BAB 8 : Panglima Bertemu dengan Prajuritnya

357 46 1
                                    

Setelah mendengarkan kata-kata memalukan dari Rhaella, Rullin segera melemparkan pisaunya ke samping dan berdiri. Sejak awal, dia memang tidak berniat untuk membunuh Rhaella, karena dia pasti akan langsung dilemparkan ke penjara lagi begitu para prajurit menemukan jasad Rhaella.

Rhaella kemudian membawa Rullin ke ruangan mayat untuk para gladiator yang mati. Ruangan itu terletak di bagian belakang, begitu tidak terurus, bahkan mengeluarkan bau anyir darah yang memuakkan. Namun, Rullin dan Rhaella sudah terbiasa dengan aroma darah, sehingga mereka tidak terganggu.

“Nama aslinya adalah Revian Botros. Dia adalah prajurit yang biasanya mengatur keperluan logistik perang, jadi aku cukup dekat dengannya,” Rhaella berjalan mendekati tubuh Revian yang sudah tidak bernyawa.

“Bagaimana mungkin seorang prajurit tiba-tiba menjadi budak di negara ini?”

Rhaella tertawa. “Itulah hal yang aku pertanyakan. Saat aku mendengar budak bernama Scorpion, aku tidak pernah berpikir bila dia adalah salah satu prajuritku. Karena, penampilannya sangat jauh berbeda dengan Revian.”

Dibandingkan dengan Scorpion yang memiliki tubuh dan otot yang besar, tubuh Revian di ingatan Rhaella terlihat seperti tubuh pemuda normal. Tidak begitu besar, juga tidak setinggi Scorpion.

“Lalu bagaimana kamu bisa mengenalinya?”

Rhaella perlahan menyentuh lengan Revian, meraba tato bergambar abstrak di lengannya itu. “Tato yang terlihat seperti karya sampah ini adalah buatanku, jadi aku sangat mengenalinya. Kalau kamu perhatikan lebih dekat, kamu bisa membaca sebuah nama.”

Rhaella menunjuk setiap karakter di tato itu satu-persatu. “J. I. L. I. A. Tulisannya Jilia, itu adalah nama istrinya.”

Rhaella bahkan masih bisa mengingat dengan jelas, masa di mana Revian meminta dia membuatkan sebuah tato.

Lima tahun yang lalu, Rhaella tengah ditugaskan untuk menjaga perbatasan utara selama musim dingin. Dia juga membawa seratus prajurit bersamanya, dan di antara mereka ada Revian Batros yang sudah menjadi prajurit Rhaella selama dua tahun, dan sering berkomunikasi dengan Rhaella untuk melaporkan logistik perang. Jadi, mereka terbilang cukup akrab.

Pada tahun itu, Revian baru saja menikah dengan seorang gadis dari desa bernama ‘Jilian’, mereka baru menikah selama satu minggu, tapi Revian sudah diminta untuk menjalankan tugas militer.

“Yang Mulia, bukankah Anda sangat kejam?” tanya Jilian seraya melemparkan kayu bakar ke dalam api unggun.

Rhaella menanggapi dengan malas. “Apa lagi yang sudah kulakukan?”

“Anda bahkan tidak datang ke pernikahan saya! Tapi bisa-bisanya mengganggu bulan madu saya dengan Jilia! Jilia bahkan terlihat sangat kesal saat aku mendapatkan tugas lagi. Jika saya tidak bisa tidur dengan Jilia sepulang dari sini, maka itu adalah salah Anda!”

“Pertama, aku sangat sibuk sampai tidak bisa datang ke pernikahanmu. Kedua, aku sudah memberikanmu sepasang kuda untuk hadiah pernikahanmu. Dan yang ketiga, kamu memang hanya mengajukkan cuti selama satu minggu! Jadi, jangan menyalahkan aku!” kesal Rhaella.

“Tapi siapa yang mengira saya akan disuruh pergi ke perbatasan selama musim dingin?! Bayangkan saja, saya harus meninggalkan Jilia selama empat bulan lebih! Bisa-bisa dia dianggap sebagai janda saat saya pulang nanti!”

“Jangan banyak mengeluh! Kau pikir aku juga mau menjaga perbatasan di musim dingin? Kalau bukan karena Jenderal Lenya tidak ditugaskan untuk memata-matai Negara Slava. Aku pasti bisa tidur di istanaku yang hangat!”

Rhaella menambahkan, “Lagipula, bisa-bisanya Panglima Perang ditugaskan untuk menjaga perbatasan! Ide bodoh siapa ini?!”

Revian lantas tertawa. “Yang Mulia, sekarang Anda yang banyak mengeluh.”

My Fallen KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang