23. Saling Menyalahkan

14 6 2
                                    

Setelah pulang dari sekolah, wajah mereka sejak tadi tampak tidak mengenakkan untuk dilihat. Semuanya mematung menatap apa yang ada di depannya kini dengan wajah cemas dan tidak percaya, Mereka syok setelah melihat keadaan markas Angel Wings yang tampak begitu mengenaskan. Pintu yang dalam keadaan jebol itu menampakkan isi ruangan yang sudah hancur, Sofa yang sudah mengeluarkan isi-isinya yang bertebaran serta bekas jaket yang terbakar di dalam pun masih ada. Bercak warna hitam abu menempel pada dinding. Butuh waktu yang lama untuk memperbaiki kembali markas ini seperti semula. Bagaimana bisa mereka menghancurkan markas Angel Wings tanpa sebab? Siapa yang melakukan ini semua?

"BENER BENER BRENGSEK!!" Teriak Adinda penuh kekesalan. Wajah gadis itu berubah menjadi merah dengan amarah yang sudah tidak tertahan lagi. Ia tidak bisa mengontrol emosinya dan ingin segera menghajar si pelaku. Tapi apa boleh buat? Dirinya bahkan belum tahu siapa pelaku yang sudah menghancurkan markasnya.

"Udahlah din, kita masih bisa memperbaiki ini semua. Gue tahu lo marah tapi tolong jaga emosi lo. Bukan lo aja yang marah, tapi semuanya juga gitu." Theo mencoba menenangkan Adinda yang berada di sebelahnya. Ia juga tahu bagaimana perasaan gadis itu saat ini. Mungkin akan ada cara untuk menyelesaikan masalah ini.

Adinda menoleh pada cowok berambut kuning kehitaman itu. "Bagaimana gue bisa tenang? Ini udah keterlaluan! Selama ini geng Angel Wings belum pernah sekalipun bikin ulah, tapi apa? Kenapa mereka yang selalu benci geng ini. Gue selama jadi pemimpin tidak pernah mengajarkan semua anggota untuk berbuat kejahatan, semua aman. Dan lo juga pasti tahu pengorbanan kami selama membentuk geng ini." Jelas Adinda mengeluarkan unek-unek nya. Theo hanya menunduk lalu melepaskan tangannya dari bahu milik gadis itu. Pengorbanan? Jelas Theo tidak tahu karena dirinya juga disibukkan oleh hal yang sama seperti mereka, sama-sama berjuang mengusir aksi gengster dan tawuran di sekolahnya.

Cowok itu merasa kecewa dengan ucapan gadis itu. Apa sebenarnya arti pengorbanan? Dirinya juga bahkan berjuang tetapi tidak dianggap oleh mereka. Dulu, dirinya sama mengenaskannya dengan mereka bertiga. Putus asa dan kesal harus menuruti semua perintah anak geng yang sok jago dan menguasai sekolahnya, menjadikannya area tawuran untuk melampiaskan kekesalan mereka. Theo, cowok itu perlahan berubah karena sudah terbiasa diperlakukan tidak adil. Jadi, apakah sebenarnya dirinya kalah level dengan mereka bertiga hingga pengorbanannya juga tidak dianggap oleh mereka?

"Semuanya tolong bantu perbaiki markas kita yang rusak ini. Mohon bantuannya.." Kata Putri seraya memohon pada semua anggotanya untuk membantu memperbaiki markas. Semua anggota pun dengan ikhlas membantu ketuanya lalu melangkah masuk ke dalam markas.

Saat semuanya sudah masuk dan tersisa anggota inti yang masih membeku di depan tempat itu. Sang wakil mendekat pada Lutri yang masih melamun di posisinya. Dengan gugup dan tidak enak, ia mencoba untuk mengucapkan sesuatu padanya.

"Put" Panggil Nasya, gadis itu segera menoleh dengan raut wajah yang tampak biasa saja. "Gue.. Izin gak ikut bantu-bantu, gue ada urusan keluarga." Ucapnya dengan ragu.

"Yaudah gue iz----"

"MAKSUD LO APA?!? LO MAU PULANG DISAAT KITA LAGI TERPURUK KAYA GINI?!?" Bentak Adinda dengan emosi. Ucapan Putri seketika terpotong karena Adinda yang tiba-tiba menyela omongan mereka berdua.

"Heh lo gak liat, semuanya sedih karena kita udah gak punya markas lagi. Dan lo, mau cabut disaat saat yang seperti ini?! Lo keterlaluan BEGO!! Lo sadar gak sih akan posisi lo di sini? Kenapa sekarang lo berubah kaya gini?!? Sebelumnya lo rela berlama-lama dengan kita di sini tapi sekarang apa? Lo bahkan gak datang saat acara penerimaan anggota baru. Lo bahkan sekarang mulai bertingkah aneh, sebelumnya lo itu biasa-biasa aja. Ada apa dengan diri lo sekarang, Nas?!?" Amarah Adinda terlampiaskan ke Nasya. Gadis itu menatap kedua matanya sayu. Dirinya merasa bersalah karena jarang berkumpul akhir akhir ini. Nasya juga seharusnya ikut membantu karena perannya yang begitu penting di sini.

"Adinda, Nasya gak salah di sini. Kamu jangan memojokkan Nasya, dia itu sibuk sekarang. Seharusnya sebagai pemimpin kamu juga tau perasaannya jangan saling menyalahkan seperti ini. " Sangkal Kinan. Gadis itu berada dipihak sang wakil. Sebenarnya ia juga takut tetapi ia harus menegurnya bahwa cara yang dipakai Adinda itu salah. Saling menyalahkan juga cara yang salah justru akan menuju retaknya suatu hubungan.

"Apa lo bilang?! Adek kelas kaya lo gak usah belagu! Emang bener dia yang salah. Gue penasaran selama ini, ada hubungan apa dengan kalian berdua? Apa jangan-jangan kalianlah yang merencanakan semua ini?!? Apa kalian adalah pelaku sebenarnya yang sudah menghancurkan markas Angel Wings?!?"

"GAK USAH NUDUH GUE SAMA KINAN!! JAGA UCAPAN LO!! LO GAK TAHU APA-APA SOAL GUE. DAN SEHARUSNYA LO GAK USAH JADI PEMIMPIN. PEMIMPIN APAAN YANG NYALAHIN ANGGOTANYA SENDIRI TANPA BUKTI APAPUN?!? " Tegas Nasya membuat keadaan menjadi hening. Sudah habis kesabarannya kali ini. Semua anggota inti syok mendengar perkataan yang terlontar dari mulut Nasya. Adinda pun dibuat diam olehnya. Putri yang juga hampir melerai pertengkaran itu pun dibuat diam hanya menatapnya dengan tatapan iba. Sorot matanya menampilkan luka di sana. Seharusnya Putri sebagai kakak, sejak awal haruslah menjaga sifat kembarannya itu. Egonya membuat Nasya kali ini tampak kecewa, Adinda merasa bersalah tetapi sudah terlambat. Gadis itu melenggang pergi dengan rasa kecewa yang begitu menyesakkan hati. Kali ini Angel Wings mulai hancur karena keegoisan salah satu anggotanya. Hancur sudah harapan mereka.

Saat Nasya sudah pergi dari hadapan mereka. Putri merasa tidak terima dan langsung memberi tatapan tajam pada kembarannya. Bagaimana ia tidak marah? Kalau Adinda begitu melampaui batas dengan para anggotanya. Putri juga harusnya menjadi penengah diantara mereka, karena dirinyalah yang paling bertanggung jawab diantara mereka.

"Lo udah kelewatan din, gue--kecewa sama lo. " Ucap Putri penuh penekanan. Dirinya kecewa dengan sikap tidak terhormat kembarannya itu. Adinda masih terdiam dengan pandangan menunduk. Ia merasa sangat bersalah karena egonya sendiri. Bahkan kembarannya pun merasa kecewa karena sikap dirinya.

Putri melangkah pergi meninggalkan para anggota inti yang masih tetap berdiam diri di sana. Ia marah, ia juga merasa bersalah. Bagaimana cara untuk meminta maaf pada wakilnya kalau sudah seperti ini. Dia pasti sangat marah sekali.

"Lo harus minta maaf sama Nasya. " Altar kali ini ikut berbicara. Dia juga merasa kalau Adinda memang sudah keterlaluan.

"Theo, lo bakal bantuin gue kan?" Lirih Adinda menatap kedua bola mata Theo dengan sayu.

"Sorry din gue gak bisa. Gue juga kecewa sama lo." Theo kali ini tidak bisa memenuhi permintaan rekannya. Meskipun sesak, ini adalah cobaan untuknya agar lebih menghargai lagi keberadaan seorang tim. Cowok itupun segera ikut melenggang pergi dengan Altar.

Sekarang tidak ada satupun yang memihak pada Adinda. Gadis itu merasa sedih hingga pikirannya memenuhi isi otak dengan rasa sakit yang menyeruak di dada. Ia menatap kepergian mereka, meninggalkannya sendirian. Buliran bening pun meluncur pada kedua matanya. Kalau ia bisa menjaga mulutnya akibat emosi, mungkin kejadian ini gak akan pernah terjadi. Andai waktu bisa diputar ulang, Adinda ingin segera memperbaikinya.

_Angel Wings_

Next?
Terima Kasih sudah membaca.

ANGEL WINGSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang