BAB 27 : Melapor ke Kaisar

272 38 0
                                    

“Kamu yakin bisa pergi sendirian?” tanya Rullin seraya membantu Rhaella naik ke dalam kereta kuda.

Rhaella membalas ucapan Rullin dengan tawa. “Rullin, Istana Milana adalah rumahku selama bertahun-tahun, tentu saja aku bisa pergi sendiri.”

“Kamu tahu betul pertanyaanku mengarah ke mana, Yang Mulia,” tukas Rullin.

Pagi ini, Rhaella memutuskan untuk pergi ke Istana Milana untuk melaporkan peristiwa di Kota Araya kepada Yeva karena dia tidak bisa menunda lebih lama lagi.

“Jangan khawatir, Kaisar selalu berpikir kalau aku akan segera mati, jadi dia tidak akan membunuhku dengan tangannya sendiri.”

Rullin, “Aku akan mengikutimu diam-diam.”

Rhaella menjulurkan tangannya keluar dari jendela dan mengelus pipi Rullin. “Jadilah anak baik dan tunggu aku di sini.”

Tanpa menunggu balasan dari Rullin, Rhaella meminta kusir segera menjalankan kereta kuda, meninggalkan Rullin yang masih tidak terima Rhaella pergi sendirian ke Istana Milana.

Perjalanan dari Istana Barat ke Istana Milana tidak membutuhkan waktu lama, karena jalanan kota di pagi hari masih sangat lenggang.

Ketika memperhatikan jalanan kota, Rhaella tiada henti melihat selebaran anak-anak yang hilang. Para orang tua itu pasti masih berharap anak mereka akan pulang suatu saat, tetapi mereka pasti tidak akan terima apabila anak mereka pulang dalam keadaan tinggal tulang atau abu.

Karena tidak mau melihat lebih banyak selebaran, Rhaella segera menutup gorden dan menyandarkan punggungnya ke kursi kereta.

Sesampainya di halaman istana, seorang prajurit istana membukakan pintu untuk Rhaella dan membantu Rhaella untuk turun dari kereta kuda.

“Paduka Kaisar sudah menerima surat dari Yang Mulia, sehingga sekarang Paduka Kaisar menunggu Yang Mulia di taman kaca istana.”

Beberapa jam sebelum kedatangan Rhaella, dia memang sudah mengirimkan pesan kepada Yeva bahwa dia akan datang untuk melaporkan sesuatu. Tapi, Rhaella tidak menyangka bila Yeva mau menemuinya secara mendadak.

“Tunjukan jalannya,” pinta Rhaella.

Prajurit itu lekas membawa Rhaella menuju taman kaca yang ada di halaman belakang istana. Ketika Rhaella memasuki taman kaca, dia melihat Yeva sedang duduk di tengah taman sambil menyesap teh hangat dan membaca buku.

“Kamu benar-benar datang, adikku,” kata Yeva dengan suaranya yang lembut.

Manik mata Yeva dan Rhaella yang identik saling bertemu, sama-sama memiliki kesan seperti lautan tenang yang menyimpan amukan ombak di dalamnya.

“Saya sudah berjanji akan datang kepada Yang Mulia hari ini, sehingga tidak akan berani untuk mengingkari,” balas Rhaella.

Yeva mengarahkan tangannya ke kursi yang ada di hadapannya. “Duduklah di sini supaya kita bisa berbincang lebih dekat.”

“Suatu kehormatan bisa duduk di hadapan Yang Mulia,” kata Rhaella seraya mendudukan dirinya di hadapan Yeva.

Yeva tertawa kecil. “Kita adalah saudara, kenapa perlu begitu formal saat sedang berdua?”

“Saya tidak berani bersikap tidak sopan di hadapan Yang Mulia Kaisar.”

Yeva tidak lagi memaksa Rhaella untuk berbicara dengan informal, karena ucapannya memang hanya sekedar basa-basi belaka. Ketika Yeva sedang meminta seorang pelayan membawakan teh serta camilan untuk Rhaella, wanita itu mengarahkan pandangannya ke seluruh sudut taman kaca.

Taman yang ada di Istana Milana sangat berbeda dengan taman di Istana Barat. Bunga-bunga di Istana Milana selalu memiliki jenis yang beragam, mungkin terdapat ribuan jenis dalam satu tempat, sehingga Rhaella mampu melihat bunga-bunga yang berlainan warna.

My Fallen KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang