Chapter 27

691 166 61
                                    

Ada yang nungguin update nggak sih? 🤣🤣

***

Terra terbangun dari tidurnya karena mendengar banyak suara dentuman pelan. Tidak hanya sekali atau dua kali, tetapi sering. Jadi, Terra memutuskan untuk keluar kamar dan melihat apa yang terjadi. Mungkin ada yang membuat keributan di dalam rumah. Tetapi, ia juga melihat Jeni tertegun bediri di jendela yang menghadap ke paviliun belakang.

Terra sudah berjalan dari kamarnya sampai sini, tidak ada yang terjadi. Malah bertemu dengan Jeni.

“Apa yang terjadi?” tanya Terra begitu mendekati Jeni.

Pelayannya itu tidak menjawab atau menoleh sama sekali. Wanita itu hanya dengan kaku menunjuk ke luar jendela. Kebetulan sekali saat itu muncul kilatan yang langsung menghilang.

Karena penasaran Terra melangkah lebar untuk menghampiri Jeni. Matanya melotot seketika melihat siapa yang ada di tengah lapangan, sedang beradu pedang dengan Baron Keir.

“Ercher?”

Terra menempelkan tangannya ke jendela untuk melihat lebih jelas. Sialan, itu benar-benar Ercher. Pria itu saling serang dengan Keir secara membabi buta. Bahkan Terra tidak bisa mengikuti pergerakan kedua orang itu dengan matanya. Sesekali ada kilatan cahaya yang berasal dari pedang kedua orang itu yang saling beradu.

“Apa yang terjadi?” tanya Terra.

Jeni menggeleng. “Saya tidak tahu. Karena mendengar suara dentuman berkali-kali, saya keluar dan melihat ini.”

Terra langsung melangkah meninggalkan jendela, menuju pintu keluar yang biasa dilaluinya jika ingin ke lapangan atau paviliun. Ia menarik sekuat tenaga pintu itu, tetapi tidak bergerak. “Pintunya terkunci.”

“Saya rasa sengaja dikunci, Nona. Suara sekeras itu bahkan nyaris redam,” balas Jeni.

Sial, maki Terra lagi dalam hati. Apa Keir itu sengaja melakukan ini? Mencegah orang dari kediaman utama untuk keluar dan mengganggunya? Bisa-bisanya dia yang sebagai ayah menyerang anaknya. Padahal Ercher belum istirahat. Terra harus menghentikan mereka sekarang.

Mungkin Ercher memang kesatria yang pernah menghabiskan waktunya di medan perang. Tetap saja sekarang sedang masa damai dan ini bukan medan perang. Bagaimana mungkin orang yang pulang ke kampung halaman seolah pergi ke medan perang?

Terra berdecak sebal, kembali berlari menuju jendela.

“Apa yang mau Anda lakukan!” teriak Jeni.

“Ssshhtt!” Terra meletakkan telunjuknya di depan bibir. “Jangan teriak. Nanti ada yang datang.”

Terra melepaskan alas kakinya dan memanjat ke kusen jendela yang memang agak lebar itu, berusaha mendorong jendela. Meski tahu itu adalah jendela yang dibuat dengan model mati—tidak bisa dibuka secara permanen, tetapi ia tetap mencoba. Siapa tahu jendela itu terbuka.

“Anda bisa jatuh, Nona.”

“Jangan berisik, Jeni. Lihat saja kondisinya.”

Tiba-tiba saja suara dentuman dan pedang berhenti. Bahkan kilatan dari pertarungan tak lagi ada. Namun, saat Terra melihat lagi ke arah lapangan, kedua orang yang sedang bertarung di sana langsung menoleh padanya.

Terra terdiam. Apa mereka melihat Terra dalam jarak ini dan kondisi gelap begini?

 Tidak mungkin Terra kelihat oleh mereka.

***


Ercher menepis pedangnya saat menghentikan gerakan. Saat itulah Keir berhasil menggeores sisi kiri pipi Ercher. Mereka berdua serentak melihat ke jendela rumah utama yang berada di dekat pintu. Di sana ada Terra dan pelayannya. Wanita itu memanjat jendela.

The Baron's Heart (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang