BAB 70 : Menghancurkan Reputasi Orang Mati

107 18 0
                                    

“Sayangnya, aku malah membuat mereka mati dengan terhormat. Keluarga Baron yang dermawan ditemukan tewas di danau belakang rumah mereka, pelakunya pasti adalah orang yang keji.”

Setiap orang yang membaca berita tentang ditemukannya mayat Baron Weaver pasti akan berpikir demikian. Karena kelakuan busuk Baron Weaver hanya diketahui oleh penduduk Desa Archon dan Desa Archon lebih memilih bungkam daripada harus berurusan dengan pihak berwenang.

Rullin tiba-tiba berkata, “Kita bisa membongkar perbuatan mereka.”

Nino, “Bagaimana caranya? Kita bahkan tidak punya bukti apapun, kecuali Feodor Orlov datang bersaksi. Tapi Feodor sudah mati, sekarang hanya ada Nino Azkar.”

Ketika Nino masuk ke pemerintahan, dia mengubur rapat-rapat masa lalunya dan mengubah semua data identitasnya menjadi Nino Azkar. Dia bahkan membuat skenario palsu tentang keluarganya yang sudah meninggal akibat perampokan.

Jadi, tidak ada lagi yang pernah melihat Feodor Orlov. Karena, Nino sudah menghapus seluruh jejak kehidupan Feodor dan membuang penampilan Feodor yang dulu selalu lusuh.

“Maka kita harus membangkitkan Feodor Orlov dari kematiannya.” Rullin bangkit dari tempat duduknya, kemudian mengulurkan tangan untuk membantu Nino berdiri.

“Rekan-rekanmu tidak ada yang tahu kalau kau adalah Feodor Orlov, kan?”

Nino menggeleng. “Tidak ada. Saat Feodor menginjak remaja, Baron Weaver tidak pernah lagi membawanya ke acara penting. Jadi, orang-orang tidak pernah melihat wajahnya lagi.”

“Bagus, maka kita bisa membuat surat palsu yang mengatas namakan Feodor Orlov. Lalu mengirimnya kepada jurnalis untuk dimuat ke surat kabar.”

Walaupun Rullin serius saat mengucapkan itu, Nino malah menganggapnya sebagai lelucon. “Orang-orang mungkin berpikir itu hanyalah surat dari orang iseng. Apalagi tidak ada penduduk Desa Archon yang mau bersaksi.”

“Mereka bukannya tidak mau bersaksi, tapi belum bergerak karena tidak ada yang mau memulai.”

Dengan kata lain, apabila para penduduk desa melihat ada berita yang memuat kekejian Baron Weaver, maka cepat atau lambat, mereka juga akan ikut bersaksi.

Melihat Nino yang masih ragu, Rullin menambahkan, “Lebih baik mencoba daripada tidak sama sekali. Kau juga tidak akan dirugikan apabila surat kabar itu dianggap lelucon biasa.”

Nino menghela napas. “Kau benar, lebih baik mencobanya. Tapi bagaimana kita bisa meyakinkan jurnalis untuk memasukan surat itu ke surat kabar?”

Rullin tersenyum, kemudian berkata dengan ringan, “Berikan juga surat ancaman kepada si jurnalis. Bilang saja, kalau dia tidak mau memuatnya di berita, maka kita akan datang lagi untuk membunuhnya.”

“Kau gila? Bisa-bisa dia mengadu ke pihak keamanan!”

“Tak akan, kita harus mencari jurnalis yang pernah membuat masalah dengan pihak politik, sehingga prajurit tidak akan mau melindunginya.”

Nino berpikir sejenak. “Sepertinya ada jurnalis yang seperti itu, namanya Truman Reiss. Dia pernah bermasalah dengan salah satu duke di Derron. Duke itu adalah orang yang memegang kendali atas keamanan di Derron, jadi dia pasti tidak akan perduli dengan Tuan Reiss.”

“Maka kita bisa mengirim surat kepada Tuan Reiss.”

• • •

Sebelum kembali ke Hutan Lanthe, Rullin dan Nino sempat pergi ke rumah Truman Reiss dan menyelipkan kertas berisikan daftar kejahatan yang pernah dilakukan oleh Baron Weaver, beserta surat ancamannya.

Di dalam surat itu, Feodor Orlov bersaksi bahwa Baron Weaver telah menghancurkan banyak kehidupan di Desa Archon, termasuk keluarga Orlov.

Rullin memang tidak bisa memastikan penduduk Desa Archon akan ikut bersuara, tetapi manusia cenderung akan bergerak apabila ada yang memimpin.

Mereka semua mengetahui kisah Feodor Orlov dan pasti akan menaruh simpati besar kepada pria itu jika melihat kesaksiannya.

“Siksaan dunia yang dihadapi oleh Baron Weaver dan keluarganya mungkin belum cukup. Namun, Dewa tidak tidur dan keadilan akhirat tidak memihak siapapun.” Rullin berkata, “Mereka pasti akan mendapatkan balasan yang setimpal.”

Nino tersenyum saat mereka berjalan memasuki hutan. “Ya, semoga mereka akan bereinkarnasi sebagai tikus atau babi liar.”

“Bahkan tikus dan babi liar masih lebih baik daripada mereka. Bagaimana bila menjadi kutu busuk?”

“Ayam pegar juga kedengaran tidak buruk, jadi aku bisa memburu mereka dan memakan mereka.”

Keduanya lantas tertawa bersama, merubah kenangan pahit itu menjadi lelucon yang menyenangkan.

Tatkala mereka sudah berjalan semakin jauh memasuki Hutan Lanthe, Nino sempat berbalik untuk melihat Negara Derron yang sudah hampir tak terlihat.

“Setidaknya, Tuan Brock dan Florence sempat mengasuhku selama beberapa bulan setelah aku kabur dari kediaman Baron Weaver. Jadi, kenanganku tentang Derron tidak semuanya buruk.”

Dan berkat Brock dan Florence, Nino jadi bisa merasakan kehangatan dari keluarga lagi.

“Suatu saat, kamu akan bertemu dengan mereka lagi.”

Nino, “Ya, saat hari itu tiba, aku akan menikahi Florence.”

“Itupun kalau dia belum menikah dengan pria lain,” canda Rullin.

Nino berdecak, “Dia wanita yang setia!”

• •

Sesampainya mereka di Hutan Lanthe, keduanya segera berpisah. Nino pergi ke gudang untuk membantu para prajurit menyiapkan barang-barang kapal yang akan mereka perbaiki besok. Sementara Rullin bergegas pergi ke rumahnya untuk menemui Rhaella.

“Kau terlambat. Sangat-sangat terlambat,” kata Rhaella begitu Rullin masuk ke dalam kamar.

Wanita itu terlihat sangat marah, bahkan tidak mau menolehkan kepalanya ke arah Rullin.

“Kau tahu sekarang jam berapa?” tanya Rhaella.

Rullin membalas dengan ragu, “Jam 7 malam.”

“Rullin Vedenin! Jangan berdusta! Walau buta, aku masih bisa memperkirakan waktu. Sekarang pasti sudah jam 12 malam lewat! Horus sudah kembali sejak jam 8, tapi kau dan Nino baru pulang sekarang?!”

Teriakan Rhaella membuat Rullin tersentak, pria itu bahkan ragu untuk masuk ke dalam kamar atau tetap berdiri di ambang pintu.

“Ada sesuatu yang harus aku dan Nino lakukan dulu, makanya kita pulang lebih lama.”

“Oh, seperti apa? Bermain-main di kota atau berkencan dengan wanita lain? Rullin, kau tega membiarkan istrimu mati bosan di kamar sedangkan kamu bermain di kota?!”

Rullin, “Kita belum menikah. Jadi, kau belum menjadi istr—”

“Kau berani menjawabku?! Rullin, kau berani membantah ucapanku?” tanya Rhaella berulang kali dengan marah.

Rullin berbisik, “Tidak, Yang Mulia.”

Rhaella melipat kedua tangannya di depan dada. Dia diam selama beberapa saat sampai amarahnya mulai mereda. “Baiklah, mana kue yang kau janjikan tadi pagi?”

Keringat dingin mulai menjalari punggung Rullin. “Kue?”

“Ya, tadi pagi kau bilang ingin membelikanku kue dari kota. Jadi, mana kuenya?” tanya Rhaella seraya menjulurkan tangannya ke hadapan Rullin.

“Aku … tidak membeli kue,” balas Rullin dengan takut.

My Fallen KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang