Assalamu'alaikum.
**
Salwa membalikkan badan ke arah suami nya.
"Siapa yang nyuruh lo keluar?" tanya Gibran sekali lagi.
Salwa menggeleng masih dengan menundukkan kepala.
"Liat mata gue, jangan nunduk!" titah Gibran dengan suara beratnya.
Dengan pelan Salwa mulai mengangkat wajah suaminya, menatap Gibran dengan air mata yang sudah membasahi cadar wanita itu.
"Kenapa nangis?" tanya Gibran pelan namun sangat menakutkan bagi Salwa.
"Nggak kok," jawab Salwa seraya menghapus air matanya, namun air mata itu tak dapat diajak bekerja sama, air mata Salwa terus mengalir tanpa diminta.
"Duduk." Gibran menepuk tempat Salwa sebelum ia berdiri tadi.
Salwa mulai melangkahkan kakinya perlahan ke tempat yang ditepuk Gibran.
"Gue mau makan, suapin," ucap Gibran santai.
"Kok dia plin plan? Tapi bagus deh kalo mau makan," batin Salwa.
"I-iya, Mas." Salwa mengambil mangkuk yang berisi bubur itu di meja sebelah kasur Gibran dan mulai menyuapi suaminya.
"Udah," ujar Gibran saat suapan ke empat di arahkan Salwa.
Salwa pun menghentikan kegiatannya untuk menyuapi Gibran. "Minum obat..." cicit Salwa takut.
"Mana?" tanya Gibran menaikan satu alisnya.
Salwa langsung memberikan obat yang sudah ia siapkan sejak tadi.
"Sini," suruh Gibran menepuk kasur di sebelahnya yang kosong.
Salwa bingung, bukan kah suaminya ini tak mau satu kasur dengannya?
"Boleh?" tanya Salwa pelan meminta persetujuan.
"Hm," dehem Gibran tanda iya.
Dengan hati-hati, Salwa mulai menaiki kasur tersebut dan duduk di sebelah suaminya yang sedang berbaring.
"Pijetin kepala gue," suruh Gibran.
Salwa pun menuruti keinginan suaminya itu. Dengan telaten ia memijat kening Gibran, sangat lembut.
"Ke Dokter aja, ya?" pinta Salwa hati-hati.
"Nggak," tolak Gibran datar. "Lo nggak mau ngurusin gue?" tanya Gibran menatap Salwa dengan intens.
"Bu-bukan gitu, Mas."
"Aku takut kamu kenapa-kenapa," jelas Salwa.
"Takut jadi janda?" tanya Gibran lagi dengan santainya.
"Nyebelin banget sih, huhu sabar ... dia suamimu, Wa."
"Mas, jangan ngomong gitu," tegur Salwa.
"Lo...? Nggak buka cadar?" tanya Gibran mengalihkan topik pembicaraan.
Jujur, dia pun juga penasaran dengan wajah istrinya.
Saat Ummi Gibran menyerahkan amplop yang berisi foto Salwa, ia langsung membakar amplop itu tanpa melihat isinya.Mendengar pertanyaan suaminya tadi, Salwa langsung terdiam.
Benar, ia tak pernah memperlihatkan miliknya yang sekarang sudah menjadi hak suaminya."Mas mau lihat?" tanya nya pelan.
"Kalo nggak siap, nggak usah," balas Gibran.
"Enggak apa-apa, Mas." Salwa mengunci pintu terlebih dahulu lalu mulai melepas cadarnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ning Salwa!
Narrativa generaleLengkap, belum revisi. "Tapi aku masih sering insecure kalau lihat mereka," lirih Salwa. "Sungguh kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya." "Tahu itu terdapat dalam surah apa, Sayang?" tanya Gibran. "At Tin, ayat empat," jawa...