BAB 32 : Sumpah Setia

500 37 0
                                    

Di pertengahan malam, Rhaella terbangun di dalam pelukan Rullin. Seluruh tubuhnya telah dibersihkan oleh Rullin sebelum ini, sehingga Rhaella tidak harus bangun dalam keadaan lengket.

Dua lapis selimut tebal membungkus tubuh mereka yang masih belum berbusana, hujan deras masih turun di luar penginapan, terdengar tidak akan segera reda sampai menjelang pagi.

Biasanya, Rhaella selalu terbangun dengan keadaan menggigil di kala hujan datang. Tapi kini dia dilingkupi oleh kehangatan yang tak terbatas. Walau Rullin masih mengumpulkan energi sihirnya sedikit demi sedikit, pria itu tetap mampu mengeluarkan sedikit sihirnya untuk menghangatkan tubuh Rhaella, seolah dia adalah sebuah tungku api yang tidak akan pernah padam.

Wanita itu tersenyum, merasa sangat senang karena akhirnya mampu mendapatkan banyak perhatian yang tulus dari seseorang. Dia melesakkan kepalanya semakin dekat ke dada Rullin, kemudian memeluk tubuh Rullin kian erat.

Tindakan Rhaella itu tanpa sadar malah membangunkan Rullin. Pria itu membuka matanya, lalu menunduk untuk melihat Rhaella yang sedang menggosokan wajahnya ke dada Rullin berulang kali.

“Kenapa bangun? Kamu kedinginan?” suara Rullin terdengar serak, membuat jantung Rhaella berdetak cepat karena berpikir suara itu sangat atraktif di telinganya.

“Dingin,” dusta Rhaella, “peluk aku lebih erat.”

Rullin segera melakukan permintaan Rhaella, dia memeluk wanita itu lebih erat sambil mencium pucuk kepalanya beberapa kali. “Tubuhmu masih sakit?”

“Tidak terlalu,” balas Rhaella pelan.

“Bilang kepadaku kalau sakit. Apa kamu lapar? Atau mungkin menginginkan sesuatu?”

Rhaella tertawa kecil saat menghadapi pertanyaan bertubi-tubi dari Rullin. Padahal kemarin Rullin sudah menggempurnya habis-habisan di atas ranjang, tapi kini berubah menjadi sosok pria lembut yang selalu ingin memanjakan Rhaella.

“Aku tidak butuh apapun, hanya ingin kamu,” bisik Rhaella.

Rullin, “Kamu sudah mendapatkanku.”

Keduanya lantas terdiam, hanya saling memeluk satu sama lain dan berbagi kehangatan. Rhaella belum pernah dipeluk saat ingin tidur seperti ini, jadi dia merasa sangat nyaman sampai tubuhnya terasa meleleh di dalam dekapan Rullin.

Karena rasa kantuk mulai menyerang, mereka akhirnya kembali tidur sepanjang malam dan bangun saat pagi menjelang.

Tatkala Rullin membuka matanya di pagi hari, dia tidak lagi merasakan ada Rhaella di sebelahnya, sehingga dia segera bangkit untuk duduk dan mendapati Rhaella tengah duduk di atas kursi yang berada di depan perapian.

Hujan di luar sudah reda, tergantikan oleh suara kicauan burung yang datang bersama gemerisik ranting-ranting pohon yang saling beradu.

“Kapan kamu bangun?” tanya Rullin.

Rhaella menoleh, menampilkan senyumannya tatkala melihat Rullin. “Baru saja, aku ingat harus minum ini.”

Rullin akhirnya berjalan ke hadapan Rhaella sembari mengenakan pakaiannya yang sudah kering. “Minum apa? Obat herbal?”

Rullin melirik ke arah mangkuk yang ada di tangan Rhaella. Mangkuk itu berisikan minuman berwarna hijau yang memiliki aroma menyengat, sehingga Rullin berspekulasi itu adalah obat.

Tapi, pemikirannya langsung ditepis tatkala mendengar Rhaella berkata, “Bukan, ini obat pencegah kehamilan.”

Sontak Rullin merebut mangkuk obat tersebut dari tangan Rhaella. “Kenapa minum ini?”

Rullin bukannya memaksa Rhaella untuk memiliki anak, tapi dia khawatir obat itu bisa berdampak buruk di tubuh Rhaella yang rentan terkena penyakit. Pasalnya, bila seseorang meminum obat pencegah kehamilan, rasa sakit akan mendera perutnya selama satu harian penuh dan Rullin tidak mau Rhaella merasakan hal itu.

My Fallen KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang