35

3.9K 200 5
                                    

Assalamu'alaikum.

___

Salwa sedang duduk termenung di atas kasur nya.

"Rencana Allah emang nggak bisa ditebak ya?" gumamnya terkekeh.

"Sayang baik-baik ya di perut Umma?" sambung Salwa menunduk sambil mengelus perutnya.

Dari dulu Salwa memang ingin dipanggil Umma oleh anaknya.

Ah, iya lagi-lagi menitikkan air mata,
mengapa sangat sulit menahannya?

Lisa masuk menghampiri Salwa karena pintu nya terbuka dan ia melihat sepupunya itu menangis sambil mengelus perutnya.
Ia sangat tau apa yang dirasakan Salwa.

"Wa" panggil Lisa duduk di hadapan Salwa.

Salwa segera menghapus air mata nya.

Lisa langsung memeluk Salwa, "Kamu nggak boleh nangis terus Wa, kasian anak kamu" ucap Lisa.

"Aku nggak bisa bayangin kalo nanti dia nanya soal Ayahnya Lis, aku harus jawab apa?" lirih Salwa.

Lisa melepas pelukannya.

"Kita bakal balik ke Indonesia Wa, kita juga akan nemuin Gibran sama anak nya"

"Tapi tunggu saatnya"

"Nggak mungkin Lis, gimana cara nya aku jelasin ke anak aku soal Mas Gibran nggak bisa tinggal sama dia, Mas Gibran juga pasti udah punya anak suatu saat nanti, gimana aku bilang ke dia kalo itu saudara nya?, aku harus jelasin apa sama dia soal Sindy?" lirih Salwa.

"Wa, kita bisa jelasin ke dia pelan-pelan"

"Makin bertambah usia nya, dia juga bakal ngerti" jawab Lisa.

"Gimana perasaan nya kalo liat keluarga lain yang bahagia sama orang tua di sisi nya"

"Aku.." Salwa tak sanggup melanjutkan ucapan nya.

"Udah Wa, jangan ngebebanin diri kamu buat mikirin yang akan terjadi nanti nya"

"Kamu berdo'a aja sama Allah,"

"Kasian anak kamu, dia belum lahir ke dunia,-"

"Masa kamu udah bahas masalah yang bakal bikin dia sedih nanti nya?" ucap Lisa membuat Salwa terdiam.

"Udah ya?, aku yakin semua nya bakal baik-baik aja" sambungnya  meyakinkan.

Salwa tersenyum lalu mengangguk percaya.

___


Berita mengenai perceraian Gus Gibran dan Ning Salwa menyebar di Pesantren Al-Hidayah.
Mengapa mereka tau? karena Sindy!.

Perceraian itu sangat disayangkan oleh mereka.

Di Pesantren Al-Hidayah tak ada yang bisa menerima kehadiran Sindy, jika Sindy melewati mereka, ya mereka akan tetap tersenyum, namun berbeda dengan hati mereka yang tak menyukai calon Istri baru Gus mereka itu.

Gibran dan Sindy sedang duduk di sofa ndalem.

Sindy sudah memakai kerudung, ya walaupun tanpa peniti, ia hanya melilitkan kerudung pashmina di leher nya.
Dia memakai baju serta celana panjang, pastinya tetap menampilkan lengkuk tubuh Sindy.

"Mas, aku bosen banget di sini" ucap Sindy.

Galih tak ada di Pesantren, ia menghadiri undangan dari Pesantren lain untuk menjadi tamu di sana.

Gina? jika ada Sindy, Ummi hanya berdiam di kamar ndalem tanpa berniat menemui calon menantu baru nya.

"Mau kemana?" tanya Gibran.

"Eumm, anterin aku ke salon"

"Habis itu kita ke toko tas yang baru diresmiin kemarin" pinta nya.

"Salon?, anterin aja kan?" tanya Gibran.

"Ih, temenin jugaa Mas.."

"Masa cuman dianterin terus ditinggal" jawab Sindy mencebikkan bibir kesal.

Gibran menghembuskan nafas kasar.
Ia mengingat saat menemani Sindy ke salon, di sana ia hanya laki-laki sendiri dan menunggu 2 jam, sangat membosankan bukan?

"Tapi-"

"Mass..." rengek Sindy sebelum Gibran menolak ajakannya.

"Oke fine" pasrah Gibran membuat Sindy senang.

___

Gibran menunggu Sindy di salon selama 3 jam, bertambah 1 jam!
Ntah apa yang ia lakukan dengan rambutnya itu, yang pasti menghabiskan uang Gibran puluhan juta.
Catat, UANG GIBRAN!

Sekarang Sindy dan Gibran sudah berada di toko tas yang baru saja dibuka kemarin, setelah dari salon mereka langsung pergi ke toko itu.

"Bagus yang mana Mas?" tanya Sindy menunjuk 5 tas branded yang berjejer rapi di sana.

Gibran menunjuk salah satu tas berwarna coklat.

"Bagus sih, tapi masa cuman ini doang?" ucap nya.

"Terus?" tanya Gibran.

"Aku ambil lima-lima nya aja" jawab Sindy santai.

Sudah bisa Gibran duga.
Untuk apa bertanya jika akan mengambil semua yang menjadi pilihan nya? pikir Gibran.

Gibran hanya bisa mengangguk.

Semua tas itu mengahabiskan uang miliaran rupiah!

"Em Mas"

"Makasih yaa" ucap Sindy tersenyum.

Mereka sudah berada di depan pintu rumah orang tua Sindy.

"Iya" jawab Gibran.

"Mau masuk dulu?" tanya Sindy.

"Langsung pulang aja" jawab Gibran diangguki Sindy.

Gibran masuk ke mobil nya untuk segera pulang.

Sindy melambaikan tangan nya ke arah mobil Gibran yang keluar dari halaman, lalu masuk dengan senyum yang tak pudar dari wajah nya.

___

Oiya, kan chapter sebelumnya aku bilang keluarga Salwa ganti nomor.
Nah, Galih dan Gina/ Abi dan Ummi dari Gibran punya nomor mereka.
Tapi mereka nggak pernah bilang mereka tinggal di mana, Ummi sama Abi juga nggak masalahin privasi mereka.
Jadilah mereka berkomunikasi hanya sekedar bertukar kabar.

___

Aku bakal banyak skip hari, bulan, dan tahun☝️.

___











Kalsel, 04 Agustus 2022

Ning Salwa! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang