Chapter 54 :¢

1.5K 136 23
                                    


Itu adalah hari yang terik ketika Gabriel mengayunkan pedang bermata ganda di tangannya.

Sepasang mata yang terus mengamati dan tak sedikitpun membiarkan kelopaknya berkedip tanpa arti.

Itu adalah orang yang sama dan pedang yang sama, namun nampak seperti penari yang kehilangan irama musiknya.

Diana ingin menghentikannya, namun sesuatu menghalanginya untuk melangkah. Ia mengamati punggung yang semakin hari, semakin kehilangan tegapnya.

Dia menunggu dan menunggu, entah apa yang ia harapkan sampai semua menjadi rumit seperti ini.

' klang klang klangg

Pedang itu tergeletak di atas tanah, sebelum pemiliknya terjatuh, Diana menahan teman keras kepalanya itu di punggungnya.

Suhu tubuhnya begitu tinggi, wajahnya pucat dan entah ini perasaan Diana atau sekarang ia tengah menggendong bulu di punggungnya?

.
.
.

Begitu Diana meletakkan Gabriel yang tak sadarkan diri diatas tempat tidur dan memberikannya potion, ia langsung keluar dan pergi entah kemana.

.
.
.

" Cliff "

Begitu nama itu disebut, kabut hitam datang entah dari mana membawa sosok pria jakung yang berlutut dihadapan Diana.

" Ya, tuanku"

Diana menatap pria itu dengan seksama

" Aku mulai muak, bersihkan semuanya yang di selatan dan sisakan kepala mereka diakhir"

Pria bertanduk itu mengangguk dan kembali hilang ditelan kabut hitam

" Apakah kau yakin master? " Kucing putih hinggap di atas pundak Diana

" Hm" deheman ringan itu membuat kucing dipundaknya kegirangan

" Kalau begitu aku akan menangkap tikus sekarang, besok akan ku antarkan ke kastil di pagi hari"

Secepat mungkin Diana ingin menghentikan semua dan kembali ke akademi, ia rindu meja tempatnya tidur dan kebisingan yang mengganggu mimpinya.

Tapi ini bukan tentang meja.

.
.

Itu adalah hari kedua, perlahan Gabriel membuka kelopak matanya.

Sakit di kepalanya sudah tidak begitu terasa, sekarang ia merasa jauh lebih baik.

Pikirannya masih kosong dan seakan ingin kembali lari dalam buaian mimpi.

" Gabriel ? Sayang kau sudah bangun??! "

Ketika dua tangan besar dan sedikit kasar membungkus telapak tangannya, seakan ditarik ke dalam mimpi yang mustahil menjadi kenyataan, air mata menderu ketika melihat pria yang telah lama tidak ia lihat.

" A - Ayahh?!!?!"

" Iya sayang, ini ayah"

Masih tak percaya dengan apa yang ia lihat, Gabriel menangis kencang dengan memeluk erat Duke Ramerees

Dengan lembut Duke mengusap rambut merah jambu putrinya yang menangis di plukannya.

" Hei hei ! Bagaimana dengan bagian kami?!!" Ucap seorang pria

AKU TAK INGIN DICINTAI LAGITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang