" Queensha ngapain kesini?"
Dirga berdiri dihadapan Queensha karena perempuan itu tidak mampu berbalik menghadap ke arahnya. " Queensha, hei?" tanya Dirga lagi.
Dirasa yang ada dihadapannya manusia, Queensha membuka matanya takut-takut
" Dirga?" cicit Queensha lirih. Pertama-tama perempuan itu melihat Dirga dari atas sampai bawah. Memastikan yang ada didepannya ini manusia.
" Tadi ada yang manggil nama gue." Adunya pada sang suami dengan suara pelan penuh ketakutan. Dirga sendiri menahan gemas pada Queensha.
" Aku yang manggil, Sha. Aku fikir kamu nggak denger."
Queensha malah nangis semakin tergugu lagi, seperti anak kecil lagi dimarahi. Malu dan kesal bercongkol dihatinya. Fikiran negative menguasainya tadi, jadi dia tidak mengenali suara Dirga.
" Kamu kenapa kesini, udah malem belum tidur. Tadi Bagas telepon aku katanya dia nganterin kamu sampai gerbang. Kenapa nggak langsung masuk aja?"
" Nggak tahu ah..." Queensha menghentakan kakinya kesal. Dia berjongkong lalu semakin menangis dilipatan tangannya.
" Kenapa nangisnya makin kenceng, ayo masuk." Dirga melirik kanan kiri jalan, takut keburu ada bapak-bapak yang lagi ngeronda. Bisa-bisa mereka terciduk part dua, Dirga nggak mau digosipin lagi sama warga sekampung. Sudah cukup kejadian kemarin, dia sudah tidak punya muka di kampungnya ini.
" Sha, ayo masuk. Keburu ada bapak-bapak yang ngeronda nanti mereka bisa mikir aneh-aneh kayak kemarin. Mau digerek lagi? Jadi omongan sekampung lagi."kata Dirga yang sekarang ikutan jongkok.
Sambil masih sesegukan Queensha mengikuti Dirga masuk ke dalam rumah laki-laki itu. Suasana malam yang hening membuat rumah ini semakin sepi. Dan Dirga tinggal sendirian disini. Benar kata Bagas, kalau Dirga sakitnya makin parah gimana nggak ada yang nolong dia. Mana pada anggang lagi sama rumah tetangga. Nggak bakalan ada yang tahu kalau Dirga kenapa-napa.
" Kamu tidur disini." Dirga membuka pintu sebuah kamar minimalis. Biasanya kamar itu digunakan untuk Bibi atau keluarga yang tinggal diluar kota menginap disini.
Kamarnya rapih dan bersih, nyaman juga menurut Queensha. Tapi karena Queensha adalah orang yang susah tidur di tempat baru jadi dia nggak akan berani tidur di kamar ini sendirian. Tapi malu juga kalau meminta satu kamar dengan Dirga, mana mau juga Dirga satu kamar dengannya.
" Lo tidur dimana?" tanya Queensha. Kalau nanti ada apa-apa Queensha gampang nyari Dirga.
" Tuh, di kamar depan." Tunjuk Dirga pada sebuah kamar yang Queensha tebak itu kamar utama.
Dirasa sudah tidak ada lagi keperluan, Dirga berlalu keluar kamar tanpa bicara lagi. Melihat itu dengan gerakan gesit Queensha mengekori Dirgakeluar kamar. Membuang ego dan gengsi agar malam ini bisa tidur nyenyak Queensha menahan langkah Dirga.
" Dirga, lo nggak mau tidur sama gue?" Tanya Queensha pelan. Malu dan takut bercampur, tapi bukannya mereka sudah suami istri? Jadi tidak masalah dong kalau mereka tidur satu kamar.
" Gue takut Dirga, nggak berani." Kata Queensha dengan suara bergetar siap akan menangis lagi. " Tapi kalau lo nggak mau nggak papa kok." Queensha menahan tangisnya, dia pasrah.
" Ya udah ayo masuk." Dirga membuka kamar yang luasnya lebih besar dari kamar yang tadi. Kamar ini sama-sama berada dilantai dua.
Ini adalah kali pertanya Queensha menginjakan kaki di kamar Dirga. Tadi siang saat mengantar Dirga berganti pakaian dia hanya sebatas ruang makan saja. Tidak berani menjelajah lebih. Di kamar ini juga sudah ada kamar mandinya, kamar ini sangat maskulin sekali berbeda dengan Queensha yang feminism. Rapih, tertata, bersih, dan sedikit barang yang ada disni. Membuat kesan kamar ini semakin luas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendadak Nikah
ChickLitMenjadi anak tunggal membuat seorang Queensha memiliki sifat manja. Apalagi dia adalah satu-satunya cucu perempuan dalam keluarga. Semua orang dikeluarganya menjadikan Queensha sebagai ratu. Segala permintaannya pasti dituruti. Termasuk saat dia men...