Chapter 53

767 168 179
                                    

Setelah kutelaah, ternyata bukan chapter 54 🥲🥲 tapi chapter 53. Kuatkan iman dan hati yaa.
Aku aja nulisnya ampe nungging-nungging. Pas baca ulang malah sampe gebuk-gebukin barang 😭😭

***

“Kapan kau akan melakukkannya, Vanilla?”

Vanilla mengutuk kecerobohannya. Saat kembali dari menemui Bethie, ia malah tertangkap oleh Igrisa yang berdiri di depan pintu paviliun pelayan. Wanita itu sudah sengaja menunggu Vanilla. Sampai akhirnya ia harus berakhir di taman ini dengan Igrisa.

“Aku tidak memberikan racun itu sebagai pilihan untukmu, Vanilla,” tambah Igrisa. “Aku tidak menunggu untukmu menentukan keputusan akan melakukannya atau tidak. Kau mengerti maksudku?”

Vanilla mau tidak mau mengangguk dalam posisi bersimpuhnya di atas rumput. Kedua tangan yang menopang tubuhnya terkepal sangat erat. Igrisa bicara dan merujuk pada racun yang malam itu Vanilla serakan pada Terra. Wanita ini mempertanyakan kapan kiranya Vanilla melaksanakan tugas yang harus dilakukannya.

Racun itu ditujukan untuk Ercher. Akan tetapi Vanilla sendiri merasa kalau pria itu takkan mempan racun. Mana mungkin Vanilla memberikan racun pada orang yang akan menjadi tuannya di masa depan. Dari itulah Vanilla mengatakannya pada Terra.

“Aku tidak ingin menunggu lebih lama, Vanilla. Lakukanlah tugasmu segera.”

Vanilla terdiam. Ia tidak bisa menjawab dan hanya tertunduk. Dari bawah menyaksikan Igrisa melangkah meninggalkannya. Namun, baik Igrisa atau Vanilla tidak sadar bahwa ada orang lain yang menguping membicaraan mereka. Jill berdiri di balik pohon mendengar percakapan Igrisan dan Vanilla.

Ternyata ibunya membeli racun itu untuk diberikan pada Ercher? Jill mendengkus. Kalau racun yang seperti itu, sudah pasti takkan membunuh Ercher. Jill harus melakukan sesuatu untuk mempertahankan posisinya yang akan direbut tepat depan matanya.

***


Terra memejamkan mata, menyandarkan kepalanya di dada Ercher yang masih memeluknya sambil bersandar ke pohon. Kalau waktu itu mereka datang dengan kuda, malam ini hanya dengan mengedipkan mata tiba-tiba saja Terra sudah sampai. Sepertinya Ercher sudah sangat nyaman menggunakan sihirnya secara asal-asalan.

Terra mendongak, menatap bulan yang bersinar. Meski belum purnama, sinarnya lumayan terang dan membuat malam cukup cerah. Ia merasa pelukan lengan Ercher lebih mengetat di pinggangnya. Saat melirik rupanya pria itu sudah menjatuhkan wajahnya ke bahu Terra.

Ia mengerutkan kening. “Ercher?”

“Kakak wangi,” kata Ercher sambil terus bergerak perlahan menghirup aroma Terra, makin mendekat ke leher dan bagian belakang telinga.  “Aku suka.”

Terra tertawa sambil mengusap kepala Ercher. “Apa kau ini White? Kenapa kau juga mengendus?”

Ercher makin dalam menunduk dan Terra merasa wajah Ercher panas di lehernya. Pria itu malu.

“Aku sudah bilang jangan lakukan itu pada wanita lain ‘kan? Kalau tidak kau harus menikahinya.”

“Aku akan menikahi Kakak,” jawab Ercher pelan.

Terra mencibir sambil mengangguk. “Kau harus bertanggung jawab padaku.”

Ercher mengangkat kepala. Mereka saling tatap. “Kalau menikah, Kakak masih bisa jadi milik orang lain ‘kan? Bagaimana caranya supaya hanya jadi milikku?”

Terra tercengang. Wah, pria ini benar-benar. “Kau benar-benar tidak pernah bersama wanita?”

Ercher menggeleng.

The Baron's Heart (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang