18. Menutupi Luka

17 8 7
                                        

Nyatanya usaha juga tetap mengkhianati hasil rupanya.

_Nasya Lauren Agustama_

"Nak Nasya, nilai kamu menurun drastis saat ini, ada apa, nak? Apakah kamu kecapean?" Tanya sang wali kelas kepada Nasya yang berada di ruang guru. Mata Nasya membelalak kaget seperti hampir copot dari tempatnya. Suara hening begitu menyelimuti mereka berdua. Saat itu juga gadis itu gemetar saat wali kelasnya bertanya mengapa nilainya menurun? Nasya pun menggigit bibir bawahnya perih lalu kembali menatap kedua manik bola mata guru tersebut.

"A-aku gak tau Bu. Sepertinya saya kecapean, aku akan meningkatkan kembali nilai itu." Jawabnya dengan gugup. Hampir saja ia menangis detik itu juga. Rasanya sangat perih jika sudah mengungkit tentang masalah nilai.

"Baguslah kalau begitu. Tingkatkan lagi belajarnya ya, nak.. Kalau kecapean istirahat! jangan nongkrong sama temen-temen mu yang nakal itu ya?"

"I-iya bu, saya pamit sekarang." Nasya mencium tangan wali kelasnya sebelum pergi keluar dari ruang guru.

Setiap langkah begitu terasa berat. Pandangannya menatap kosong apa yang berada di depannya. Ia memikirkan apa yang terjadi dengannya di masa depan. Dirinya takut akan gagal dalam ujian semester ini. Benar apa yang dikatakan teman-temannya dan juga orang tuanya dulu kalau Nasya adalah anak bodoh yang sok pintar. Masa lalu hanya masa lalu, tetapi hal itu begitu membekas dalam hatinya.

Hari ini adalah hari senin. Ya hari yang sangat suram bagi anak yang tidak ingin dikeringkan dalam panasnya matahari pagi. Beruntung hari ini tidak melaksanakan upacara karena ada ulangan. Tetapi bukan berarti itu membuat mereka senang, malahan mereka dibuat overthinking memikirkan nilai yang jelas tidak ada berharganya. Mereka takut apakah mereka bisa atau tidak, apakah mereka bisa menjamin nilai yang sempurna atau tidak, justru hari ini adalah hari penentuan bagi mereka. Hidup dan mati antara khawatir dan takut akan digebuk oleh emak pada saat pembagian raport tiba.

Gadis itu berjalan tanpa tujuan menuju Rooftop tempat yang paling ampuh untuk menenangkan segala gundah yang dia rasakan.

Mengingat apa yang baru saja terjadi, Nasya hampir dibuat putus asa hanya karena nilainya turun. Ini memang sudah menjadi kebiasaannya tetapi baru kali ini dirinya dibuat stres memikirkan sesuatu yang tidak ada pentingnya sama sekali di kehidupan miliknya yang fana ini.

"Sejak kapan gue peduli dengan nilai gue sendiri?!? Menyebalkan!!" Batin Nasya merutuki kesalahannya. Ia merasa jengkel bila menyangkut dengan masalah 'nilai' kenapa dirinya harus overthinking dengan nilai yang kecil. Sudah seharusnya ia tidak terlalu peduli dengan apa yang ia rasakan saat ini.

Gadis itu berhenti saat berada pada tangga yang akan menghantarkannya menuju rooftop, hampir ia melangkahkan kakinya tapi tiba-tiba saja seorang pria menariknya dari belakang. Pria itu menopang tubuh Nasya dengan hati-hati. Gadis itu segera mendongak dengan syok hingga tanpa sadar mulutnya menganga lebar karena terkejut.

"B-bagas?" Ucap Nasya dengan gugup. Gadis itu segera berdiri lalu sedikit menjauh dari Bagas, pria yang kini menjadi pacarnya sekaligus calon suaminya.

"Soal perkataan lo tadi malam, apakah kamu tulus mengatakan itu?" Bagas akhirnya membuka suara. Dirinya sangat penasaran soal perkataan gadis itu hingga membuatnya tak bisa tidur. Nasya pun mengangkat sebelah alisnya.

"Menurutmu?" Tanya balik gadis itu.

"Menurutku lo sangat tulus sih, tapi gue gak percaya!!" Bagas tetap bersikeras dengan ucapannya. Memang cowok batu!

ANGEL WINGSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang