembak seperti itu menghentikan langkahnya yang ingin menghampiri Terra. Tubuhnya membeku dan mengigil. Sudah ia duga kalau Igrisa akan menjadikannya kambing hitam sendirian. Tidak ada pilihan keselamatan untuk Vanilla. Melakukan atau tidak, ia tetap akan mati.
"Tidak," balas Vanilla. "Saya tidak-"
Jeni menatap pada Vanilla. "Kau yang melakukannya."
"Je ... ni!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Baron's Heart (Tamat)
خيال (فانتازيا)(Series 3 Easter) // SUDAH TERBIT Setelah meninggalkan Monsecc sejak usia 8 tahun, Ercher nyaris lupa kampung halaman. Bukan. Ercher ingin melupakan kampung halamannya. Namun, Baginda Iberich dan Pangeran Ein memerintahkannya untuk kembali ke rumah...