1 part menuju end.
***
Jantung Gibran berdetak sangat kencang, Salwa? Praditya?
Gibran terduduk berlutut, ia meneteskan air mata.
"Kenapa nggak mau dipanggil Atta?"
"Panggilan khusus dari Umma nya,"
"Nanti aku bakal panggil dia Atta."
Jadi... Al adalah anaknya?
Al menghampiri Gibran yang sedang terduduk lemas di lantai. "Tenapa angis?" tanya Al menghapus air mata Gibran menggunakan kedua tangan mungilnya.
Gibran mendongak menatap Al. Benar-benar Gibran Juniornya. Bahkan ia tak perduli jika akan di ejek oleh sahabatnya karena ia menangis.
"Owok itu ndak oleh engeng, malu ama pelempuan," ucap Al terkekeh. Mencoba menghibur Gibran.
Gibran masih menatap Al dengan mata yang tersorot kata maaf.
"Ayah?" panggil Al membuat mereka semua benar-benar mematung.
Al mengetahui jika Gibran adalah Ayahnya jauh hari sebelum ia ke Indonesia. Mengapa? Karena setiap Al sudah memejamkan mata, Salwa selalu menceritakan sosok Ayahnya, termasuk ciri-ciri sang Ayah dan marga Praditya. Jika Salwa mengira Al sudah tidur, itu sangat salah. Nyatanya Al hanya berpura-pura, dan ia mendengarkan semua cerita Salwa.
Gibran langsung memeluk anaknya itu, sangat erat.
Jika kalian pikir Al akan marah pada Ayahnya, tentu kalian salah. Mungkin di umurnya yang masih 5 tahun, terlalu kecil untuk menangkap semua yang terjadi.
Tapi, Al itu anak yang cerdas, ia memang masih kecil, tapi pemikirannya sangat dewasa."Beneran anak lo, Ban?" tanya Iyon masih tak percaya.
Gina sudah terduduk lemas di sofa sambil memeluk suaminya. Apakah itu cucu mereka?
Salwa menangis di pelukan Lisa, ia tak sanggup melihat interaksi antara anak dan Ayah yang ada di hadapannya sekarang.
"Uda, ya? Ayah ndak usah angis agi," pinta Al, ia melepaskan pelukan tak tega melihat wajah Ayahnya yang sudah memerah akibat menangis.
"Anti anteng nya telkalahkan ama Al" sambungnya terkekeh membuat suasana sedikit mencair.
***
Salwa sudah menceritakan semuanya, mungkin lebih tepatnya Lisa. Salwa hanya menambahkan beberapa saja. Mereka semua terkejut? Tentu saja. Tak bisa membayangkan di posisi Salwa, menjadi Ibu dan Ayah untuk anaknya di waktu bersamaan.
Sekarang Rangga, Raka, Riyon, dan Al ada di kamar Gibran. Salwa dan Lisa sudah pulang, mereka membiarkan Al di sini dulu.
Mungkin nanti malam mereka akan menjemputnya.
Gibran berbaring dengan Al di sebelahnya.
Sejak tadi Gibran terus memeluk Al, entah apa yang ada dipikirannya."Udah dong, Ban, kasihan Al pengap, lo peluk terus."
"Nggak bakal ilang juga," ucap Iyon jengah.
Al terkekeh mendengar penuturan sang Uncle. "Bialin Uncle, an esok Al udah pelgi lagi. Jadi na, edua dan telakhil etemu Ayah," jawab Al tersenyum.
Mendengar penuturan anaknya membuat Gibran mengangkat suara. "Pergi kemana?" tanya Gibran.
"Em, empat yang ulu ungkin," jawabnya.
"Nggak, Al di sini aja sama Ayah."
"Jangan pergi jauh-jauh," bantah Gibran tak terima.
"Ndak ica Ayah, Al halus pelgi agi," jawab Al.
"No," tekan Gibran memperat pelukannya.
"Ck, biarin Al pergi kali, Ban."
"Dia kan punya pilihannya sendiri."
"Pasti dia lebih milih Ummanya dibanding lo," ucap Raka menasihati.
Gibran tak menjawab, ia hanya diam.
"Sebenelnya, Al engen aya emen-emen Al yang ain."
"Tinggal ama Ayah Ummanya."
"Api-"
"Al elalu dengal Umma ilang, 'Maap, Ayah ndak ica inggal baleng ita,' akanya Al uman ica iat emen-emen Al yang ahagia ama olang ua meleka," jelas Al tetap tersenyum, senyum yang terdapat kekecewaan di dalamnya.
Mereka semua mematung mendengar penjelasan Al.
"Aktu itu, ada Uncle yang atang ke lumah, Uncle tu ilang penen nikah ama Umma."
"Tapi Umma olak, Umma ilang mau okus besalin Atta aja, ama-"
"Etemu Ayah agi antinya," ucap Al jujur.
Apakah Salwa juga menunggu Gibran? Sama seperti dirinya? Pikir Gibran berharap. Karena, jika iya, maka beruntung sekali dirinya.
"Al bujuk Umma biar tetep di Indonesia ya?" pinta Gibran.
"Akal Al oba, api Al ndak ica janji."
"Al akal nulut alo Umma benel-benel engen indah," jawab Al membuat Gibran takut.
Bagaimana jika mereka berdua pergi lagi?
Apa Gibran siap untuk menunggu mereka kembali?"Gue balik dulu, Ban, anak gue nungguin di rumah," ucap Raka berpamitan.
"Gue juga," sambung Rangga.
"Ck, mentang-mentang udah punya Istri sama anak," decak Iyon.
"Makanya cari bini," jawab Raka dibalas tatapan sinis oleh Iyon.
"Kalo gitu gue juga pulang ajalah, ditungguin Bapak di rumah," jawab Iyon membuat Raka tertawa.
"Fii amanillah, Uncle," ucap Al tersenyum.
"Oke, Al," jawab Iyon dan Raka bersamaan.
Rangga hanya mengangguk.
"Assalamu'alaikum," salam mereka bertiga.
"Wa'alaikumussalam."
"Wa'alaicumuccalam."
"Have fun!" teriak Iyon yang sudah keluar kamar.
Rangga dan Raka sudah memiliki anak, anak mereka seumuran, beda hari. Sedangkan dengan Al berbeda 4 bulan.
Sebulan setelah pernikahan Rangga, Raka ikut menyusul. Berbeda dengan Iyon yang masih setia dengan masa lajangnya sampai sekarang.Anak Raka dan Rangga juga laki-laki.
Anak Raka bernama Andika Eylan Ghossan.
Sedangkan nama anak Rangga,
Rafa Ezhar Askar dan Rafi Ezhar Askar, mereka kembar. Anak mereka semua memakai marga dari Ayahnya.****
Kalsel, 06 Agustus 2022

KAMU SEDANG MEMBACA
Ning Salwa!
Fiksi UmumLengkap, belum revisi. "Tapi aku masih sering insecure kalau lihat mereka," lirih Salwa. "Sungguh kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya." "Tahu itu terdapat dalam surah apa, Sayang?" tanya Gibran. "At Tin, ayat empat," jawa...