13. Bahagia dan Lukanya 1

11 7 1
                                    



"NILAI KAMU TURUN LAGI!! DASAR ANAK TIDAK BERGUNA!!" Kertas itu melayang ke segala arah dan menjadi berserakan di atas lantai. Langit-langit bergoyang seakan akan hampir runtuh diterjang angin. Suara petir begitu mengglegar kencang hingga menampilkan sebuah kilatan cahaya beberapa kali. Kacau, sangatlah kacau.

"Maaf... " Lirih seorang anak laki-laki dengan kaos putih polos yang sudah tercampur dengan beberapa tetes darah pada kainnya.

"APA?! KENZO MAHARDIKA!! AYAH SUDAH BOSAN DENGAN UCAPAN MAAF YANG KAMU LONTARKAN SETIAP HARI!! BISAKAH KAMU NURUT SAJA SAMA AYAH!!SEKALI SAJA??? " Bentak pria itu yang merupakan Ayah kandung Kenzo. Suaranya semakin meninggi membuat anak itu menggigit bibirnya perih dengan pandangan menunduk.

Effans mencengkram kedua bahu anaknya dengan keras. "Kamu tahu kan?!? Ayah berjuang keras demi kamu, membiayai sekolah kamu yang mahal. Lalu, kenapa nilai ulangan kamu sangat rendah?!? Kamu sedang mempermainkan Ayah, nak?!?" Tanya Effans dengan sedikit lembut, suaranya sudah tidak meninggi lagi. Kenzo hanya menunduk dengan perasaan yang bercampur aduk mendengar orang tuanya murka hanya karena nilai yang tidak berharga.

Tak kunjung mendengar jawaban dari sang Anak. Effans menarik kerah bajunya kasar. Kedua manik bola mata Kenzo terlihat sayu dengan pandangan yang kosong. Sementara tatapan Effans kian menajam menatapnya dengan napas yang memburu.

"kamu pilih jawab atau ayah pukul kamu lagi?" Tanya ayahnya dengan sorot mata yang menajam. Sementara Kenzo, laki-laki itu masih mematung di sana. Rupanya ia memilih untuk diam daripada menjawab pertanyaan tersebut. Lebih baik tubuhnya disakiti daripada terus meladeni seorang pria yang tak punya hati nurani sama sekali.

Bugh!!

Bogeman keras menghantam pipi kiri Kenzo. Cowok itu terhuyung dan hampir terjatuh. Perih itu yang dirasakan Kenzo sekarang. Tidak ada kebahagiaan sama sekali dikehidupannya. Tidak ada yang peduli sama sekali dengannya. Hidupnya begitu hancur ketika sang ibu telah tiada. Kebahagiaan nya direnggut paksa oleh keadaan yang mengharuskan Kenzo untuk belajar dan belajar. Begitupun dengan sang Ayah yang berubah drastis setelah kematian istrinya. Hatinya hancur berkeping-keping merasakan kekerasan yang Effans berikan padanya, menjadikannya bahan pelampiasan amarah agar bisa menenangkan hatinya.

Bugh!!

Sekali lagi, pukulan itu diayunkan hingga membuat Kenzo akhirnya terjatuh ke lantai dengan hidung yang mulai mengeluarkan setetes darah. Ia merintih kesakitan sebelum akhirnya pria itu memejamkan mata dengan sempurna.

Petir mengglegar dengan kencang untuk kesekian kalinya. Suara hujan kian menderas. Cowok itu tidak bergeming sama sekali dengan wajah yang sudah memucat. Berantakan benar-benar berantakan. Malam ini Effans begitu puas menghajar Anaknya dan menjadikannya sebagai samsak. Effans pun lalu berjalan meninggalkan anaknya yang masih terkapar di sana. Ia menyuruh pembantunya untuk mengurus Kenzo, anaknya.

Sendirian dengan hawa dingin yang begitu menusuk ke dalam kulitnya. Hampa karena tidak ada kebahagiaan sama sekali dikehidupannya. Lelah dengan keadaan yang memaksa dirinya untuk melakukan segala hal yang diperintahkan. Sakit karena selalu dijadikan alat oleh orang tuanya. Tidak ada jalan bagi Kenzo untuk menentukan kebahagiaan. Rumah adalah tempat yang paling menyakitkan baginya. Orang tua bagi Kenzo adalah mereka bagaikan monster yang selalu menyiksanya, Mengekangnya, dan juga menyakitinya. Tidak ada yang membantunya sama sekali, hanya satu yang akan membantunya memberikan solusi yaitu Tuhan yang telah menciptakannya. Ia selalu berserah kepada-Nya, berdoa dan berharap akan adanya kebahagiaan yang akan mengiringi dirinya.

Tidak ada yang membantu sama sekali di dalam kehidupan ini...

•••••


Sebuah cahaya menyilaukan wajah cantik putri. Daun-daun berguguran mengenai pucuk kepalanya dengan lembut. Sehelai daun hijau yang indah mengkilat ia pegang seraya memandangi daun itu terpukau. Semilir angin menerpa rambutnya yang indah dan panjang yang ia biarkan tergerai. Memakai gaun bermotif bunga dengan dominan warna pink dan putih. Ia duduk di bawah pohon menatap sekitarnya yang sangat indah bagaikan dunia dongeng.

"Put!"

Laki-laki yang berumur sekitar 15 tahun memanggilnya dengan riang segera menghampiri Putri yang berada di bawah pohon yang sedang berguguran.

"Aksa..." Sapa Putri menyebut nama anak itu.

Dia melangkah dengan pelan menghampiri gadis itu. Bajunya yang berwarna putih bersih itu terlihat sangat cocok baginya. Rambut yang berwarna coklat kehitaman terlihat sangat bagus jika dilihat dari segala arah.

Ia berjongkok di hadapannya dengan senyum yang terukir jelas. Wajahnya yang putih nan bersih itu membuat Putri rindu dengan sosoknya yang selalu ramah padanya saat masih berada dibangku SMP.

"Put... Aku sangat rindu sekali denganmu. Bisakah kau menyusulku di sini? Tolong untuk berpesan pada Nasya ya, bahwa aku sudah tenang di sini." Ucapnya dengan senyum tipis lalu menghilang entah kemana.

Putri pun kaget dan terus mencari keberadaan Raksa temannya. Air matanya menetes hingga ia sadar bahwa itu hanyalah sebuah mimpi.

Gadis itu terbangun dari mimpinya. Mimpi yang sangat aneh. Ia melihat sekitar dengan pandangan yang masih terasa kabur. Suasana hatinya begitu sedih saat kembali mengingat wajah temannya yang sudah meninggal sejak ia masih duduk di bangku kelas 9. Hatinya bergetar mengingat ucapannya yang langsung membuat air matanya jatuh kembali.

"Raksa..." Lirih Putri menahan tangisnya yang mulai menjadi-jadi. Adinda yang masih tidur di sampingnya itu ikut terbangun akibat suara tangis yang sedikit terdengar sampai ke telinganya.

"Lo gak papa?" Tanya kembarannya yang masih mengucek kedua matanya.

"Eh_ ah gak papa kok! Tidur lagi aja, tidur gih!" Suruh Putri lalu gadis itu menarik selimutnya dan kembali berbaring di kasur.

Ia masih teringat begitu jelas tentang Raksa. Ingatannya berputar begitu terasa jelas saat mengingat memori bersamanya. Susah senang mereka hadapi bersama. Putri, Raksa, dan Nasya adalah teman satu kelas sekaligus sahabat. Mereka bertiga selalu bersama sampai maut memisahkan Raksa dari mereka berdua. Kecelakaan tragis membuat Raksa tewas hingga masalah itu mengarah pada Nasya yang di tuduh sebagai pembunuh oleh orang-orang disekitarnya. Saat itu Nasya pindah ke Jakarta bersamaan dengan Putri serta keluarganya. Dan kejadian masalah itu lenyap dimakan waktu. Maka dari itu, sudah terlihat banyak perubahan yang mereka berdua alami. Tentang Raksa dia adalah seorang sahabat yang begitu baik dan sangat baik. Dalam kejadian ini, mereka berdua memutuskan untuk tidak membahasnya lagi dan melupakan semuanya. Anggap mereka tidak pernah mengenal dengan orang yang bernama Raksa Wijaya.

_Angel Wings_



Makasih udah baca cerita saya. 😊

Maaf kalau ada kesalahan ya. Typo juga sepertinya masih bertebaran. Sekali lagi saya minta maaf🙏🏻🙏🏻

Next ya.



ANGEL WINGSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang