BAB 19 : Kenangan Lama-Bagian 1

305 43 0
                                    

Hujan turun dengan derasnya selama lima hari berturut-turut. Dan selama itu pula, Rhaella tidak pernah beranjak dari tempat tidurnya.

Sepulangnya mereka ke Istana Barat, Dasha segera memerintahkan para pelayan membawakan tungku-tungku api ke kamar tidur Rhaella, karena tubuh Rhaella sudah sedingin bongkahan es di musim salju. Beberapa tabib dipanggil ke Istana Barat, berbondong-bondong meminumkan berbagai jenis obat herbal kepada Rhaella, berharap bila obat-obat itu mampu membuat kondisi Rhaella membaik.

Akan tetapi, kondisi kesehatan Rhaella kian memburuk seiring berjalannya waktu. Napasnya terdengar begitu lemah, sehingga orang yang melihatnya akan berpikir dia sudah mati.

Sesekali, Rhaella akan membuka mata. Namun, rasa sakit yang ia derita terlalu menyengat sampai Rhaella lebih memilih untuk tidur daripada harus merasakan sakit.

Selama itu pula, Rullin terkadang akan berdiri di bawah balkon kamar Rhaella seraya memegang payung. Sesungguhnya, dia juga tidak mengerti alasan dirinya selalu mengharapkan kabar baik dari Rhaella.

Meski pikiran Rullin sudah menyuruhnya untuk berhenti mendatangi halaman utama, tubuh dan hatinya memaksa Rullin untuk tetap datang di malam hari.

Mungkin interaksinya dengan Rhaella beberapa minggu terakhir sudah membuat Rullin menganggap Rhaella sebagai rekannya, sehingga dia tidak ingin rekan berharganya mati dengan cepat. Karena, Rullin pasti akan kesulitan kembali ke Alcander jika Rhaella tidak membantunya.

Atau mungkin, Rullin memang perduli kepada Rhaella.

Entah mengapa, hatinya juga merasa sepi setelah tidak mendengar lelucon bodoh atau kata-kata tidak tahu malu dari Rhaella.

Rasa sepi itu terlalu menyiksa, hingga Rullin memutuskan untuk menyusup masuk ke dalam kamar Rhaella malam itu.

Ketika Dasha dan para pelayan sudah pergi, Rullin menyusup masuk melalui balkon. Suhu di dalam kamar Rhaella sangat panas, seolah bisa merebus daging dalam waktu hitungan menit. Namun, wanita yang berbaring di atas tempat tidur tidak bisa menyerap panas yang ada di sekelilingnya.

Permukaan kulit Rhaella masih tampak pucat, dan suhu tubuhnya begitu dingin saat Rullin menempelkan tangannya di atas kening Rhaella.

“Yang Mulia, aku datang,” bisik Rullin.

Sebagai seseorang yang selalu berada di medan perang, Rhaella mampu merasakan kehadiran seseorang meski dia tengah sekarat sekalipun. Sebab itu, dia segera membuka mata tepat setelah mendengar suara Rullin.

“Rullin?” suara Rhaella begitu lemah. Jika pendengaran Rullin tidak bagus, mungkin dia tidak akan mampu mendengarnya.

“Ya, aku Rullin.”

Sudut bibir Rhaella perlahan terangkat, membentuk sebuah senyuman kecil. “Kenapa kamu datang? Apa kamu merindukanku?’

Kali ini, Rullin tidak menggeram marah karena mendengar godaan dari Rhaella. Pria itu hanya membalas dengan singkat, “Mungkin.”

Suara tawa yang lemah terdengar dari bibir Rhaella. “Ternyata benar … hal bagus selalu datang ketika kita akan mati.”

Rullin duduk di kursi sebelah tempat tidur, dia membalas dengan acuh. “Tidak ada hal bagus dan kamu juga tidak akan mati.”

“Kamu tidak mengerti, Rullin.” Rhaella mengulurkan tangannya, berusaha menyentuh wajah Rullin. “Selama ini … aku selalu ingin melihatmu dari dekat atau sekedar berbicara denganmu. Tapi, kamu sangat jarang datang ke acara diplomatik.”

Rullin Vedenin sangat jarang ikut dalam permasalahan politik di Benua Etheria, karena dia ingin Negara Alcander selalu menjadi pihak netral yang tidak bisa disetir oleh negara manapun.

“Mungkin, hanya ada beberapa acara di mana kita bisa bertemu. Tapi, kamu selalu saja berdiri begitu jauh, sehingga kita tidak bisa berpapasan.”

Rullin hanya diam saat mendengar ucapan Rhaella. Sesungguhnya, dia hanya terkejut karena seorang panglima yang selalu tampak dingin itu selalu ingin bertemu dengannya.

“Kenapa kamu ingin bertemu denganku? Apa karena mau membicarakan masalah politik?” tanya Rullin pada akhirnya.

“Tidak ada alasan,” Rhaella menjawab, “Hanya ingin bertemu, itu saja.”

“Aku tidak mengerti, Rhaella.”

Alih-alih membalas dengan hal yang dimengerti Rullin, Rhaella malah mengucapkan hal yang tak masuk akal. “Aku ternyata sangat pandai menipu orang, sampai kamu tidak bisa mengenaliku.”

Rullin mengerutkan keningnya karena merasa bingung, “Aku sungguh tidak mengerti. Apa kita pernah bertemu sebelumnya?”

“Tidak apa-apa, karena aku sebentar lagi akan mati, aku akan memberitahumu,” Rhaella berkata, “Tujuh tahun yang lalu, kita pernah bertemu, bukan di acara diplomatik atau acara kebangsawanan.”

Kedua pupil mata Rullin bergerak-gerak saat dia berusaha membuka ingatan di benaknya. Akan tetapi, sekeras apapun Rullin mencari, dia tetap saja tidak mampu menemukan ingatan tentang pertemuannya dengan Rhaella.

“Aku tidak ingat.”

Suara Rhaella teredam tatkala hujan kembali datang, tapi Rullin masih bisa mendengarnya. “Kita bertemu di gua yang ada di Hutan Alcander. Saat itu, kamu masih seorang Pangeran Mahkota.”

Rullin tercekat, sontak dia segera menggenggam tangan Rhaella dan berkata, “Wanita yang kabur dari rumah karena ayahnya memberikan racun?”

“Mhm, ternyata kamu ingat. Tapi, bisakah kamu mengingat nama yang kugunakan saat itu?”

“Kira …,” Rullin melembutkan suaranya saat dia berkata, “Kamu bilang namamu adalah Kira.”

Tujuh tahun yang lalu, Rhaella pernah memimpin penyerangan ke Negara Slava, sebuah negara tetangga yang bersebelahan dengan Negara Alcander.

Penyerangan itu didasari oleh Slava yang lebih dahulu mencari gara-gara dengan menyabotase hasil bumi milik Milana. Karena hal itu, Rhaella akhirnya berperang melawan Slava selama dua bulan. Sampai akhirnya, Slava menggunakan cara licik untuk menjatuhkan prajurit Milana. Diam-diam mereka mengirimkan mata-mata untuk memasukan racun ke dalam makanan para prajurit Milana yang ada di tenda militer, membuat para prajurit jatuh tidak sadarkan diri.

Beruntung, hanya ada sedikit prajurit yang ada di tenda militer saat itu. Tapi, sialnya Rhaella merupakan salah satu dari prajurit yang keracunan.

Tatkala prajurit Slava mulai berdatangan ke tenda militer milik Milana, Rhaella segera kabur dari tenda. Akan tetapi, kepalanya terlalu pusing akibat memakan racun sehingga dia terjatuh dari kudanya.

Akhirnya, Rhaella memutuskan untuk berlari dan berlari sampai tanpa sengaja memasuki perbatasan Negara Alcander. Takut dikenali sebagai panglima dari Negara Milana, Rhaella lantas melepaskan armor besi di tubuhnya dan memakai sihir untuk merubah wajahnya. Kemudian, dia bersembunyi di dalam gua dekat perbatasan Alcander karena tak kuat terus berlari.

Kala itu, hujan juga turun dengan derasnya, membuat Rhaella yang hanya mengenakan pakaian tipis menggigil kedinginan. Racun yang dia makan sebenarnya tidak membuat seseorang mati, tapi bisa menyebabkan kelumpuhan apabila tidak ditangani dengan benar.

Rhaella saat itu berpikir jika dia bertahan selama beberapa hari, mungkin salah satu prajuritnya bisa menemukan dia di gua. Tapi, kalau dia tidak ditemukan selama beberapa hari ke depan, maka Rhaella sudah siap untuk menyambut kematian.

Akan tetapi, kematian tidak mendatangi Rhaella karena ada seseorang yang menyelamatkannya.

Dia adalah Rullin Vedenin, seorang Pangeran Mahkota dari Negara Alcander.

Hari itu, Rullin tengah mengejar buruannya hingga ke dekat perbatasan sampai dia terpisah dengan para pengawalnya. Ketika Rullin berhasil menangkap rusa hasil buruannya, ia memutuskan untuk kembali.

Sayangnya, hujan tiba-tiba datang dengan derasnya, sehingga Rullin harus berteduh di dalam sebuah gua.

Kehadiran Rullin tentu bisa dirasakan oleh Rhaella, sehingga wanita itu berusaha menyembunyikan aura kehadirannya karena berpikir Rullin adalah prajurit dari Alcander. Meski akhirnya terbongkar sebab dia tak sengaja batuk, membuat Rullin segera menoleh dan menatap ke dalam gua yang gelap.

“Siapa di sana?” tanya Rullin.

My Fallen KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang