BAB 64 : Pengertian

187 29 0
                                    

Hari sudah semakin larut, sehingga para prajurit yang mabuk sudah kembali ke kediaman mereka masing-masing. Hanya ada satu atau dua prajurit yang tampak berpatroli di sekitar pemukiman, tetapi mereka hanya berkeliling sebanyak dua kali sebelum akhirnya beristirahat di gazebo.

Oleh sebab itu, kini hanya ada Rullin dan Rhaella di jalan setapak. Keduanya sama-sama tidak mengucapkan kata, tetapi Rullin masih menggenggam tangan Rhaella dengan erat untuk memastikan wanita itu tidak terjatuh.

Setelah beberapa saat saling diam, Rhaella akhirnya membuka pembicaraan ringan. “Apa yang kau lihat malam ini?”

Rullin mendongakkan kepalanya ke atas, menatap langit malam yang tampak berkilauan malam itu. “Rembulan sedang memasuki fase purnama, sehingga langitnya terlihat cerah. Bintang-bintang juga terlihat lebih jelas di hutan, sehingga kini langitnya dipenuhi oleh bintang.”

“Sepertinya terlihat indah,” kata Rhaella seraya tersenyum.

“Ya, sangat indah. Setelah kau bisa melihat lagi, aku akan membawamu melihat langit malam di sini,” balas Rullin.

Usai berjalan-jalan selama hampir setengah jam, Rullin memutuskan untuk membawa Rhaella ke sebuah batu besar yang terletak di belakang pemukiman, kemudian mendudukan wanita itu di atas batu besar.

“Duduklah di sini, kamu bisa lelah jika terlalu lama berjalan.”

Rhaella menuruti Rullin tanpa mengucapkan protes. Begitu Rhaella duduk, Rullin lekas memakaikan mantel miliknya ke tubuh Rhaella supaya wanita itu tidak kedinginan saat udara malam yang dingin mulai menerpa tubuhnya.

“Maaf, Rullin,” bisik Rhaella seraya merapatkan mantelnya.

Rullin, “Minta maaf tentang apa?”

“Tentang masalah di pertemuan.”

“Jangan pikirkan itu, ucapanmu tidak salah.”

“Aku melakukannya lagi, kan?” Rhaella menghela napas. “Aku mencoba untuk mengontrol segalanya lagi tanpa mempertimbangkan keinginanmu. Maaf, Rullin, aku sudah mencoba untuk merubahnya, tapi ternyata sangat sulit merubah sifat yang sudah tertanam sejak lama.”

Pada akhirnya, manusia tidak akan mampu membuang sifat dasar mereka yang sudah tertanam selama bertahun-tahun. Seandainya Rhaella ingin menghilangkan sikap buruknya itu, dia butuh waktu bertahun-tahun untuk sepenuhnya berubah.

Rullin menepuk kepala Rhaella sebelum membalas, “Tidak apa-apa, sekarang aku mulai mencoba untuk mengerti kamu.”

Seketika Rhaella dirundung oleh perasaan bersalah. “Bukan kamu yang harusnya mengerti, tapi aku yang sepatutnya berusaha berubah lebih keras lagi.”

Suara tawa tiba-tiba keluar dari bibir Rullin. “Kurasa sifatmu itu tidak akan bisa dihapus, Rhaella. Kamu sudah terlalu lama menjadi orang yang selalu memberikan perintah, sehingga sulit bagimu untuk mengikuti perintah orang lain.”

Rhaella tertegun, “Kau juga sudah lama menjadi kaisar, tetapi sifatmu tidak seburuk diriku.”

Rullin kemudian meraih tangan Rhaella dan menepuk punggung tangannya perlahan. “Kita berbeda, Yang Mulia.”

“Aku menjadi kaisar berkat posisiku sebagai anak pertama laki-laki dan adik-adikku tidak ada yang ingin menduduki tampuk kekuasaan. Namun, kau berbeda, kau bisa menjadi panglima perang dan hampir mendapatkan gelar kaisar berkat kerja kerasmu.”

“Sejak aku kecil, tidak ada yang pernah meragukan posisiku sebagai pangeran mahkota. Tapi sejak kau kecil, ada terlalu banyak orang yang meragukan kemampuanmu.”

Rullin akhirnya ikut duduk di sebelah Rhaella dan merangkul pundak wanita itu. “Aku tidak bisa memungkiri bahwa hidup sebagai laki-laki lebih diuntungkan dari banyak sisi. Suaraku lebih didengar oleh berbagai pihak dan posisiku tidak akan pernah terancam karena selalu dianggap sebagai bibit unggulan.”

My Fallen KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang