BAB 61 : Kecemburuan

364 41 4
                                    

Rhaella menyandarkan punggungnya ke kursi saat Rullin mengeringkan rambutnya menggunakan handuk. Setelah tidak ada tetesan air yang jatuh dari rambut Rhaella, Rullin menundukkan kepalanya dan mencium kening wanita itu.

“Kau lelah? Ingin makan malam di sini saja? Aku bisa bilang ke Zinoviya kalau kamu sedang tidak enak badan,” kata Rullin.

“Aku tidak lelah! Sama sekali tidak lelah!” seru Rhaella yang tidak sudi membiarkan Rullin tahu bahwa pria itu telah mengalahkannya.

Rullin tertawa, lalu mengelus untaian rambut Rhaella yang masih tergerai. “Benarkah? Bukannya tadi kau yang terus bilang tidak sanggup?”

Rhaella berdecak, “Itu masalah yang beda! Tubuhku yang ringkih ini bisa mati kalah harus meladeni staminamu, Tuan Vedenin yang terhormat.”

“Jadi sekarang kau mengakui kalau tubuhmu rapuh, Yang Mulia?”

“Jangan membuatku kesal, Rullin,” marah Rhaella.

Rullin akhirnya berhenti mengganggu Rhaella dan duduk di hadapan wanita itu. “Mengapa bersikeras bertemu Zinoviya hari ini? Kau bisa menemuinya besok.”

“Karena dia keluargamu, aku hanya ingin Zinoviya mempunyai kesan yang baik terhadapku,” balas Rhaella.

Seulas senyum tercetak di wajah Rullin, dia lantas menggenggam tangan Rhaella. “Bahkan sebelum kau menemuinya, dia sudah mempunyai kesan yang baik terhadapmu. Jadi, kau tak perlu khawatir.”

Rullin melanjutkan, “Tapi kurasa kau bukan tipe orang yang memperdulikan reputasi. Karena itu, kupikir menemui Zinoviya bukanlah satu-satunya alasan kau ingin keluar rumah.”

Sontak Rhaella tertawa. “Kau ternyata sangat mengerti aku. Ya, aku ingin mengadakan pertemuan dengan Jenderal Lenya tentang kapal yang akan kita gunakam untuk pergi ke Negara Hali.”

“Secepat itu? Tidakkah kau ingin beristirahat dulu sebelum membicarakan pekerjaan?”

Rhaella menggelengkan kepalanya. “Lebih cepat lebih baik, karena penyakitku bisa saja membunuhku lebih cepat dari perkiraan Nikolai.”

Begitu Rullin mengingat masih ada kutukan iblis di dalam tubuh Rhaella, ekspresi wajahnya langsung memburuk. “Kamu benar, kita tidak bisa beristirahat. Setelah makan malam, aku akan meminta Jenderal Lenya untuk menemuimu.”

Rhaella merasa lega karena Rullin selalu saja sigap dalam melakukan sesuatu, sehingga membuat Rhaella tidak perlu pusing melakukannya sendiri.

Tok. Tok.

“Yang Mulia! Apa Anda ada di dalam?!” seorang prajurit berseru dari luar rumah sehingga membuat Rhaella dan Rullin berhenti bicara.

“Biar aku yang membuka pintunya,” kata Rullin seraya beranjak dari kursi.

Ketika Rullin membuka pintu rumah, ia melihat seorang pria yang sebelumnya tidak muncul untuk menyambut kedatangan Rhaella.

“Ada perlu apa?” tanya Rullin dengan penuh selidik.

Pria di hadapan Rullin hendak menjawab, tetapi Rhaella yang baru saja keluar dari kamar mendahuluinya. “Wakil Jenderal Clayton, kamu boleh masuk.”

Clayton terkejut saat mendengar suara Rhaella, dia merasa ada sesuatu di dalam hatinya yang terus memberontak tatkala mampu melihat sosok wanita itu secara langsung. “Yang Mulia … ternyata memang benar-benar Yang Mulia.”

Rhaella tersenyum, kemudian mengikuti arah suara Clayton. “Kamu tidak menemuiku tadi, kukira kamu tidak merindukanku.”

Clayton menyunggingkan senyuman terbaiknya, dia bergegas melangkahkan kakinya ke dalam rumah dan berlutut di hadapan Rhaella. “Bagaimana mungkin saya tidak merindukan Anda? Sebelum tidur, wajah wanita yang selalu saya ingat adalah Anda, Yang Mulia. Tadi saya sedang berburu di hutan untuk mencari bahan makan malam, makanya tidak bisa menyambut kedatangan Anda.”

My Fallen KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang