BAB 20 : Kenangan Lama-Bagian 2

290 48 0
                                    

Rhaella tidak menjawab, sebab takut orang lain bisa menyakitinya dengan mudah di saat Rhaella tengah sekarat.

Karena tidak mendapatkan jawaban, Rullin menjatuhkan buruannya di mulut gua, lalu melangkahkan kaki memasuki gua sembari mengeluarkan pedangnya. “Tempat ini adalah wilayah perbatasan Alcander, penduduk dilarang ada disini. Siapa kamu yang berani-beraninya bersembunyi di sini? Apa kamu adalah penyusup? Cepat tunjukan wajahmu.”

Berpikir bila bersembunyi tidak ada gunanya, Rhaella akhirnya membalas dengan ucapan yang menantang, “Jika terlarang, kenapa kamu juga bisa datang kemari? Kamu bahkan tidak terlihat seperti prajurit dari Alcander.”

Pada waktu itu, gua yang mereka tempati begitu gelap sampai Rhaella tidak mampu melihat wajah Rullin dengan jelas, sehingga dia salah mengira Rullin sebagai penyusup lain.

Tanpa disangka, Rullin malah melemparkan sebuah kartu identitas yang terbuat dari emas ke hadapan Rhaella. Dari kilau emas, Rhaella bisa membaca nama yang tertera di sana. “Rullin … Vedenin ….”

Rullin Vedenin.

Sontak Rhaella membulatkan kedua matanya, dia merasa sekujur tubuhnya tiba-tiba membeku akibat mengetahui identitas asli dari pria di hadapannya.

Rhaella lebih baik bertemu dengan sepuluh prajurit dari Alcander alih-alih bertemu dengan sang Pangeran Mahkota langsung.

Karena, bila sampai Rullin mengetahui identitas asli Rhaella, maka pria itu bisa menganggap Rhaella tengah menyusup masuk ke Alcander dengan niatan buruk.

Selama ini, Rhaella sering mendengar rumor buruk mengenai sifat Rullin yang angkuh dan memiliki harga diri yang tinggi. Bukanlah hal mustahil bagi Rullin untuk menyeret Rhaella ke Istana Alcander dan menjadikannya tawanan.

Buruk, pertemuan mereka terlalu buruk sampai-sampai Rhaella berpikir dirinya akan mati sebentar lagi.

Namun, Rhaella bukanlah seseorang yang mudah terpuruk. Ketika berhadapan dengan sebuah masalah, dia mampu memikirkan solusi dengan cepat.

Jika ingin bertahan hidup, maka Rhaella perlu merendahkan dirinya dan berdusta.

“Maafkan hamba, Yang Mulia! Hamba telah lancang!” Rhaella bersujud di hadapan Rullin, meski dia mendecih di dalam hati. “Tapi, saya bukanlah seorang penyusup, saya hanyalah seorang penduduk yang tinggal di desa kecil yang ada di dekat perbatasan.”

Rullin menurunkan pedangnya tatkala tidak merasakan ancaman. “Sebutkan namamu dan katakan alasanmu datang ke perbatasan.”

“Nama saya kira,” Rhaella berhenti sejenak untuk memikirkan sebuah skenario palsu. “Saya terpaksa pergi ke perbatasan karena sedang melarikan diri dari kejaran Aya saya. Dia … dia ingin membunuh saya dan bahkan memberikan racun!”

“Karena … karena tidak mau dibunuh setelah dilumpuhkan oleh racun, saya berlari ke perbatasan sebab tahu Ayah saya tidak akan berani datang ke mari.”

Rhaella bahkan berpura-pura menangis dan terbata-bata untuk menarik iba dari Rullin.

Karena seorang pria bermatabat tidak akan pernah memalingkan wajah dari seorang wanita yang menangis.

Kecuali bila Rullin adalah pria brengsek.

“Kamu meminum racun?” Rullin segera berlutut di hadapan Rhaella sembari memeriksa denyut nadinya.

“Ya, kepala saya rasanya sangat pusing.”

Seperti yang Rhaella duga, Rullin bukanlah pria brengsek yang akan menelantarkan wanita yang sekarat.

Rullin segera menyalakan api di dalam gua, sehingga dia mampu melihat wajah Rhaella dengan lebih jelas. Wanita itu telah merubah keseluruhan bentuk wajahnya, tetapi manik birunya yang indah masih tetap sama, terlihat berkilauan hingga membuat Rullin jatuh ke dalam pesona.

My Fallen KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang