BAB 17 : Memberikan Kebebasan

320 47 2
                                    

Rullin menyaksikan Rhaella terus mengayunkan senjatanya dengan putus asa. Setiap kali Rhaella menebas satu prajurit, maka raut wajah wanita itu akan semakin buruk, entah karena menahan sakit atau menahan kesedihan.

“Hei, Nino. Kamu tidak mau menghentikan dia? Efek dari obat hanya berlangsung sementara, jika dia memakai sihir lebih lama, mungkin Yang Mulia akan lumpuh selama beberapa bulan ke depan.”

Wajah Nino tampak pucat, merasa khawatir tapi juga tidak berdaya. “Walau aku ingin menghentikannya, aku tidak mampu! Dengan kekuatan sihir sebesar itu, aku akan tercabik-cabik saat mendekat.”

Sedari awal, angin yang ada di sekeliling Rhaella membentuk sebuah pusaran yang kuat, mampu menebas siapapun yang berani mendekati wanita itu. Dalam kondisi begitu, jelas Nino tak akan mampu menahan kekuatan Rhaella.

“Bila kita menunggu Yang Mulia kehabisan energi supaya bisa mendekat, Yang Mulia mungkin sudah tidak bernyawa saat itu,” tukas Horus.

Rullin tidak menanggapi ucapan Horus, tetapi matanya terpaku pada Rhaella yang semakin lama kian melemah. Tumpuan pada kaki Rhaella kadangkala mulai goyah, membuat wanita itu kerap terlihat hampir jatuh saat dia mengayunkan tombak Zephyr.

Tatkala menyaksikan hal itu, Rullin tidak mampu memaparkan perasaannya dengan jelas. Sebab dia sama sekali tak memiliki ikatan yang kuat dengan Rhaella Rhoxolany, tapi dia merasa tak mampu membiarkan Rhaella kehilangan nyawa hari ini.

Rullin tidak ingin wanita bermanik biru itu berubah menjadi cangkang kosong setelah melepaskan seluruh amarah yang terpendam di hatinya.

Lagipula, Rullin bukanlah pria yang tak tahu terima kasih. Selama tinggal di Istana Barat, Rhaella telah menyembuhkan luka Rullin dan tak pernah menyiksanya seperti yang biasa dilakukan oleh Yeva.

Rhaella Rhoxolany telah banyak memberikan bantuan. Maka dari itu, kini saatnya Rullin membalas budi dengan mempertahankan nyawa wanita itu.

“Pinjamkan aku busur dan anak panah yang sudah kau isi dengan energi spiritualmu,” pinta Rullin kepada Nino.

Nino menatap Rullin dengan ragu, namun tetap menyerahkannya kepada Rullin. “Untuk apa?”

Rullin menjawab sambil membidikan anak panah ke arah Rhaella. “Untuk menghentikan angin supaya kita bisa menyeret Yang Mulia ke luar dari medan pertempuran.”

Nino membulatkan matanya karena terkejut, lalu berusaha merebut busurnya kembali. Akan tetapi, Rullin menendang perut Nino sehingga pria itu menjauh. Pada akhirnya, Nino hanya bisa berteriak marah. “Kamu ingin menembak Yang Mulia?!”

“Tenanglah, aku tidak akan membunuhnya.”

Rullin menahan napasnya tatkala dia menentukan titik bidikan, tepatnya ke arah Tombak Zephyr yang masih digenggam erat oleh Rhaella sampai sekarang.

Woosh!

Satu anak panah melesat dengan cepat, menembus angin dan menghantam Tombak Zephyr. Kekuatan sihir yang ada di dalam anak panah itu lumayan kuat, sehingga mampu mendorong Zephyr sampai terlepas dari tangan Rhaella.

Datangnya serangan tiba-tiba yang dilancarkan oleh Rullin membuat Rhaella terkejut. Tatkala senjata suci yang Rhaella gunakan sudah terhempas jauh, wanita itu tidak lagi memiliki alat untuk bertahan, sehingga kini tubuh Rhaella dikepung oleh banyak senjata tajam yang siap menembus dagingnya kapan saja.

Keterkejutan Rhaella turut membuat angin yang ia datangkan menghilang, karena kekuatan spiritualnya tidak dalam kondisi stabil.

Senjata-senjata tajam berbentuk besar lantas terhunus ke arah Rhaella yang sudah tidak memiliki perlindungan apapun.

Sontak Rhaella menutup kelopak matanya, bersiap untuk menghadapi kematian yang akan datang waktu hitungan detik.

“Yang Mulia!”

Sebuah tangan menyentuh punggung Rhaella, menghantarkan sensasi dingin yang menyejukkan ke seluruh tubuhnya. Ketika Rhaella membuka mata, dia melihat senjata-senjata tajam itu menembus tubuh Rhaella yang sudah berubah menjadi transparan, sehingga senjata-senjata tersebut seakan sedang menusuk udara kosong.

Rhaella menoleh, mendapati Nino tengah menatap Rhaella dengan pandangan marah. Meski begitu, Nino tidak mengatakan apa-apa kepada Rhaella dan malah berteriak kepada Horus dan Rullin. “Horus! Rullin! Waktuku hanya sepuluh detik, cepat buat senjata-senjata ini menjauh atau aku dan Yang Mulia akan mati!”

Seketika permukaan tanah terguncang, bola-bola yang terbuat dari batu muncul dari dalam tanah dan melempar prajurit-prajurit itu menjauh dari Rhaella.

Beberapa prajurit yang tidak terlempar masih berusaha mengayunkan senjata mereka ke tempat Rhaella berpijak, sehingga Rullin berlari cepat dan menangkis senjata-senjata yang menusuk tubuh Rhaella tepat sebelum Nino kehabisan energi untuk membuat tubuh keduanya transparan.

“Apa yang kalian lakukan?! Hanya tanganku yang boleh membunuh para prajuritku di sini!” teriak Rhaella dengan marah.

Nino membalas dengan sama marahnya. “Yang Mulia! Anda tidak akan sanggup membunuh mereka semua!”

“Aku sanggup! Sangat sanggup sampai bisa memenggal kepala kalian juga!”

Tanpa diduga, tiba-tiba Rullin melangkah maju dan menekan titik akupuntur Rhaella, sehingga membuat wanita itu tidak mampu bergerak. “Sudah cukup, biarkan kami yang membereskan sisanya, kamu hanya perlu diam di sini.”

Rhaella berusaha keras untuk menggerakan tubuhnya, tetapi tubuhnya sekaku batu sehingga Rhaella hanya bisa meraung frustasi. “Rullin Vedenin! Lepaskan aku! Beraninya kamu memperlakukan aku seperti ini!”

Rullin mengabaikan amarah yang dilontarkan Rhaella, kemudian memungut Zephyr yang tergeletak di tanah. Tombak berwarna emas itu masih menyimpan energi spiritual yang diberikan oleh Rhaella, sehingga masih bisa mempertahankan bentuknya sampai lima menit ke depan.

Rullin memutar tombak itu di tangannya, lalu berkata, “Aku juga akan pinjam ini.”

“Singkirkan tangan kotormu dari Zephyr! Jangan sentuh senjata suciku! Rullin Vedenin, aku akan merebusmu di atas tungku kalau kau sampai membunuh prajurit-prajuritku!” teriakan Rhaella semakin keras karena Rullin terus mengabaikannya.

“Yang Mulia,” Rullin berkata, “Kami tidak membunuh prajurit-prajuritmu, karena menghilangkan nyawa mereka sama halnya dengan membebaskan jiwa mereka yang terbelenggu di dalam penderitaan.”

Rhaella tertegun, tidak mampu memberi bantahan karena perkataan Rullin ada benarnya.

Rhaella membunuh para prajuritnya sebagai simbolik atas penghormatan terakhir, karena dia ingin mencabut penderitaan yang para prajuritnya rasakan.

Alih-alih disebut sebagai pembunuh, Rhaella lebih pantas disebut penyelamat.

Pada akhirnya, Rhaella benar-benar datang untuk menyelamatkan mereka.

“Yang Mulia, aku ingin bertanya satu hal sebelum melakukan penyelamatan ini,” kata Rullin.

“Apa?”

Rullin, “Tiga tahun yang lalu, saat kamu ingin menyerang Negara Alcander. Apa kamu dan para prajuritmu benar-benar mundur karena tidak mampu menerobos pertahanan Alcander?”

“Tidak,” Rhaella membalas dalam hitungan detik, “Aku tidak pernah ingin menyerang negara yang netral, sebab itu sengaja mundur dengan alasan tidak mampu menerobos pertahanan Negara Alcander. Baik aku atau prajuritku, kami sama-sama sepakat untuk meninggalkan negaramu.”

“Maka aku akan menyelamatkan mereka tanpa rasa sakit.”

Rullin lantas berlari menuju barisan para prajurit sembari membawa tombak Zephyr. Kecepatan larinya begitu cepat dan tidak menimbulkan suara, pertanda bila Rullin memiliki teknik bertarung yang tinggi.

Zephyr yang ada di tangan Rullin terayun dengan kuat, menebas dan menusuk organ vital yang bisa membuat para prajurit itu langsung mati tanpa harus menderita. Di sisi lain, Horus turut membasmi prajurit-prajurit itu, sedangkan Nino tetap berjaga di sekitar Rhaella.

Gaya bertarung antara Rullin dan Horus sangat kontras. Jika Horus selalu menyerang lawannya dengan brutal, maka Rullin bergerak dengan penuh perhitungan dan tampak elegan, persis mencerminkan bangsawan kelas atas.

My Fallen KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang