penentu

395 39 7
                                    

Di sebuah pabrik tua tak beroperasi lagi terlihat seseorang bersurai dwiwarna sedang diikat di atasi sebuah mesin penggiling berukuran besar.

"Gimana apa Sanzu sudah termakan umpannya." Ucap kisaki yang melihat Ran masih tidak sadarkan diri.

"Ya sepertinya gitu." Ucap Terano yang melihat Sanzu datang sambil membawa Katana dan juga beberapa belanjaan.

Pria bersurai pink itu, datang dengan tangan kosong maksudnya tanpa strategi yang matang pikirannya kalut, Sanzu tidak menyangka Ran bisa ditangkap.

Tapi siapa sangka Sanzu telah menunggu waktu ini tiba, dia tidak akan pernah lupa siapa mereka seorang pelaku pemerkosaan terhadap dirinya serta pembunuhan Rindou, dengan begini dia tidak perlu mencari tikus dalam got.

Bonten hanyalah pengecoh sementara dia bergerak sendiri, ya apapun itu. Yang jelas Sanzu saat ini bukan lagi Sanzu yang dulu, ya pria bersurai pink itu kini benar-benar di kendalikan oleh emosi serta rasa benci yang amat dalam, terlihat mata Sanzu kini beruang menjadi hitam legam.

"Lepaskan Ran sekarang juga!"

Sanzu menatap mereka satu persatu, sambil menghela nafas dia berjalan perlahan. Dengan seringai diwajahnya dia menunjuk sebuah tengkorak yang masih terlihat baru.

"Cantik bukan dia Mochi."

Mendengar penuturan Sanzu membuat mereka bertiga terkejut, bagaimana mungkin itu tengkorak kepala Mochi yang jelas-jelas sudah mereka memakannya.

"Kemarin aku menggali makam Mochi, yang aku inginkan sebuah kenang-kenangan dari pria yang memuja bibir indah ini."

Selain menunjukkan tengkorak kepala Mochi, pria bersurai pink itu juga menunjukkan sebuah usus panjang yang udah di tebus.

"Sepertinya di buat kerupuk rambak enak nih."

Melihat kehebohan Sanzu bukannya membuat mereka takut, justru mereka Malah tertawa geli, memang psikopat lawannya psikopat.

"Bagus dong soalnya kami akan buat sosis dari bahan terbaik."

Kali ini Mucho angkat bicara, pria itu melirik Ran yang masih pingsan akibat obat bius. Sambil menyeringai dia berjalan ke tempat pengendali mesin.

"Jangan macam-macam kau setan."

"Sudahlah kita itu sama jadi gak usah ajarin kami."

Sanzu yang tau Ran akan di masukan ke dalam mesin penggilingan daging, segera berlari menuju Kisaki yang sudah siap memasukan Ran.

Namun dia lupa kalo masih ada Terano dan juga Mucho, yang setia menghalangi setiap langkah kakinya.

DOR... DOR... DOR...

"Beng... Beng..."

Tak adil itu yang sekarang di alami Sanzu, di satu sisi dia haus menolong Ran, disisi lain dia harus bertahan.

Meskipun sanzu membawa Katana, tapi bagi pria bersurai pink itu sangat susah mendekati Mucho dan Terano yang bertarung jarak jauh. Terlebih mereka menggunakan pistol, dengan arah yang berbeda, depan belakang yang menyebabkan Sanzu sulit untuk menghindari.

Pantas Sanzu kesulitan, jangankan bergerak mendekati mereka bertiga, bergerak menghindari peluru saja dia kesulitan.

"Ajing setan kalian semua."

Walau terlihat kesulitan dan hampir mustahil namun siapa sangka jika Sanzu berniat membuat mereka menghabiskan peluru.

Ya setiap pistol terdapat delapan peluru jika mereka memiliki dua pistol. Berati emat kali delapan, ya Sanzu hanya perlu menghindari tiga puluh dua peluru.

Tak mudah tapi harus dia lakukan, ini semua demi dendam.

Sanzu terus bergerak ke kanan dan ke kiri, tak lupa katananya di putar-putar bagaikan tameng, sambil tertawa cekikikan dia merasa sedang menjadi aktor di film action.

Melihat ini semua akan sia sia Mucho mengganti arah bidikannya, yang semula mengarah ke dada kini ke kaki.

"Beng..."

"Aakkkhh..."

Ya peluru itu tepat sasaran, dan apesnya Sanzu baru menghitung jika jumlah peluru yang di tebakan baru tiga puluh satu, berarti masih ada satu lagi.

"Menyerahlah Sanzu." Ucap Terano yang langsung menarik pelatuknya.

Walau Sanzu sadar dan sempat menghindar tapi karena reaksinya yang masih kalah cepat, alhasil dia terkena tembakan itu.

Untung peluru itu tertanam di pundak bagian kanannya, yang membuat sanzu masih bisa bernafas sedikit lega karena peluru itu tidak menggerai organ vitalnya.

Sambil berjalan tunggang langgang Sanzu berusaha mendekati Ran.

"Ran sadar, kita sudah hampir mencapai tujuan."

Sanzu terus berteriak dia tak henti-hentinya memanggil nama Ran Haitani, walau pemuda itu harus bertarung melawan tiga orang sekaligus dengan luka tembak di kaki dan juga pundak.

Tidak mudah, bagaimana pun berdiri dan memegang Katana sangat tidak mudah, pria itu harus menahan rasa sakit akibat peluru yang tertanam.

"Ran aku mohon sadar."

Tak mau menyerah Sanzu melempar pisau yang baru saja dia beli ke arah Ran, dan tepat saat pisau itu menggores pipi Ran, pria itu tersadar.

Sambil menatap bingung keadaan, Ran terteguh tak percaya.

"Lepaskan Sanzu sekarang juga." Pinta Ran yang terlihat emosi.

Ran melihat Sanzu tengah di cekik oleh Mucho, namun bukan itu yang bikin Ran shock. Melainkan pria bersurai dwiwarna itu kaget dengan darah yang mengalir dari balik baju yang Sanzu kenakan, terlebih posisi Mucho dan Sanzu yang terlihat kurang bersahabat.

Bagaimana pun saat ini Sanzu tengah berada di depan bibit mesin penggiling yang tengah beroperasi, ini sulit. Jika Mucho melepas tangannya dari leher Sanzu, pria itu akan mati di makan mesin penggiling, namun jika tangan itu tidak terlepas Sanzu juga akan mati kehabisan nafas.

Intinya gali lobang tutup lobang, semua pilihan hanya mengarah ke masa depan, bersama sang ilahi.

"Mucho lepaskan Sanzu sekarang juga."

Di sini Ran sadar, jika dirinya itu lemah dan tak berguna, seseorang yang selama ini menjadi support telah pergi. Haitani tidak akan sama tanpa Rindou, dia hanyalah sebuah cangkang tanpa isi, terlihat kuat dan berharga namun nyatanya hanya ada kekosongan dan kehampaan, sekali di injak hancur tak terbentuk.

"Kenapa Ran, tidak sanggup." Teriak Mucho sambil mendorong tubuh Sanzu masuk kedalam mesin.

"Tenang anggap saja kita impas." Timpal Terano yang tengah berjalan mendekati Ran, sementara Kisaki hanya melihat dari bawah.

Tanpa senjata itu bukan gaya bertarung Ran.

"Thanks Sanzu atas pisau yang kau lempar."

Sambil menyeringai Ran, mulai berjalan kebawah dia Ran Haitani penguasa Roppongi, eksekutor bonten. Dengan adanya Rindou atau bukan dia tetap pimpin yang berkarisma, yang mampu mengumpulkan seratus orang dengan satu tarikan.

"Hahaha aku tidak akan kehilangan orang berharga sekali lagi."

Janji, sumpah dan sebuah kepercayaan tidak akan pernah dia dapatkan sekali lagi.

Hanya cahaya redup yang kini menerangi hatinya, dan cahaya itu tidak lain adalah Sanzu. Ran sudah tidak ingin lagi kehilangan Sanzu, dia sudah bisa membedakan mana yang masa depan dan mana yang angan-angan, sudah cukup, dia tidak ingin kehilangan orang yang berharga lagi, cukup Rindou yang diambil darinya jangan Sanzu juga.

"Ayo kita akhir semua ini disini."





Oi ini gimana, gua gantung apa lanjutkan.

Command and like aku tunggu.

Gak command berati gantung.

See y.....
 

can you love me sanzu (Ran x Sanzu x Rindou) EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang